Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 3

Salju terus turun dari langit menghujani pemuda  berambut merah yang berjalan sendiri tak tentu arah, mata merahnya masih berkaca-kaca, sesekali kristal bening turun darinya tetapi segera dihapus dengan cepat dengan lengan mantel yang dipakainya.

"Tidak! Aku tidak boleh menangis lagi. Nenek akan bersedih bila aku terus meneteskan air mata ini"
Senyum getir terbit di wajahnya, ia kembali mengingat kenangan bersama nenek. Potongan-potongan memori berputar di kepalanya seperti film.

Setelah pemakaman neneknya yang sederhana, ia berfikir untuk berjalan-jalan agar perasaannya lebih baik, nyatanya itu tidak merubah perasaannya sama sekali.
Riku menghentikan langkahnya dan mengadahkan wajahnya membiarkan salju melayang dan jatuh ke wajahnya menghasilkan sensasi dingin.
'Terima kasih nek, atas semua kasih sayang dan perhatianmu, semoga nenek tenang di sana. ' batinnya sambil menutup mata.

Tepukan ringan mampir di pundaknya, Riku terkejut dan menoleh ke orang yang menepuk pundaknya, matanya bertemu dengan seorang pria yang memasang senyum lembut di wajahnya.
"Anda...yang kemarinkan? " ujar Riku menatap pria di depannya.
Pria didepannya menatap sendu dirinya, dan berkata
"Ya... Benar sekali. Seperti yang saya katakan kemarin, kita bertemu lagi Nanase riku"

Riku melebarkan matanya mendengar perkataan yang keluar dari pria yang ada di depannya, raut terkejut terpasang di wajahnya.
"Ba-bagaimana anda bisa mengetahui
Nama itu" ujar Riku tergagap karena lidahnya kelu.
"Sebelum saya menceritakan mengapa saya bisa mengetahui nama itu, perkenalkan nama saya Oogami banri, salam kenal Sang 'penjaga gerbang' " kata pria yang bernama Banri dan menunduk hormat kepada Riku.

Riku terdiam tak bisa berkata-kata, ia kebingungan dengan pria yang ada di depannya yang mengetahui rahasia terbesar yang selalu ia sembunyikan rapat-rapat. Keringat dingin menetes di dahinya walaupun udara di luar sangat dingin. Riku mengeratkan mantelnya dan mundur satu langkah, matanya menatap takut banri yang tetap berdiri di posisinya.

Berdehem singkat, Banri merapikan mantel yang dikenakannya.
"Bagaimana bila kita pindah ke tempat yang lebih nyaman? " tanya banri.
Riku yang menunduk mengadahkan wajahnya dan menatap netra di depannya. Ia tidak merasakan niat terselubung dari Banri lalu menganggukkan kepala menyetujui usulan Banri. Lagipula udara di luar semakin dingin karena salju yang terus turun.

Mereka memilih restoran di seberang jalan, setelah duduk di kursi dan memesan makanan, Banri kembali melanjutkan topik pembicaraan yang tadi terpotong.
"Pasti anda bingung mengapa saya bisa mengetahui nama anda yang sebenarnya. Itu karena saya di beri amanat dari kedua orang tua anda, untuk menjaga anda dari bayang-bayang. Juga mencari para 'suara gerbang' dan akhirnya saya menemukan enam orang yang dapat dipercayai untuk membantu anda, sang 'penjaga gerbang' " jelas Banri dengan wajahnya yang serius.

Banri menatap Riku menunggu balasan dari kata-katanya. Riku mengeratkan genggaman tangannya pada pahanya. Ia menatap ragu Banri.
"Apakah ada yang anda tanyakan? " tanya Banri mengetahui gelagat Riku.
"Apakah... Anda tahu kemana perginya kakak saya? " ujar Riku lalu menatap Banri, dari bola matanya tercermin harapan yang besar. Banri menolehkan kepalanya menuju jendela, ia menatap jalanan yang di lalui banyak orang.
"Soal itu... Sebentar lagi anda akan bertemu dengannya"

Riku melebarkan matanya, terkejut dengan perkataan Banri. Sebelum ia mengatakan sesuatu, datanglah pelayan yang membawakan makanan yang mereka pesan tadi. Mau tak mau Riku harus menghentikan niatannya untuk bertanya kepada Banri.
"Kita lanjutkan nanti. Mari kita makan dulu" kata Banri mempersilakan Riku untuk makan dulu. Riku menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Disamping meja mereka ada beberapa gadis yang duduk disana. Riuh percakapan mereka terdengar nyaring.
"Hei, Kau ingat hari ini. Katanya sang 'penjaga gerbang' akan kembali lagi" kata salah satu gadis berambut pendek dengan semangat.
"Eh! Benarkah? Kau tahu dari mana?"
Timpal gadis yang berambut panjang dengan raut penasaran.
"Aku kemarin mendengar seseorang membicarakan hal ini. Katanya dia dibimbing oleh Tuan Kujou!" ujar gadis rambut pendek dengan bangga.
"Penyihir terkenal itu? Wah keren sekali " jawab gadis berambut panjang terkejut. Gadis berambut pendek mengiyakan pertanyaan gadis itu.
"Dan katanya, dia akan berkeliling kota ini pada hari ini! "

Mendengar percakapan gadis di samping mejanya, Riku memasang raut tak terbaca. Batinnya bertanya-tanya apakah berita itu benar adanya.
"Apakah anda sudah selesai? " tanya Banri membuyarkan lamunan Riku. Riku segera menghabiskan makanan dan minumannya setelahnya. Merasa Riku sudah menyelesaikan makannya, Banri mengajak Riku untuk keluar dari restoran itu. Ternyata banyak orang yang berkumpul di samping jalanan seperti menunggu sesuatu. Mereka berbaris dengan rapi dan teratur dikanan dan kiri jalanan.

"Sepertinya apa yang dibicarakan beberapa gadis di samping meja kita ada benarnya" kata Banri. Riku menoleh sebentar ke pria disampingnya, lalu kembali menatap jalanan di depannya. Tangan Riku ditarik menuju barisan lebih depan, Riku hanya menurut dan mengikuti langkah lebar Banri. Di barisan lebih depan, pemandangan lebih jelas tanpa halangan apapun. Riku tersenyum kecil kepada banri sebagai tanda terima kasih yang juga dibalas banri dengan anggukan singkat darinya.

Suasana yang ramai semakin ramai karena teriakan seseorang yang menyerukan sesuatu.

"Perhatian! Perhatian! Sang 'penjaga' telah tiba! Sang 'penjaga' telah tiba! "

Dari ujung jalan, Ada sekelompok orang berjubah hitam dengan sentuhan sulam emas. Mereka berjalan dengan perlahan. Ditengah formasi mereka, berdirilah dua orang yang  dijaga oleh orang berjubah itu.
Riku melebarkan bola matanya melihat salah satu orang yang ada di tengah penjagaan orang berjubah.
"Kakak... " kalimat itu lolos dari mulut Riku, perasaan senang dan rindu memenuhi dadanya. Tidak salah lagi, pasti dia adalah kakaknya yang pergi dulu. Langkah kakinya mengayun untuk berlari menghampiri kakaknya itu, namun tarikan ringan dipundaknya menghentikan niatannya. Banri menggeleng lemah kepada Riku tanda bahwa ia tidak menyetujui tindakan Riku.

Sinar kebahagiaan di wajah riku sirna karenannya, pundaknya merosot lemah. Banri sebenarnya tidak tega melihat wajah sedih Riku, tetapi apa boleh buat, ia tidak akan membiarkan Riku bertindak ceroboh dan akan berakibat buruk baginya.

Riku kembali menatap jalanan di depannya tetapi dengan tatapan kosong dan senyum getir.
Lewatlah rombongan itu didepan Riku dan Banri, tak sengaja tatapan Riku dan Tenn bertemu. Tenn menatap Riku dengan tajam dan dingin. Tubuh Riku menjadi beku karena tatapan yang dilemparkan kepadanya.

Banri menarik kembali pergelangan tangan Riku untuk meninggalkan kerumunan orang di pinggir jalan. Riku tetap diam tidak mengatakan satu patah katapun kepada Banri. Banri melepaskan tangan Riku setelah mereka berhenti di tempat yang sepi. Menghela nafas pelan, Banri berkata
"Riku... Maukah anda bergabung dengan kami untuk menjaga gerbang?"
Riku tidak menjawab pertanyaan Banri, ia masih ragu-ragu untuk menerima tawaran itu.

"Mengapa anda ragu-ragu, bukankah anda adalah penjaga gerbang yang sesungguhnya?" tanya Banri yang penasaran dengan keheningan Riku. Riku menggelengkan kepalanya pelan, tangannya mengepal di depan dadanya. Senyuman sendu juga terbit di wajah lelahnya.
"Aku tak bisa bergabung... Karena aku tak pantas menjadi salah satu 'suara gerbang' apalagi menjadi sang penjaga gerbang " Kata Riku dengan lemah.
Banri menggelengkan kepalanya dan tangannya berada di kedua pundak Riku. Tatapannya menuju Riku yang sedang menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Tidak! Anda adalah penjaga gerbang yang sebenarnya. Yang akan menjaga dan menyelamatkan kota ini dari musim dingin yang selalu datang tanpa berhenti! Anda-"
"Bagaimana bisa aku menyelamatkan kota ini, sedangkan aku saja takut untuk mendekati gerbang itu! "

Banri terkejut dengan teriakan Riku, tangan yang berada di kedua pundak Riku ia lepaskan. Pundak Riku naik turun karena ia menahan emosi yang memenuhi rongga dadanya. Tangannya ikut mengepal.
"Aku... Sama sekali tidak pantas menjadi sang 'penjaga' . Lagipula... Ada orang yang lebih pantas untuk mengantikanku kan? "

Keheningan menguasai suasana, tidak ada yang membuka suara. Hanya terdengar deru nafas dan teriakan para rakyat yang mengelu-elukan rombongan itu.
"Baiklah. Ini adalah keputusan anda. Tetapi anda bisa memikirkan, bagaimana nasib para warga kota. Waktu kita tidak banyak Riku. Bila kita terus membiarkan gerbang itu, maka bisa saja kota ini membeku dan hilang tanpa bekas" jelas banri yang tetap membujuk riku.

Riku tetap membisu dan menundukkan kepalanya, ia tak berniat menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Banri.
Melihat Riku yang sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaannya.
"Riku... Bila kamu seperti ini, maka ayah dan ibumu akan menjadi sedih. Mereka menaruh harapan yang besar kepadamu. Dan juga... Jangan kecewakan nenekmu yang sudah tenang disana"

Riku segera mengadahkan wajahnya, ia melebarkan bola matanya dengan ekspresi terkejut yang sangat terlihat.
Tetapi segera ia sembunyikan dengan raut wajah tak terbaca.
"Kamu bisa memilih, antara tetap egois dan membiarkan kota ini hilang tak berbekas atau memilih bergabung bersama kami untuk menyelamatkan dan melindungi kota ini"
"Tapi... Aku tidak bisa melakukannya, gerbang itu sangat menakutkan bagiku, aku-"

"Kau bisa bergabung menjadi salah satu 'suara gerbang' Riku. Saya sangat memohon kepadamu, Tolong... Tolong selamatkan dan lindungi kota ini. Kehidupan kota ini hanya bergantung padamu!"
Banri membungkuk dalam setelah mengatakan kalimat itu. Riku segera menyuruh Banri untuk menegakkan badannya. Akhirnya Riku menganggukkan kepalanya pelan, Banri tersenyum lega karena Riku mau bergabung bersamanya.

"Tapi bolehkah aku meminta satu permintaan kepada anda? " tanya Riku
"Tentu saja. Saya akan berusaha memenuhinya" kata Banri dengan  keyakinan disuaranya.

"Rahasiakan bila aku adalah 'Sang penjaga' dan nama keluarga 'Nanase' ku? "
Banri ingin menyela tapi segera dipotong oleh kata-kata Riku
"Aku sangat meminta tolong kepada anda. Karena disana ada orang yang sudah mengantikanku dan lebih pantas untuk memegang posisi ini. Bisakah anda melakukan permintaan kecilku ini? "

Raut tak rela terlukiskan dengan jelas namun ia tetap menyanggupi permintaan Riku. Riku tersenyum senang karena permintaannya dapat dikabulkan.
"Jadi maukah Riku ikut bersamaku ke tempat perkumpulan kami. Disana sudah berkumpul para 'Suara gerbang' dan kakak anda yang menjadi 'Sang penjaga'. Anda akan dilatih kembali sebentar sebelum siap untuk menghadapi gerbang nanti. Saya akan berusaha untuk menghilangkan sedikit ketakutan anda dengan gerbang itu."
Riku kembali tersenyum. Hatinya menghangat karena masih ada yang peduli dengannya.

"Baiklah. Aku bersedia menjadi salah satu 'Suara gerbang' " jawab Riku dengan semangat juga senyuman yang terbit di wajahnya, banri juga ikut tersenyum karenanya. Tangannya telulur mengacak gemas rambut merah Riku. Merekapun tertawa bersama di bawah guyuran salju, tak memperdulikan dinginnya udara yang semakin menyelimuti.

'Semoga dengan tanganku ini, aku bisa melindungi kota ini. Ayah, ibu, nenek tolong doakan dan dukung aku dari sana ya! '

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro