Side Story: Isabella, Sang Vampir Penyendiri
Author's Note:
Halo, masih bersama co-author di seri ini, Diky. 🤣
Sebelum masuk ke cerita utama, ane selipin sedikit side story salah satu karakter cewek di sini, Isabella. Sebenarnya ini tulisan dari si empunya seri, Dimas Nurrahman Pratama. Tapi karena ada sedikit cerita yang gak sreg di bagian akhir, jadinya saya ubah lagi. 🤣✌️
Tanpa banyak basa-basi, langsung aja ke ceritanya. Enjoy the story. 😁🙏
- - - - -
Mulut Isabella menguap tanpa henti. Rambut berantakan dibiarkan mengambang begitu saja. Rambut berwarna abu-abu lurus dengan mata berwarna merah darah. Tatapan tajam diarahkan pada sebuah pintu besi yang dipenuhi [Prison Barrier]. Baju piyama putih tipis, memperlihatkan lekukan tubuhnya dan dua bukit kecil. Tidak ada pertumbuhan berarti dari tinggi badan hingga berat badannya.
Telapak tangan kiri menguap memperlihatkan gigi taring bagian atas dan bawah. Sentuhan sihir berwujud lingkaran. Tulisan rune di tengah-tengah mengalirkan listrik cukup besar. Tetapi serangan tersebut tidak berhasil menghancurkannya dari dalam.
“Sudah kuduga aku akan dikurung … tapi tidak kusangka si bodoh itu akan melakukan segala cara untuk menyingkirkanku … benar-benar bodoh."
Isabella menggerutu setiap kali menyebutkan si bodoh dalam bahasa vampir. Dia beranjak dari kasur tebal, membuka gorden jendela merah. Sinar rembulan malam hari ¾ terpancar. Tatapan dingin dari bola mata merahnya. Membalikkan badan ke dinding. Suara tembakan tidak berhasil menghancurkannya. Orang-orang pasti berpikir bahwa Isabella tidak akan bisa keluar dari kamar tidurnya. Rambut perak panjang diikat berkuncir kuda, mengedipkan sebanyak dua kali. Kemudian, dia menengok lemari pakaian di sampingkanan serta menara jam berukuran mini. Pendulum terbuat dari emas berayun secara horizontal. Jam masih menunjukkan pukul 01.30 dini hari.
Tiba-tiba, Isabella mendengar suara Langkah kaki dari luar. Jumlahnya ada lima orang. Meyakini masuk ke dalam kamar pribadi Isabella.
“Haruskah aku menyapa mereka?” gumam Isabella.
Namun, Isabella bergumam panjang. Sedang memikirkan sesuatu, menengok suara lonceng berbunyi dari luar. Sangat disayangkan bahwa gedung tua itu hanya dijadikan sebagai tanda peringatan. Dari segi infrastuktur saja bisa dipermak layaknya bangunan modern. Tetapi ras vampir tidak peduli dengan hal semacam itu. Malahan, mereka akan terus terpaku untuk membangun peradaban mereka sendiri. Termasuk keluarga darah murni Bloodbound.
Suara ketukan terdengar dari luar. Ketukannya cukup keras, hingga Isabella mendengar dengan jelas. Kedua alis dia turun serta kerutan kening nampak jelas.
“Nona Isabella, ini saya—”
“Ganggu orang tidur saja. Bukankah sudah kubilang itu tidak ingin dibangunkan malam-malam begini,” potong Isabella.
“Tapi—”
“Pasti kalian bertindak atas nama kakakku bukan?”
“Soal itu—”
Lidah berdecak dari bibir Isabella. Membuang muka karena sudah menebak dengan mudah. Tetapi reaksi yang terpancar Isabella merupakan sebuah kejengkelan terhadapnya. Seakan-akan dia takut bahwa dirinya akan mengambil alih Bloodbound. Nyatanya, ayah mereka Castor mewariskan seluruh harta dan kekayaan jatuh pada Isabella. Tetapi, kakak Isabella bernama Nico tidak menerimanya. Beberapa hari setelah kematian ayah mereka, Nico melancarkan kudeta. Yaitu mengurung Isabella dan menguasai sendirian. Bahkan, istri dan anak-anak mendapatkan cipratan oleh mertua dan cucunya.
Oleh sebab itulah, Isabella mengikuti permainan dari Nico. Toh tidak ada gunanya melawan karena dia benar-benar bodoh, keluh Isabella dalam hati. Suara mulai membisu dari luar. Isabella mengerutkan kening lebih lama. Berjalan pelan menghampiri penjaga di luar.
“Kenapa diam saja? Apa kalian takut sama kakakku Nico?” tebak Isabella.
“Y-ya. Itu benar! Jika kami melawan, maka—”
“Keluarga kalian akan dibunuh oleh mereka bukan?” tebak Isabella.
Lagi-lagi tidak ada jawaban dari mereka. Isabella menghela napas, berbalik badan menuju ruang pakaian. Dia mengecek pakaian apa yang pantas untuknya. Dari atas sampai bawah, tidak ada yang menarik. Sorotan mata tertuju pada gaun gotik berwarna hitam dengan tali renda putih. Isabella mengambil pita berwarna merah, diikat hingga kencang.
“Begini saja. Kalian lebih baik berpura-pura mati di tanganku. Aku anggap kalian tidak berontak nantinya,” usul Isabella bernada santai.
“Berpura-pura mati Anda bilang?”
“Tawaran yang tidak buruk bukan? Lagipula, tindakan kakakku telah menodai keluarga Bloodbound. Apa kau tahu alasannya kenapa Ayah menyerahkan semua padaku?”
Isabella hendak menjawab. Tetapi, di belakang dia terdapat puluhan spirit berwarna hitam. Menyusup dengan entengnya. Tanpa wajah menyisakan mata melebar, menyala-nyala dalam kobaran api. Senyum tipis dari bibir Isabella, menoleh pada kamar pribadinya. Sebuah jentikan jari, sebuah hempasan angin bercampur dengan angin. Terjadilah sebuah ledakan dalam volume besar. Melelehkan kamar pribadinya. Termasuk spirit berwarna hitam. Isabella melompat dari lantai paling atas, terjun bebas. Muncullah sayap berbentuk kelelawar. Dia mendengar suara jeritan dari anak buah Nico. Mereka berteriak meminta tolong, termasuk pada Isabella. Jeritan itu melengking hingga indera pendengaran dia terganggu. Sayangnya, Isabella mengabaikan teriakan mereka. Lidahnya menjulur serta basahi permukaan bibir. Isabella yakin bahwa Nico akan mencari dirinya sampai dia dapat.
“Untuk saat ini, aku kembali ke istana lama Ayahku untuk istrahat. Kuharap tidak ada orang yang mengejarku nanti."
Dari kejauhan Isabella melihat dua bola cahaya keemasan melayang di tengah gelapnya langit malam. Namun siapa sangka, dalam hitungan detik saja benda tersebut melesat dengan sangat cepat melewati gadis vampir itu. Dalam sekejap jantungnya seakan ingin berhenti seketika karena panik, lalu ia mendadak berhenti dan terbang secara statis di angkasa.
"Sialan! Hampir saja benda itu mencelakaiku!" umpat Isabella melampiaskan amarah dalam hatinya. Namun, ia merasa ada hawa kehidupan dari dua cahaya misterius tersebut saat melewati dirinya. Terdorong rasa penasaran, gadis itu langsung terbang dengan kecepatan tinggi dan mengejar benda asing itu.
Isabella terus terbang mengikuti dua bola cahaya emas tersebut, yang mengarah ke kepulauan barat daya tempat kekuasaan ras manusia setengah kucing (yang sering disebut Cathuman) berada. Gadis vampir itu perlahan memperlambat laju terbangnya karena teringat, hubungan antara ras vampir dan manusia setengah kucing tidak begitu harmonis. Isabella memutuskan agar memutar balik dan kembali ke istana milik ayahnya untuk beristirahat.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro