Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

014: Terkuaknya Sebuah Misteri

Hari telah berganti setelah pesta meriah semalam. Di tengah ruang tamu rumah milik Ketua Desa, Diky yang bangun terlebih dahulu mencoba membangunkan Dimas dengan cara menggoyangkan tubuhnya. Namun, ia sama sekali tak bereaksi karena masih terbuai dalam alam mimpi. Kesal, Diky menggunakan sihir air lalu menyemprotkannya tepat ke wajah Dimas sehingga membuatnya seketika terbangun.

"Hei, ada apa?" ketus Dimas kesal.

"Itu salahmu sendiri. Habisnya kau sangat susah untuk dibangunkan," balas Diky dengan seringaian jahil.

Dimas duduk lalu menyeka wajahnya yang masih basah, sedangkan Diky beranjak bangkit lalu melakukan sedikit peregangan. Setelah itu mereka langsung membereskan kasur lantai yang digunakannya tidur semalam. Karena sang ketua desa masih belum bangun, dua lelaki itu hanya bisa duduk santai di sofa.

"Apa rencanamu hari ini, Diky?" tanya Dimas memulai pembicaraan.

Diky bersedekap lalu menempelkan tangan ke dagunya. "Hmm, sepertinya kita harus kembali ke perkemahan."

"Ah, begitu. Padahal aku harap bisa tinggal di sini lebih lama lagi," keluh Dimas.

Tiba-tiba Diky mengangkat sebelah alisnya dan berujar, "Oi, bukannya itu bisa merepotkan Ketua Desa dan juga keluarganya?"

Dimas hanya menghela napas sembari menggaruk kepalanya. "Yah, memang benar. Tapi, kurasa kita tidak bisa terus-terusan tinggal menyendiri."

Diky hanya bersedekap dengan wajah serius. Memang benar, dia dan sahabatnya terkadang mengalami kesulitan jika hanya tinggal berdua saja. Selain terus saling bahu-membahu untuk dapat bertahan hidup, terkadang ia ingin bersosialisasi dengan orang lain. Namun di sisi lain, Diky merasa tidak enak jika terus merepotkan Ketua Desa dan juga putrinya, Cassandra, mengingat dua lelaki itu bukanlah berasal dari ras manusia setengah kucing.

Seketika suasana berubah hening. Baik Diky maupun Dimas hanya bisa bungkam tanpa kata. Dua pria itu terus memikirkan apa yang harus dilakukan ke depannya. Apakah mereka harus meminta izin untuk tinggal bersama para manusia setengah kucing, atau kembali ke perkemahan meski harus berjuang susah payah untuk bertahan hidup?

Tiba-tiba pintu yang mengarah ke dalam terbuka dan mendapati Thomas, sang Ketua Desa, masuk dan menyapa Diky dan Dimas. "Oh, jadi kalian sudah bangun, ya?"

Dimas refleks mengangguk pelan lalu tersenyum. "Oh, iya, Pak. Selamat pagi."

Thomas hanya terkekeh melihat reaksi dari Dimas barusan. "Sudahlah, kalian tidak perlu formal begitu."

Dimas hanya tersenyum canggung sembari menggaruk kepalanya. "Itu sudah jadi tradisi di tempat kami berasal, Pak Thomas," kata Diky buka suara.

Thomas mengangguk pelan dan tersenyum. "Ah, begitu rupanya. Ternyata perilaku manusia benar-benar sangat berbeda dari kami."

Tanpa pikir panjang, Diky memberitahu bahwa dia dan Dimas tidak berasal dari dunia ini. Diky juga menambahkan, bahwa dia dan sahabat masa kecilnya itu sudah dua kali berpindah alam, yakni dari Bumi ke Eoggavar lalu ke dunia ini yang belum ia ketahui namanya. Apa yang didengar Thomas barusan tak pelak membuatnya tercengang untuk beberapa saat.

"Ja-jadi, kalian ini..., bukan orang asli Navanea?" tanya Thomas yang masih tak percaya.

Diky hanya mengangguk pelan. Kemudian pria itu menceritakan segala pengalaman sewaktu berpindah ke Eoggavar, baik kala bertualang untuk menghadapi monster di sana dan juga ketika dirinya mengalahkan Farus, Dewa Penguasa Kegelapan. Lalu pada akhirnya, dia dan Dimas dapat hidup dengan damai hingga akhir hayatnya di Eoggavar.

"Berarti, cahaya keemasan malam itu ternyata kalian?" gumam Thomas yang masih tercengang.

Diky hanya mengangkat sebelah alisnya lalu berusaha menggali informasi lebih lanjut. Menurut Thomas, saat berburu kala malam itu dia tak sengaja melihat dua cahaya keemasan terbang di tengah gelapnya langit. Benda tersebut terus melesat kemudian terjatuh di pulau lain dekat desanya. Tidak cukup sampai situ, manusia setengah kucing paruh baya tersebut menirukan bisikan seorang wanita yang ia dengar tak lama setelahnya.

"Jagalah dua manusia itu. Mereka adalah satu-satunya harapan kita untuk mencegah Navanea dari kehancuran."

Sontak Diky maupun Dimas tertegun untuk sesaat. Mereka sama sekali tidak menyangka akan dihadapkan oleh krisis yang serupa pada saat masih hidup di Eoggavar. Dimas pun angkat bicara karena hatinya terpancing oleh rasa penasaran. "Kalau boleh tahu, bencana apa yang akan terjadi di Navanea?"

Thomas hanya bisa menghela napas panjang dan menggeleng lemah. "Sayangnya, bisikan itu tidak terdengar lagi olehku. Meski aku bertanya apa yang ia maksud, tak ada jawaban darinya sama sekali."

Diky hanya bungkam. Pria itu bersedekap dan berpikir untuk sejenak. Ia memililiki firasat buruk, bahwa ada seseorang yang akan menimbulkan kekacauan untuk dapat menguasai Navanea, sama seperti Farus dan anak buahnya di Eoggavar.

Thomas hanya berdehem lalu tersenyum. "Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Bagaimana jika kita makan dulu saja?" tanyanya untuk mengubah topik pembicaraan.

Diky dan Dimas tersenyum dan mengangguk, seakan menyetujui ajakan tersebut. Sementara itu, Cassandra yang sedari tadi menguping dari balik pintu seketika berlari kembali ke kamarnya. Untuk mengelabui ayahnya, gadis itu langsung naik ke ranjang dan menarik selimut, seolah berpura-pura masih tidur. Rupanya dia sama sekali tidak menyangka, bahwa dua manusia yang ditemuinya tersebut rupanya berasal dari dunia lain.

Sementara itu Thomas masuk ke dalam untuk membangunkan putrinya, sedangkan Diky dan Dimas masih duduk santai di sofa. Dimas menoleh ke arah sahabat masa kecilnya itu dan berkata, "Hei, kenapa kamu malah memberitahu identitas kita?"

Diky hanya bersedekap dengan wajah serius, tanpa mengalihkan pandangan yang menatap lurus ke depan. "Setidaknya kita tahu bagaimana caranya kita bisa datang ke dunia ini."

Dimas menempelkan tangan ke dagunya dan berpikir sejenak.  Ia terus saja mengingat apa yang dikatakan oleh sang Ketua Desa sebelumnya, meski tidak ada jawaban yang memuaskan rasa penasarannya. "Hmm. Meski begitu, aku tidak tahu apa alasan kita dipanggil ke sini."

Sepintas Diky melirik ke arah Dimas dan berkata, "Kalau begitu, kita harus mencari informasi sebanyak mungkin."

Kemudian Diky dan Dimas berdiskusi mengenai kemungkinan yang akan menimpa mereka. Dimas merasa kepanggilannya ke Navanea sama seperti saat berpindah ke Eoggavar, yakni mengalahkan dewa jahat yang berusaha menguasai dunia. Diky pun merasa hal yang sama, meski merasa ada perbedaan yang sangat mencolok. Jika dilihat lagi, Navanea memiliki peradaban yang lebih maju, ditandai oleh senjata api yang dia temui sebelumnya. Jadi lelaki itu menyimpulkan, mungkin saja orang-orang yang mendiami dunia tersebut tidak menyembah dewa atau dewi tertentu.

Namun Dimas berpendapat, pasti ada seseorang yang ingin menguasai Navanea, meski tidak berstatus sebagai dewa. Setelah dipikir lagi, Diky pun sependapat dengan sahabat masa kecilnya itu. Mereka terus bertukar pikiran tentang bencana apa yang akan menimpa Navanea ke depannya. Tak terasa hampir setengah jam berlalu, Thomas masuk dan memberitahu keduanya bahwa makanan telah siap.

Di meja makan tersedia  roti lapis berisi daging dan ikan. Namun, Cassandra memilih menu yang berbeda, yakni roti lapis berisi sayur-sayuran. Di sela santap pagi, Diky beserta Dimas dan juga keluarga Thomas berbincang mengenai keadaan di Navanea. Tetua desa tersebut menceritakan sejarah kelam yang terjadi 300 tahun silam.

Ras vampir, elf dan malaikat bertarung melawan umat manusia karena tak tahan akan perlakuan mereka, yang menjadikannya sebagai budak. Seseorang bernama John Tirto datang bak malaikat untuk membantu umat manusia, sedangkan ada satu orang lain yang tak dikenal berhasil menyatukan ras lain dan membentuk Epitome Colony.

Perang terus berlanjut selama satu setengah abad lamanya. Namun, kemalangan menimpa umat manusia. John Tirto seketika menghilang bak ditelan bumi, sehingga pertempuran menjadi tidak seimbang. Epitome Colony dapat terus mendesak mundur umat manusia, yang seakan menjadi tak berdaya karena kepergian John Tirto. Hingga pada akhirnya Epitome Colony dapat memenangkan pertarungan dan menjadikan umat manusia sebagai budak. Para lelaki dipaksa bekerja membangun kota-kota yang telah hancur, sedangkan para wanita dijadikan sebagai budak nafsu para penduduk Epitome Colony.

Apa yang didengar barusan membuat Dimas geram, sampai-sampai menggebrak meja dengan keras. "Tidak bisa diampuni! Tega-teganya Epitome Colony memperlakukan wanita serendah itu!"

Thomas sedikit tersentak lalu menghela napas panjang. "Tidak bisa dipungkiri, Epitome Colony merasa umat manusia pantas menerima semua itu."

"Tetap saja, wanita tidak sepantasnya diperlakukan seperti itu!" ujar Dimas bersikeras.

Diky mengangguk pelan dengan ekspresi yang lebih tenang. "Saya setuju dengan Dimas. Setidaknya Epitome Colony harus membuat kesepakatan terlebih dahulu, bukan bertindak seenaknya sendiri."

Thomas hanya menghela napas panjang. "Sayangnya kami, ras Cathuman, tidak bisa berbuat banyak. Kami sudah bersumpah untuk bersikap netral dan tidak ikut campur dengan Epitome Colony."

Seketika suasana berubah canggung. Tidak ada satu orang pun yang berbicara dan meneruskan santapan paginya. Tuntuk mencairkan suasana Cassandra berucap pada dua manusia tersebut. "Umm, jika berkenan, Tuan-Tuan sekalian bisa tinggal di desa ini."

Tiba-tiba Diky berhenti menyantap makanannya dan berpikir sejenak. Dimas menatap sahabatnya itu, seakan memberi isyarat agar memberi jawaban. "Hmm, aku hargai itu. Tapi, aku tidak mau terus merepotkan kalian."

Thomas menggeleng pelan lalu buka suara. "Kami tidak merasa kerepotan. Justru saya sangat senang jika keluarga ini kedatangan orang hebat seperti kalian."

Dimas mendesak Diky untuk memberi jawaban. Setelah berpikir sejenak ia pun akhirnya menerima ajakan tersebut. Namun, tiba-tiba pintu utama diketuk keras oleh seseorang, hingga membuat semua orang terkejut. Cassandra refleks menghampiri sumber suara dan membukakan pintu. Tampak seorang Cathuman (manusia setengah kucing) berusia sekitar 20 tahunan sedang mengatur napasnya yang terengah-engah.

"Ada apa? Kenapa kau terlihat ketakutan begitu?" tanya Cassandra.

Setelah sedikit merasa tenang Cathuman muda itu menjawab, "Gawat! Orang-orang Epitome Colony menyerang kita dari laut!"

Sontak Thomas, Cassandra, Diky dan Dimas seketika tercengang. Mereka sangat yakin bahwa terjadi ancaman serius, yang mungkin saja lebih besar dari sebelumnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro