021: Duka Mendalam (Bagian 2)
Cassandra mengangguk sesaat lalu menambahkan, "Tuan Diky benar. Mereka tidak boleh dibiarkan begitu saja!"
Rosalinda hanya bungkam dan menatap anak-anak yang berebut makanan, hingga membuat kegaduhan di sekitar ruangan. Rosalinda menarik napas dalam lalu berujar dengan nada kesal. "Bagaimana caranya kita bisa keluar dengan penjagaan ketat dari vampir-vampir sialan itu?!"
Diky bersedekap lalu menjawab, "Aku akan membuka portal magis yang langsung menuju desa. Jadi, kita tidak perlu keluar dari tempat ini."
Seketika Rosalinda tertegun, diikuti oleh para Cathuman cilik yang berhenti bertengkar. Salah satu dari mereka, Cathuman wanita yang berusia kurang lebih sekitar delapan tahun, mendekati Diky dengan mata yang berbinar. "Apa Tuan bisa sihir? Aku benar-benar ingin melihatnya!"
Diky sempat menggaruk kepalanya karena merasa canggung. Ia sama sekali tidak menyangka, apa yang dikatakannya justru menarik perhatian para Cathuman cilik itu. Karena tidak kunjung melihat sihir, gadis Cathuman kecil tersebut merengek dan berkata, "Ayolah, Tuan! Aku benar-benar mau melihat sihir!"
Diky sempat menolak dengan alasan sihir miliknya itu terlalu berbahaya. Namun tak hanya gadis Cathuman kecil itu saja, semua anak-anak manusia setengah kucing lainnya merengek bersamaan karena ingin melihat sihir secara langsung. Merasa tak ada pilihan lain, Diky menghela napas dalam lalu menengadahkan tangan kirinya sambil mengerahkan tenaga sihirnya. Tak lama berselang, muncul air yang memancur deras dari telapak tangan lelaki itu hingga membuat anak-anak Cathuman bertepuk tangan karena kagum dan kegirangan.
"Wow! Baru kali ini aku melihat sihir secara langsung! Tuan benar-benar sangat hebat!" ucap Cathuman wanita kecil pertama.
Rosalinda yang tak percaya menunjuk Diky dengan tatapan membelalak. "Kau… Kau bisa menggunakan sihir?!"
Diky hanya mengangguk sesaat. Dalam sekejap ia menghentikan pancuran air di tangan dengan cara menutupnya, lalu diikuti sorak riuh dari para Cathuman cilik karena merasa kagum. Diky menoleh ke arah Rosalinda dan berkata, "Jadi, apa kau percaya padaku sekarang?"
Rosalinda hanya mengangguk lemah, namun dengan wajah yang masih tampak tercengang. Kemudian Cassandra angkat bicara. "Ayo, Tuan Diky. Kita harus kembali ke Wianfield secepatnya."
Seketika Diky mengangkat sebelah alisnya setelah mendengar nama asing yang diucapkan Cassandra sebelumnya. "Wianfield? Apa itu?"
Cassandra menepuk keningnya untuk sesaat lalu menjawab, "Itu adalah nama desaku tinggal. Maaf Ayah lupa memberitahumu."
"Ah, jadi begitu rupanya," kata Diky sembari mengangguk pelan beberapa kali. Tak mau menyia-nyiakan waktu, ia merentangkan tangan kirinya ke samping dan mengerahkan tenaga sihirya. Dalam sekejap terbuka lubang portal hitam tak jauh dari lelaki tersebut.
"Kalian cepat masuk. Aku sudah membuka jalan untuk tiba ke Wianfield."
Rosalinda meminta anak-anak Cathuman untuk masuk ke dalam portal. Meski sempat merasa takut, Diky meyakinkan mereka jika portal sihirnya itu aman. Tak lama berselang, Rosalinda beserta para manusia setengah kucing cilik itu pun langsung masuk.
Melihat Diky yang masih bergeming, Cassandra dengan ekspresi keheranan bertanya, "Kenapa Tuan tidak masuk?"
"Jika aku masuk duluan, kau pasti akan tertinggal. Apa kau mau tinggal di sini sendirian?" jawab Diky datar.
Refleks Cassandra menggeleng karena merasa terkejut. "Makanya, kau cepat masuk. Aku akan menyusul belakangan."
Cassandra mengangguk pelan lalu memasuki portal sihir, diikuti oleh Diky setelahnya. Hanya dalam hitungan beberapa detik saja, mereka beserta Rosalinda dan para anak-anak Cathuman kini tiba di Wianfield, lebih tepatnya di depan rumah Tetua Desa.
Dimas yang tampak sedang duduk santai di kursi teras langsung mendekat dan berkata, "Oh. Jadi kamu sudah kembali, Diky."
Diky hanya menghela napas lalu bersedekap dengan raut yang tampak kesal. "Aku terkesan dengan sikapmu yang santai, walau dalam keadaan genting seperti ini."
Dimas hanya tercengang karena tak tahu apa-apa. "Apa maksudmu? Aku benar-benar tidak mengerti."
Diky menceritakan semua yang terjadi, baik saat kematian Mark dan juga keadaan para anak-anak Cathuman. Dimas seketika terkejut bukan main, karena tidak menyangka keadaannya justru sangat serius. Dengan raut wajah yang masih terguncang ia berkata, "Ya ampun. Sepertinya kita harus meminta bantuan pada Pak Thomas."
Diky hanya mengangguk pelan untuk mengiyakan. Tiba-tiba Thomas keluar dari rumah dan langsung menghampiri kedua manusia tersebut. "Oh, ternyata Anda sudah kembali. Ngomong-ngomong, siapa anak-anak itu?"
"Mereka adalah anak-anak dari Amberhorn yang berhasil diselamatkan oleh Rosalinda," jawab Diky serius.
"Memangnya apa yang sudah terjadi di sana?" tanya Thomas lagi.
Diky menceritakan apa yang terjadi kepada anak-anak Cathuman tersebut. Seketika Thomas menunjukkan ekspresi geram di wajahnya dan berujar, "Kurang ajar vampir-vampir sialan itu! Ini sudah benar-benar tidak bisa dimaafkan lagi!"
Diky menoleh ke arah Rosalinda. Di bawah naungan sinar bulan yang kontras dengan langit malam, ia kembali menangis karena masih belum bisa menerima kematian Mark tepat di hadapannya. Beruntung, Cassandra dengan sigap memeluk gadis Cathuman itu untuk menenangkan suasana hatinya.
"Sepertinya kita bicarakan besok, Pak Thomas. Malam semakin larut," ucap Diky.
Thomas mengusulkan agar membawa para anak-anak ke dalam, mengingat udara malam semakin dingin. Diky dan Dimas dengan sigap menuntun mereka untuk memasuki rumah Tetua Desa Wianfield dan memintanya untuk beristirahat. Sedangkan Cassandra masih menenangkan Rosalinda yang terus menangis dan tak ada tanda-tanda akan berhenti dalam waktu yang dekat.
"Ikut aku, Diky. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan," kata Dimas serius.
Diky hanya mengiyakan lalu mengikuti Dimas ke teras rumah. Dengan tatapan serius ia berkata, "Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?"
Diky bersedekap lalu menarik napas dalam."Aku masih belum tahu rencana kita saat ini. Sejujurnya saja, keadaan Amberhorn jauh lebih rumit dari yang kukira."
Dimas hanya menggaruk kepalanya. Dia juga merasa bingung mengingat semua yang terjadi di luar perkiraannya. Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah Thomas dan Cassandra yang masih menenangkan Rosalinda. Dalam hatinya, Dimas merasa simpati pada Cathuman wanita itu yang telah kehilangan seseorang yang mungkin saja ia cintai.
"Lebih baik kita bicarakan lagi besok saja. Sekarang aku benar-benar lelah," kata Diky mengalihkan topik pembicaraan, lalu merebahkan tubuhnya ke kursi kayu panjang.
Dimas hanya mengangguk mengiyakan. Ia merasa pikirannya masih berkecamuk, sehingga tak ada apapun untuk dibicarakan. Tak berselang lama, Thomas beserta Cassandra dan juga Rosalinda bergegas masuk mengingat malam semakin larut. Tetua Desa Wianfield itu menyarankan Dimas untuk tidur di dalam. Namun, Dimas menolak secara halus karena penuh oleh anak-anak Cathuman.
***
Perlahan mentari mulai terbit dari ufuk timur, menggantikan bulan yang perlahan mulai terbenam. Diky yang terbangun lebih dahulu langsung bangkit dan duduk di kursi. Setelah melakukan sedikit gerakan peregangan, ia berjalan meninggalkan Dimas yang masih tertidur dengan lelap.
Diky menikmati pemandangan desa yang masih asri, lengkap dengan angin pagi yang menyegarkan mengisi paru-parunya. Untuk membuang waktu, ia memutuskan untuk berjalan-jalan sendirian. Dia menyusuri jalan setapak dengan rumah yang masih memiliki taman asri di kanan dan kirinya. Dalam perjalanannya, lelaki itu bertemu dengan beberapa Cathuman yang mulai beraktifitas. Ada yang ingin berangkat ke ladang sembari membawa cangkul, dan ada juga yang pergi berburu dengan senapan di tangan.
Tak terasa 30 menit berlalu dengan cepat. Merasa cukup jauh berjalan, Diky memutuskan untuk kembali ke rumah Tetua Desa. Setibanya di sana, ia melihat Dimas yang sedang duduk santai di kursi teras, pertanda ia sudah bangun dari tidurnya.
"Oh, dari mana saja kamu? Aku bangun tahu-tahu kamu sudah tidak ada," ucap Dimas.
"Aku hanya berkeliling saja," jawab Diky singkat.
Dimas menoleh ke arah pintu dan berkata, "Apa Pak Thomas dan yang lain sudah bangun, ya? Aku tidak enak mengganggu anak-anak yang masih tidur."
Diky hanya mengangkat bahu. "Entahlah. Bagaimana kalau kita keliling dulu sampai mereka bangun?"
Dimas tersenyum dan menjawab, "Boleh juga. Aku juga tidak mau mengganggu mereka."
Diky dan Dimas beranjak meninggalkan rumah. Mereka menyusuri jalan sembari menikmati pemandangan pedesaan yang masih asri. Sama seperti sebelumnya, dua lelaki itu bertemu dengan beberapa Cathuman yang memulai aktivitasnya masing-masing. Terdapat Cathuman yang diperkirakan berusia sekitar 40 tahunan berjalan membawa kantung kertas berisi makanan. Begitu juga tampak beberapa Cathuman berusia sekitar delapan tahun berlarian dengan riang gembira melewati Diky dan Dimas, sangat kontras dengan kondisi anak-anak yang ditemui di Amberhorn.
"Aku benar-benar merasa kasihan pada anak-anak Amberhorn. Tidak seharusnya mereka mengalami kekejian seperti itu," gumam Dimas dengan wajah sayu.
Diky mengangguk lemah dan berkata, "Kau benar. Kita harus membebaskan Amberhorn secepat mungkin."
Dimas melirik Diky yang berada di sampingnya dan bertanya, "Jadi, apa kita harus menyerang vampir-vampir itu sekarang?"
"Aku rasa itu bukan ide yang bagus. Apa kau lupa, persenjataan kita tidak sanggup mengimbangi para bajungan itu," kata Diky datar.
Dimas menghela napas panjang lalu menggaruk kepalnya. "Oh, benar juga. Aku benar-benar lupa."
Seketika sebuah ide terlintas dalam pikiran Diky. "Bagaimana jika kita curi senjata berikut amunisi bajingan itu terlebih dulu?"
"Ooh, boleh juga idemu itu," ucap Dimas antusias.
"Sepertinya aku harus menanyakan keadaan Amberhorn pada Rosalinda dulu. Aku yakin dia tahu banyak," kata Diky.
- - - - -
Author's Note
Halooo. Masih bersama dengan Diky, co-author dalam seri ini. 😊🙏
Untuk ke depannya Navanea, 300 Years After akan pindah ke Karyakarsa. Untuk bab pertama masih gratis, sedangkan bab selanjutnya berbayar. Soalnya ini ide main author seri ini, Dimas Pratama. Moga aja sih bisa dapat pemasukan tambahan. Hehe. 🤣🗿
Satu lagi. Untuk Wattpad, saya akan lebih fokus ke original story saya, Utusan Kristal Suci. Jadi, stay tuned yoo. 🤣🗿
Segitu aja dari saya. Sampai bertemu lagi. papaiii. 🤣👋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro