Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

005: Krisis Awal

"Kau ini memang anak yang tak berguna!"

"Lihat kakak sepupumu, dia selalu mendapat peringkat pertama. Tidak sepertimu, anak bodoh!"

Diky seketika membuka kedua mata dan langsung beranjak bangkit. Namun, tatapan tajam diiringi napas yang berat karena isi hatinya terbakar amarah. Mimpi buruk semalam ternyata membangunkan pemuda itu dari tidurnya. Ia seketika mengingat masa kecilnya yang kelam. Setelah ayah dan ibunya meninggal, Diky selalu mendapat diskriminasi dari paman dan bibinya.

Diky sekilas melirik Dimas yang masih terbuai oleh mimpi. Tidak ingin membangunkan sahabatnya itu, dia beranjak meninggalkan tenda. Langit gelap yang masih membumbung disertai angin malam dingin yang menusuk membuatnya menggigil. Diky langsung menyusun kayu bakar lalu menyalakan api unggun dengan bantuan sihir miliknya. Lelaki itu langsung duduk untuk menghangatkan diri.

Diky hanya menatap kobaran api yang bergoyang mengikuti arah angin dengan pandangan kosong. Mimpinya semalam terus terngiang dalam benak lelaki itu. Bagaimana tidak, dia selalu dianggap anak yang tidak berguna karena tidak pernah mendapat prestasi bagus selama sekolah. Tidak hanya itu saja, lelaki tersebut masih ingat ekspresi jijik dari paman dan bibinya.

Selang beberapa saat, Dimas ikut terbangun. Mendapati sahabatnya tidak ada, lelaki itu langsung menyusul Diky yang sedang duduk melamun di dekat api unggun. Dimas menepuk bahunya sambil berkata, "Ternyata kamu di sini. Aku kira -" Lamunan yang seketika buyar membuat Diky terkejut bukan main. Dengan refleks dia menoleh ke arah Dimas dan menyela ucapannya.

"Sialan! Kau membuatku kaget saja," ujar Diky dengan sorot mata tajam.

Dimas spontan berjalan mundur dengan wajah tercengang. Ia sama sekali tidak menduga ekspresi sahabatnya itu penuh dengan amarah. "Eh, ma-maaf. Aku tidak bermaksud mengagetkanmu."

Diky tidak menghiraukan dan kembali menatap api unggun. Merasa ada yang tidak beres, Dimas duduk di sampingnya dan berkata, "Apa kamu ada masalah? Ceritakan saja padaku."

Diky hanya bungkam seakan tidak mengindahkan. Saat ini pikiran lelaki itu benar-benar kalut setelah mengingat masa lalunya yang kelam. Dimas yang merasa simpati menepuk bahu sahabatnya tersebut agar merasa lebih tenang. "Kalau ada masalah, jangan ragu-ragu untuk menceritakannya."

"Aku hanya mengingat perlakuan dua bajingan itu," gumam Diky dengan ekspresi datar.

Dimas mengangkat sebelah alisnya karena kebingungan. "Hah, siapa mereka?"

"Tentu saja orang tua angkatku," ujar Diky dengan tatapan tajam.

Dimas seketika mendelik. "Orang tua angkat? Apa mungkin ... Paman dan Bibimu?"

Diky hanya mengangguk lemah dan memijat keningnya. "Entah kenapa aku selalu teringat masa-masa sepeninggal Ayah dan Ibu."

Dimas langsung merangkul sembari menepuk bahu sahabatnya itu. "Apa yang terjadi di masa lalu biarlah berlalu. Kamu tidak boleh larut dalam kesedihan."

Diky mengangguk pelan. Dengan senyum kecil ia berkata, "Benar juga. Aku akan berusaha melupakannya, meski terkadang sulit."

"Apa perlu aku menjadi seorang badut untuk menghiburmu, Diky?" tanya Dimas sembari bergurau.

Diky hanya tertawa kecil, begitu juga dengan Dimas. Suasana muram berubah lebih cair di antara keduanya. Namun, dari balik sebuah pohon di kejauhan tampak seorang lelaki berjubah mengawasi mereka, lengkap dengan tudung yang menutupi wajahnya. Sosok misterius itu tertawa kecil dan bergumam, "Akhirnya, ketemu juga kau."

Sontak Diky menoleh ke tempat dimana sosok misterius itu berada. "Siapa di sana? Tunjukkan dirimu!"

Hening. Sama sekali tak ada jawaban dari lelaki tak dikenal itu. Diky mengambil kayu yang masih terbakar dan menghampiri sosok yang mengawasi dirinya. Namun, ia telah lenyap bak ditelan bumi. Diky masih tak habis pikir, bagaimana bisa seseorang mampu menghilang tak bersisa. Tidak sampai di situ, lelaki misterius barusan memancarkan aura sihir kegelapan yang sangat besar dalam dirinya.

"Ada apa, Diky?" tanya Dimas yang ikut menyusul.

"Aneh. Aku yakin ada seseorang di sini beberapa saat lalu," jawab Diky sembari mengarahkan obor kayu ke arah pohon.

"Aura barusan .... Apa mungkin dia salah satu Jenderal Kegelapan Farus?" ujar Dimas dengan nada khawatir.

Diky hanya menggeleng. "Aku rasa tidak. Dia bukan salah satu dari mereka, tapi ...."

Dimas mengangkat sebelah alisnya. Ia menjadi penasaran kenapa Diky tiba-tiba diam. "Hah, tapi apa?"

"Aku rasa aura ini sangat tidak asing bagiku. Tapi aku yakin, dia bukan salah satu dari empat Jenderal Kegelapan," ujar Diky serius.

Dimas menatap langit yang perlahan mulai terang, pertanda pagi akan segera menjelang. "Untuk saat ini, lebih baik kita lupakan saja. Bagaimana jika kita siapkan makan pagi saja?"

Diky hanya melirik sekilas dan berkata, "Ide bagus. Aku juga sudah lapar."

***

Dua jam kemudian Diky dan Dimas bahu-membahu merapikan gudang. Mereka menyadari stok makanan perlahan mulai menipis. Daging yang merupakan makanan pokok kini hanya tinggal sepertiga dari peti berukuran besar. Tidak hanya itu, sebagian roti mulai berjamur seiring munculnya bintik-bintik hijau.

"Bagaimana ini, apa stok makanan masih cukup untuk kita berdua?" tanya Dimas khawatir.

Diky melipat tangan dan berpikir sejenak. Memang benar jika belakangan ini ia dan sahabatnya belum sempat mencari makanan lebih, mengingat di sekitar tak ada tanda binatang berupa rusa untuk diburu. Kemungkinannya hanya satu, mereka harus memancing ikan di laut sebagai bahan makanan alternatif.

"Sepertinya kita harus membuat rakit dan memancing di laut lepas. Kita tidak punya pilihan lain."

Dimas menempelkan tangan ke dagu dan berkata, "Hmm, kalau begitu kita harus mengumpulkan kayu untuk membuatnya."

Diky refleks menunjuk sahabatnya sembari tersenyum sumringah. "Itu dia. Kau harus bantu aku."

Dimas hanya bisa menggaruk kepalanya lalu menghela napas panjang. "Haaah. Baiklah, baiklah."

"Mau bagaimana lagi. Kita harus saling tolong-menolong, bukan begitu?" ujar Diky dengan senyum menyungging.

Diky mengambil sebilah golok yang masih tersimpan dalam tenda, sedangkan Dimas menunggu di luar. Tak ingin berlama-lama, dua lelaki itu bergegas meninggalkan perkemahan. Setelah menembus lebatnya hutan, mereka berhenti sejenak dan memilih salah satu pohon di sekitarnya.

Namun, Dimas mengangkat sebelah alis dan bertanya, "Hei, bagaimana caranya kamu bisa menebang pohon dengan golok saja?"

Diky hanya tersenyum kecil lalu mencabut golok di pinggangnya. Tangan kiri pria itu mengeluarkan aura hijau, pertanda ia menggunakan sihir angin, lalu mengusapkannya pada bilah golok beberapa kali di kedua sisinya. "Tidak usah banyak tanya. Cukup lihat dan perhatikan saja."

Dimas hanya menggeleng. Ia masih tidak habis pikir, apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya itu? Namun, karena tidak ingin membuatnya terganggu, Dimas hanya bisa diam dan menyaksikan saja.

Setelah persiapan dirasa cukup, Diky berjalan menuju sebuah pohon berbatang besar. Dengan satu tebasan penuh tenaga, pohon tersebut langsung tumbang begitu saja oleh lelaki itu. Dimas hanya mendelik seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.

"Lihat, dengan sihir elemen angin pohon itu langsung tumbang. Aku yakin kau juga bisa melakukannya," ujar Diky dengan senyum penuh percaya diri.

Dimas langsung mengarahkan pandangannya pada golok yang dipakai sahabatnya itu. Ia kembali terperangah saat melihatnya dengan seksama. Tampak tidak ada sedikit pun goresan pada bagian bilahnya. Normalnya, sisi tajam senjata itu akan meninggalkan bekas retak setelah menghantam benda yang keras.

"Jangan hanya diam saja, Dimas. Kita harus cepat menyelesaikannya sebelum sore," ujar Diky dengan ekspresi datar.

Dimas sedikit tersentak karena lamunannya buyar begitu saja. "Eh, umm, baiklah. Maaf, aku hanya kaget saja melihatnya."

Seolah tidak ingin menyia-nyiakan waktu, Diky bergegas menghampiri pohon besar lain dan langsung menumbangkannya. Setelah dirasa cukup banyak, pria itu memotong bahan pohon menjadi beberapa bagian. Tak lupa juga ia membersihkan dahan dan ranting untuk kayu bakar. Sedangkan Dimas langsung membantu sahabatnya itu untuk menyusun kayu gelondongan yang akan digunakan untuk membangun rakit.

Tak terasa dua jam berlalu. Dua lelaki itu kini menyelesaikan pekerjaannya. Batang pohon yang berukuran besar tersusun rapi dalam tiga baris, beserta batang lebih kecil di dekatnya. Tidak hanya itu saja, dahan dan ranting yang telah terpisah dari daunnya pun tertumpuk rapi di jajaran lain.

Namun, Diky seketika jatuh terduduk dengan napas yang tersengal. Rupanya dia terus menggunakan tenaga sihir saat menebang pohon tanpa henti. Dimas refleks menghampiri dan memeriksa keadaan sahabatnya itu. "Diky, apa kamu baik-baik saja?"

Diky hanya mengangguk lemah. Ia menelan ludah agar membasahi kerongkongannya yang kering. "Aku hanya terlalu bersemangat saja. Tidak perlu khawatir."

"Sudahlah. Lebih baik kita sudahi dulu. Bukannya hari esok masih ada?"

Diky hanya mengangguk pelan dan tersenyum kecil. "Benar juga. Besok kita lanjutkan lagi."

Dari balik pohon di kejauhan, asap hitam mengepul dan memunculkan sosok pria yang sama seperti sebelumnya. Ia hanya berdiri menyandar dengan kedua lengan yang bersedekap ke dada. Namun, tak lama kemudian lelaki misterius itu mengeluarkan tawaan bernada jahat. "Dasar bodoh. Kau bisa kelelahan karena terlalu banyak menggunakan tenaga sihir."

Beberapa saat setelah mengawasi Diky dan Dimas di kejauhan, terdengar sebuah bisikan di telinga lelaki bertudung itu. "Cepat kembali. Kau selalu saja datang dan pergi seenaknya sendiri."

Pria tak dikenal itu hanya mendengus kesal lalu menurunkan tudung yang menutupi kepalanya. Ternyata dia memiliki wajah yang sama dengan Diky, namun dengan rambut ikal panjang dan luka sayatan di mata sebelah kanan.

"Sampai bertemu lagi, orang lemah," ucapnya dengan senyum menyungging lebar. Tiba-tiba kepulan asap hitam kembali muncul dan menyelimuti tubuhnya. Beberapa saat kemudian pria itu menghilang bak tertelan bumi.

- - - - -

Author's Note:

Halo. Masih bersama saya, Diky Erawan, yang jadi co-author di seri ini. 🤣✌️

Maaf, update sekarang masih bersambung ke sisi daratan. Soalnya adegan ini saya rasa masih berhubungan dengan bab sebelumnya. 🤣🤣

Next, bakal langsung ke sisi lautan. Tapi, gaya kepenulisannya jauh berbeda dari saya. Jadi, mohon dimangapkan (?). 🤣🙏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro