Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 029 - Still With Rosemary

Ps. Chapter ini mungkin akan terkesan menjijikan bagi beberapa orang.

***

Kupikir aku akan melihat tubuhku yang bersimbah darah.

Kupikir aku akan mampu melayang dan menembus dinding.

Tapi ....

... tidak.

Aku justru melihat hal sebaliknya.

Secara perlahan kesadaranku kembali pulih dan jantungku masih berdetak. Bahkan bisa kurasakan dengan sangat jelas.

Jesus.

Aku meneguk saliva saat tenggorokan terasa amat kering akibat terus berteriak.

Aku tidak tahu ini pertanda baik atau buruk, tapi ....

Tubuhku masih dalam posisi serupa; terikat pada kursi, bibir tertutup lakban, dan luka terbuka yang menyakitkan karena terkena udara bebas, serta ada beberapa bagian di tubuhku yang berdenyut nyeri seperti menghantam sesuatu.

Entahlah, aku tidak tahu pasti karena pikiranku benar-benar masih berkabut.

Kuharap si gila itu tidak menungguku sadar, hanya untuk kembali melakukan penyiksaan.

Rosemary duduk bersila membelakangiku. Dari yang terlihat, ia seperti menyantap sesuatu karena suara kunyahannya terdengar jelas dan hidangan tersebut memiliki aroma yang familier. Diam-diam aku menarik napas panjang, berusaha beradaptasi dengan luka terbuka di beberapa bagian tubuhku, serta nyeri pada bagian pipi sebelah kanan, perut, dan bahu kiri, sambil mengidentifikasikan aroma yang memenuhi ruangan ini.

Yang sayangnya, hal itu justru membuatku mual. Aroma besi, ramen, debu, dan tumpukan sampah, sungguh tidak bersahabat pada indera penciumanku.

"Kau sadar lebih cepat dari dugaanku, Jalang Kecil." Rosemary menoleh ke arahku, di saat aku mengintipnya melalui celah bulu mata. "Apa kau sudah melihat karya seniku? Cantik sekali, bukan?" Dia tersenyum lebar, selagi kelenjar keringatku mulai bekerja.

Aku tidak mengharapkan hal ini akan terjadi. Keringat yang mengenai luka, tentu memperburuk keadaan.

Tenanglah.

Tenanglah!

Kau Heather James!

"Setidaknya, biarkan aku menghabiskan makan siangku terlebih dahulu." Kini ia berbalik menghadapku, bersama semangkuk ramen instan. "Oh, ini lezat sekali. Apa harus kucampur dengan hidangan pendamping? Bagaimana menurutmu, Heather?"

Aku tidak mengatakan sepatah kata pun. Bisa dibilang jauh lebih pendiam dari sebelumnya. Tenagaku terasa seperti jauh di bawah rata-rata. Bahkan untuk duduk, punggungku benar-benar melengkung ke bawah hingga rambut yang dipotong acak tersebut mampu menyentuh kedua pahaku.

Lebih parah lagi, dari sudut seperti ini bisa kulihat lebam kemerahan di dada sebelah kiri. Pantas saja, setiap kali menarik napas rasanya agak menyakitkan.

Rosemary menutup kasar salah satu laci pada bufet kemudian ia membawa beberapa bungkus plastik yang ia jejer, di atas nampan mangkuk ramennya. Dalam diam, aku memerhatikan tingkah laku Rosemary selagi mencari celah untuk mendapatkan sebuah harapan.

Harapan untuk bebas, meski melakukannya seorang diri merupakan sesuatu yang sulit.

"Ah, ini dia," katanya sambil meraih salah satu plastik lalu menuang isinya ke telapak tangan. "Rambut halus di wajah dan ketiak Christopher yang kukumpulkan dengan segenap jiwa."

Apa?!

Lantas hal tersebut membuatku mendongak, menatap Rosemary dengan kedua mata terbuka lebar.

Ia tersenyum lebar lalu memperlihatkan telapak tangannya yang berisi beberapa helai--mungkin segumpalan kecil--rambut halus.

"Apa yang kau lihat?" Ia bertanya dengan nada meremehkan, "kau terkejut? Jelas kau tidak mencintainya sehingga tidak bisa melakukan apa yang kulakukan."

Lalu Rosemary menjilat telapak tangannya, membuat rambut-rambut halus tersebut menempel di lidahnya sebelum dia menyuapkan suapan ramen terakhirnya.

Dan perutku semakin terasa mual.

Seperti terdapat gumpalan besar yang menyesakkan ulu hati.

Perempuan itu ... benar-benar sudah gila.

"Ah, hidangan penutup yang lezat sekali." Rosemary meraih gelas yang tertutup piring kertas. Ia membukanya sedikit lalu mengendusnya.

Kedua alisku mengerut.

Yang benar saja, cairan itu tampak aneh.

"Ini juga minuman yang harus kukonsumsi setiap saat, demi memperkuat hubungan kami," ujar Rosemary sambil membuka piring kertas tersebut dan ....

... aku sudah tidak tahan lagi.

Gumpalan dalam perutku sungguh memaksakan diri untuk minta dikeluarkan. Keringat dingin bercucuran, perasaan pusing menyerang tanpa ampun, hingga--

Sial--

Sial--

Tuhan!

Aku mengeluarkan muntahan melalui hidung, sebagian lainnya menelan cairan menjijikan tersebut, akibat lakban sialan itu menutup rapat mulutku. Dan rasanya benar-benar buruk.

Air mataku mengalir.

Isak tangis tak tertahankan.

Dan kini hidungku telah dipenuhi oleh aroma muntahan, rasa terbakar, hingga bau pesing yang membuat kepalaku semakin pusing.

Bau pesing yang berasal dari cairan di dalam gelas. Yang tengah diminum Rosemary.

Tolong, kau tidak perlu memperjelasnya karena aku sudah--

"Air seni Christopher"--Tuhan--"Aku mencurinya di rumah sakit saat datang menjemputnya, demi melaksanakan pernikahan kami hari ini."

Aku benar-benar lemas.

Semua ini gila.

Menjijikan.

Sangat tidak manusiawi.

Meski kutahu beberapa orang memiliki orientasi seksual seperti ini, tapi ....

... aku tidak tahan.

Demi Tuhan!

Rosemary melangkah mendekat. Aroma busuk semakin mengaduk-aduk perutku, setiap kali ia mengembuskan napas. Tangannya mengggam gelas tersebut dan menggunakan tangan satunya, ia menarik kasar lakban di bibirku.

Yang lantas langsung kugunakan kesempatan ini untuk berteriak. Meminta tolong, tapi--

"Tidak ada yang bisa mendengarmu, Jalang!" Dia berteriak tepat di depan wajahku, meludahiku, bahkan memaksaku untuk meminum cairan tersebut dengan mencengkram rahangku, memaksa agar mulutku tetap terbuka dan--

Dan--

Dan--

Dan--

Itu mimpu buruk.

Mimpu terburuk.

Sampai aku kembali muntah.

Muntah sebanyak-banyaknya.

Dan aku menangis.

Bersama tubuh yang gemetar hebat.

Bersama air mata dan isak tangis tiada henti.

"Kumohon, bunuh saja aku," pintaku tanpa berpikir, tanpa menatap raut wajah Rosemary. "Bunuh saja aku seperti yang kau lakukan kepada Kimberly."

Dan aku semakin tidak bisa berpikir.

Perutku masih saja bergejolak, setiap kali teringat seperti apa cairan beraroma amoniak itu membasahi tenggorokanku.

Namun, Rosemary tertawa kencang lalu menelan habis cairan keruh kekuningan di gelas tersebut. Ia bahkan mengusap sisanya yang menetes di sudut bibir menggunakan punggung tangan, menjilatnya seperti manusia rakus, sebelum kembali mengangkat wajahku.

"Baiklah," katanya, "mari kita mulai pertunjukkannya. Kau akan menjadi saksi pernikahan kami."

Pernikahan?

Rosemary menempelkan kembali lakban pada bibirku kemudian meletakkan gelas kosong di atas meja, dan ia mengambil dua kantong plastik yang sebelumnya ia letakkan di atas nampan.

Lampu dipadamkan, hingga cahaya lilin berbentuk hati menjadi satu-satunya penerangan di ruangan ini. Rosemary mengenakan baju putih polos, seperti gaun pengantin, tetapi dibuat seadanya.

Aku tidak tahu apa yang dia lakukan.

Pernikahan macam apa yang dia maksud, tapi aku baru menyadari bahwa ada kursi lain di hadapanku yang ditutupi kain berwarna hitam.

Jantungku berdetak kuat.

Kecemasan mulai merajalela.

Pikiranku sungguh tak bisa lagi di kontrol.

Rosemary berdiri di sisinya, sambil membawa kandelar berisi lilin merah yang menyala.

"Kau adalah pelacur, Heather, tetapi kau memiliki tempat terbaik karena menjadi saksi pernikahan kami." Rosemary mengelus kain hitam tersebut dan hal itu membuat jantungku semakin sakit.

Bahkan membuatku kesulitan bernapas karena--

Tidak. Kuharap pikiranku tidak pernah terjadi.

Secara imajiner aku menggeleng kuat, berusaha mengenyahkan pikiran negatif yang semakin membuat frustrasi. Namun, ketika Rosemary menarik kain hitam tersebut--

Tidak!

Aku berteriak.

Menangis sejadi-jadinya.

Memohon agar perempuan gila ini tidak melakukan apapun padanya.

Dan hanya melakukan semuanya kepadaku.

Aku benci lelaki itu.

Tapi aku tidak bisa melihatnya diperlakukan sama sepertiku.

Aku berteriak, memberontak sekuat tenaga. Bahkan melupakan rasa sakit yang mendera tubuhku.

"Aku tahu kau tidak akan rela, tapi aku sangat berbaik hati karena masih membiarkanmu hidup hingga detik ini." Rosemary mengusap wajah Christopher dan bahkan duduk di sandaran tangan kursi, sambil memeluk lelaki itu. "Ini adalah hari besar kami, jadi tenanglah, hingga upacaranya selesai."

Tidak!

Berhenti, Tolol!

Jauhkan pisau sialanmu itu!

Bunuh saja aku!

Aku meronta-ronta ketika Rosemary meraih pisau dapur dari meja komputer. Berusaha melepaskan diri, meski hal itu merupakan perbuatan yang sia-sia. Tali di pergelangan tangan kakiku sungguh terikat amat kuat, sehingga bukannya melonggar, pemberontakkanku justru menciptakan luka yang lebih dalam.

Rosemary menjilati wajah Christopher lalu turun ke lehernya, dan tangannya yang tidak menggenggam pisau mulai meraba bagaian tubuh lainnya.

"Atas nama Tuhan, aku Rosemary Hilda akan mencintai Christopher Lee seumur hidupku," kata Rosemary pelan yang ia katakan tepat di telinga Christopher. "Dan begitu pula dengan kekasihku, Christopher Lee akan mencintai Rosemary Hilda seumur hidupnya."

Lalu dia mengarahkan pisau dapur tersebut ke pergelangan tangan Christopher dan--

Dan--

Dan--

Aku tidak bisa melihat apa yang terjadi selanjutnya.

Aku tidak mau melanjutkannya.

Aku terus berteriak.

Memberontak.

Sekuat-kuatnya.

Hingga--

Hingga--

Tubuhku goyah.

Terjatuh membentur lantai.

Lalu aroma terbakar menguar begitu saja.

"Jalang sialan!" Rosemary berteriak. "Kau pengacau bedebah!" Dia bangkit dari tempat duduknya, berlari menghampiriku, sambil berusaha memadamkan api yang kubuat secara tidak sengaja.

Aku masih berusaha membebaskan diri.

Berusaha menjauhkan diri dari kobaran api yang bergerak mendekat.

Dan ....

... aku harus menyelamatkan Christopher.

Meskipun dia brengsek.

Meskipun dia mengkhianatiku.

Juga mempermainkanku.

Tapi--Kau tetap mencintainya.

Diamlah, Bodoh!

Christopher tidak sadarkan diri.

Hanya aku yang bisa menyelamatkannya atau perempuan gila itu akan membunuh kami.

Sial! Kenapa sulit sekali.

Aku berusaha menggulingkan tubuh yang masih menempel pada kursi.

Sekuat tenaga mengarahkan pergelangan tanganku yang terikat pada salah satu lilin.

Semaksimal mungkin memanfaatkan kenapinakan Rosemary, tapi--

"Jangan harap kau bisa kabur, Jalang Kecil!"

No!

Rosemary menjambak rambutku. Menyeretku ke tempat semula dan dia  mengangkat pisau di tangan kanannya.

Tepat di depan mataku.

Seolah siap mengunuskan benda tajam tersebut.

Tepat ke jantungku.

Tidak!

Kedua mataku terpejam.

Pasrah dengan keadaan.

"Tamatlah riwayatmu, Sundal!"

Dan aku berteriak.

Bersamaan dengan suara aneh yang berasal di belakangku.

Lalu cengkraman Rosemary di rambutku melemah.

Tergantikan dengan sesuatu yang terjatuh.

Tidak jauh dariku.

Aku membuka kedua mata.

Dan kulihat dad.

Dad berlari menghampiriku.

Menutupi tubuh telanjangku menggunakan jaketnya.

Lalu memelukku.

Sangat-sangat erat.

Kehangatannya menenangkanku.

Syukurlah.

"Heather. Oh, Jesus. Putriku ...."

Dad menyebutkan namaku berulang kali.

"Kau tidak apa-apa. Kau baik-baik saja. Syukurlah. Kami tidak terlambat. Syukurlah. Aku sangat mengkhawatirkanmu."

Bahkan dia juga mengatakan hal tersebut berulang kali lalu mengecup keningku.

Kekhawatiran tampak jelas di wajahnya, tapi ....

"Christopher ...."

Aku menoleh ke arah Christopher yang masih tidak sadarkan diri. Ingin meminta dad untuk menyelamatkannya terlebih dahulu, tapi dadaku mendadak sesak hingga ....

... semuanya lenyap begitu saja.

Hanya suara samar yang terdengar.

Namun, tidak sanggup kusimpulkan suara tersebut.

Seperti kumpulan lebah.

Semakin lama semakin jauh.

Lalu ....

... aku melihat cahaya.

Apa ini surga?

***

Sepertinya chapter selanjutnya akan menggunakan POV Christopher.

... atau mungkin tidak.

Entahlah, biar kupikirkan mana yang lebih cocok.

Karena satu hal yang harus kutanyakan adalah, adakah yang bingung dengan kehadiran Christopher yang mendadak? 😆

Sampai jumpa lagi di chapter selanjutnya ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro