Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 8

"Ada yang tahu Riku dan Kak Banri pergi kemana? "
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Mitsuki itu memecah keheningan yang menyelimuti ruangan luas itu. Sangat kebetulan semua penghuni mansion berkumpul di ruang santai, selain Riku dan Banri tentunya.

Pemuda berambut hijau menggedikkan kedua pundaknya dan memilih melanjutkan bacaannya yang sempat tertunda. Mitsuki menghela nafasnya dan bangkit berdiri. Ia melangkahkan kakinya menuju jendela besar yang ada diruang berkumpul mereka. Ia menyentuh pelan kaca jendela itu. Rasa dingin dari kaca merembet menuju tangannya.

Iori memandang sendu punggung kakaknya. Ia merasakan bahwa ada yang mengganggu pikiran kakaknya itu. Entah apakah itu.
Tenn yang sejak tadi diam tiba-tiba berdiri dari duduknya dan meninggalkan ruangan itu tanpa sepatah katapun.

Yang lainnya hanya menatap punggungnya yang semakin menjauhi ruangan itu.
"Hei... Apakah kalian merasakan bila ada 'sesuatu' diantara Riku dan si Kujou itu? " bisik Yamato dengan hati-hati setelah Tenn menghilang dari pandangannya. Telinga para pemuda di ruangan itu berdenyut sebentar, lalu Tamaki, Nagi, dan Mitsuki bergerak mendekat kearah Yamato lalu duduk mengelilinginya. Mitsuki menoleh ke kiri dan kanan lalu bangkit berdiri. Ia berjalan menuju pintu ruangan itu dan menutup pintunya dengan rapat. Tak lupa ia mengunci pintunya agar tak ada sembarang orang mendengar pembicaraan mereka. Mitsuki segera kembali duduk ditengah Yamato dan Nagi. Tamaki yang merasa sedikit tersisih mendekatkan duduknya kearah Nagi agar semakin mendengar ucapan Yamato.

"Jadi... Yang kau maksud Kujou itu, si Tenn kan? "
Yamato menatap malas Mitsuki lalu memukul pelan dahi pemuda berambut senja itu.
"Tentu saja! Kau kira siapa lagi yang bernama Kujou disini?! "
Mitsuki mengucutkan bibirnya sambil mengelus dahinya yang sedikit memerah. Nagi mengedipkan kedua matanya beberapa kali lalu membuka mulutnya.
"Kau tahu dari mana? "
Yamato menaikkan kacamatanya dengan kedua jari tangannya dengan angkuh. Senyum bangga terbit di kedua sisi bibirnya.

"Aku tahu karena aku adalah orang yang peka! "
Mendengar jawaban penuh percaya diri dari Yamato, seluruh pemuda yang berada di ruangan itu memasang wajah kesal. Mitsuki mengambil buku tebal yang tergeletak di meja samping sofa yang ia duduki bersama ketiga orang yang lain dan mengangkatnya tepat di samping kepalanya.

"Dengar Yamato... Bila buku ini terlempar dikepalamu itu, niscaya kau akan merasakan bagaimana rasanya dijemput malaikat maut"
Yamato mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya membentuk salam peace mendengar kalimat ancaman dari Mitsuki.
"Baik-baik... Aku hanya bercanda. Jadi cepat turunkan buku itu. Tidak lucu kan bila apa yang kau katakan jadi kenyataan? "

Mitsuki mendengus kesal lalu meletakkan kembali buku tebal itu ketempat semula. Nagi menaruh kedua jari tangan dibawah wajahnya memperagakan pose berpikir, dahinya sedikit berkerut.
"Bila dipikirkan lagi... Benar kata Yamato. Aku juga merasakan ada sesuatu di antara Riku dan Kujou... "
Yamato segera menolehkan kepalanya setelah mendengar gumaman Nagi.
"Iyakan?! Kalian juga merasakannya juga kan? " katanya dengan semangat 'ghibah' yang membara.

Mitsuki hanya diam sambil mengadah kepalanya menatap lampu yang terpasang diatas  mereka.
"Eh?! Atau jangan-jangan Rikkun dan dia itu memiliki hubungan gelap?! " kata Tamaki dengan entengnya. Seluruh penghuni ruangan itu secara bersamaan menolehkan kepalanya kearah pemuda yang memasang raut tak bersalah setelah mengatakan kata yang 'sedikit' atau mungkin sangat memalukan.

"Hm? Ada apa? Ada yang salah dengan ucapanku? " tanya Tamaki sambil memiringkan kepalanya ke sebelah kiri.
Iori memijit pelan pelipisnya yang berdenyut lalu menghela nafas.
"Yotsuba... Kau sebaiknya tak mengatakan kata seperti itu dengan sembarangan, orang akan berpikir tidak-tidak bila mendengar kata yang kau keluarkan tanpa kau pikirkan itu. "
"Hah?! Apa maksudmu dengan mengatakan aku tak memikirkan apa yang aku katakan, Iorin?! " kata Tamaki dengan ekspresi marah yang terlihat jelas diwajahnya. Sougo yang ingin menghentikan adu mulut yang terjadi diantara dua anggota termuda itu harus mengatupkan mulutnya kembali setelah ucapannya dipotong oleh Tamaki.

"Maksudku dengan mengatakan hubungan gelap itu, Rikkun yang mungkin saja membuat kesepakatan dengan dia di tempat gelap. Apa salahnya dengan ucapanku hah?! "
Kembali secara bersamaan seluruh pemuda diruangan itu melakukan hal yang sama dengan menepuk pelan dahi mereka sambil menggerutu lirih.
Tamaki kebingungan karena sikap aneh mereka, ia menatap satu persatu teman-temannya yang masih betah bermonolog dengan diri sendiri sambil memasang wajah sulit diartikan. Bahkan Yamato menghatam-hantamkan kepalanya kesandaran kursi yang di dudukinya bersama tim 'ghibah' nya.

"Ada apa dengan kalian semua, ada yang salah dengan ucapanku. Bukannya itu merupakan arti dari hubungan gelap? " tanya Tamaki sekali lagi karena ia tak mendapat jawaban dari teman-temannya. Mitsuki menghela nafas berat, ia menatap kosong kearah Tamaki.
"Tamaki... Jangan sekali-kali kau mengucapkan kata yang membuat orang lain salah paham... "
"Hei! Aku hanya mengeluarkan apa yang terlintas dipikiranku! Apakah itu hal yang salah?! Bukankan orang itu harus selalu jujur?! "

"Teman-teman... Sudahlah. Tidak baik membicarakan orang lain. Lagipula kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, jadi jangan membicarakan orang lain tanpa tahu apakah itu benar atau tidak " kata Sougo yang berusaha menghentikan pembicaraan itu.
"Benar kata Kak Sougo" kata Iori mendukung nasihat dari Sougo, ia bersedekap dan menyenderkan tubuhnya ke jendela disamping tubuhnya. Tamaki menatap kesal Iori karena mendukung ucapan Sougo.

"Huh! Kita kan hanya membicarakan mereka sedikit, lagipula kita tidak bermaksud buruk. Mengapa Iorin dan Kak Sou melarang?! "
Sougo menghela nafas lelah dan melangkahkan kakinya mendekati tempat duduk Tamaki. Ia mengelus lembut rambut Tamaki yang tak mau melihat dirinya.
"Dek Tamaki... Coba pikirkan, saat kamu tak ada ditempat ini lalu kami membicarakan hal yang belum pasti tentang dirimu. Apakah kamu senang? "
Tamaki berbalik menghadap Sougo dengan cepat.
"Tentu saja aku marah! Bagaimana bisa aku merasa senang saat orang lain membicarakan hal yang belum pasti tentang diriku! "
Sougo tersenyum simpul dengan tetap mengelus lembut rambut Tamaki.

"Nah... Lalu apa yang dirasakan Riku saat mendengar Tamaki dan lainnya membicarakannya dibelakangnya? "
Tamaki tersentak kaget mendengar pertanyaan dari Sougo.
"Aku... Aku hanya mencoba mengatakan apa yang terlitas dipikiranku... Aku juga mencoba untuk jujur... "
Sougo menggeleng pelan, ia menatap Tamaki tepat di manik matanya. Keyakinan tergambar jelas di pelupuk matanya kala menatap Tamaki.

"Mengatakan apa yang dipikiran kita dan bersikap jujur memanglah penting, tapi kita juga harus berpikir... Apakah kejujuran kita itu bisa menyakiti orang lain atau tidak. Memang lebih baik jujur, namun kita juga harus mengolah kata-kata yang ingin kita sampaikan. Jangan sampai kejujuran dan penyampaian pikiran kita menjadi penyebab orang lain merasa terluka dan sedih"

Mendengar kalimat yang diucapakan Sougo, Tamaki menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah.Yamato memasang raut bersalah juga sedangkan Nagi menautkan kedua tangannya tanpa berkata apa-apa.
Keheningan menyambangi ruangan itu, Sougo yang merasa kasihan dengan Tamaki menepuk pelan kepalanya dan tersenyum.
"Tak apa. Yang penting kamu tidak mengulanginya lagi"
Tamaki menganggukkan kepalanya dengan pelan.
"Lalu jangan lupa minta maaflah kepada orang yang kau bicarakan, dan sepertinya ia akan segera kembali" kata Iori tanpa ekspresi sambil menatap kaca.

Mitsuki berdiri dari duduknya. Ia mengepalkan tangannya lalu menoleh ke Tamaki yang masih memasang raut sedih.
"Tamaki! Cepat hilangkan raut sedihmu! "
"Tapi... "
"Jangan tapi-tapian! "

Tamaki tersentak kaget saat tangannya ditarik, mau tak mau ia berdiri dari duduknya. Ia menatap bingung pemuda yang memiliki umur lebih tua darinya.
"Kau ingin minta maaf dengan Riku kan? "
Tamaki mengganguk pelan, Mitsuki tersenyum lebar dan kembali menarik tangan pemuda berambut biru muda itu.

"Kalau begitu... Ayo buat sesuatu untuknya sebagai permintaan maaf!! "
Tamaki melebarkan kedua netranya, senyum lebar akhirnya terbit diwajahnya.
"Ya! Mari kita buat sesuatu yang istimewa untuk Rikkun!! "
Mitsuki melebarkan senyumnya dan menatap teman-temannya yang berdiri dibelakangnya dan Tamaki.

"Jadi... Teman-teman... Ayo kita membuat sesuatu yang istimewa Untuk Riku! "
Seluruh pemuda yang berdiri disana ikut tersenyum, secara bersamaan mereka melangkahkan kakinya mendekati Mitsuki dan Tamaki yang berdiri didepan pintu.
"Ya! Mari kita lakukan! "

TBC

*Pojok Enthor
Halo dan hai para pembaca tercintaku!

Enthor sampaikan banyakkkk terima kasih untuk kalian yang setia menunggu... Sebenarnya Enthor dalam masa yang tak bisa membagi waktu, maklum kelas akhir... Jadi Enthor selama ini menghilang karena itu.
Maafkan Enthor yang tak mempunyai pendirian ini... Sempat Enthor takut membuka aplikasi ini dan memilih melupakan book... Tapi beberapa komentar masuk dari pembaca membuat Enthor sadar tidak boleh terus seperti ini... Jadi Enthor mengumpulkan semangat dan asa dari sisa semangat Enthor yang sempat padam!
Terima kasih kepada para pembaca sekalian... Khususnya  pembaca yang mengirimkan komentar terakhir...
Dengan komentar kalian... Akhirnya Enthor bisa bangkit lagi!!!

Enthor minta maaf sebesar-besarnya atas keterlantaran book ini.
Saran kritikan tentu sangat membantu Enthor! Jangan malu untuk menyapa Enthor! Enthor sangat senang bila para pembaca menyapa ^^
Typo juga mohon maklumi yah...

Lalu... Yang terpenting... Enthor selalu cinta kalian semua T-T
Tetap jaga kesehatan dan jangan lupa tersenyum!!

Lagu penyemangat untuk para pembaca sekalian!!!

See you next chapter!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro