Chapter 017 - Best Dish of All Time
"But ... shit." Tatapan Mr. Lee beralih padaku kemudian Christopher, lalu ke arahku lagi dan kembali pada Christopher. Ia melakukannya beberapa kali, seolah sedang memastikan sesuatu. "Apa aku datang di waktu yang kurang tepat?"
Ya. Ya. Ya! Dan membuatku ingin memenggal kepalamu!
Aku ingin sekali menjawabnya dengan suara lantang, penuh ketegasan, karena kehadirannya membuat ucapanku terputus. Namun, urung dilakukan karena Mr. Lee memang telah memahami situasinya karena ia buru-buru berkata, "Baiklah, aku hanya mampir untuk mengantarkan ini. Nikmati waktu kalian dan selesaikan masalahnya dengan kepala dingin. Ingat, aku tidak ingin ada satu barang lagi yang pecah di rumah ini."
Mr. Lee meletakkan bingkisan beraroma lezat di atas meja makan kemudian mengangguk ke arahku, sebelum pergi meninggalkan kami. Meninggalkan dalam artian yang sebenarnya karena beberapa saat kemudian suara mesin mobil terdengar di halaman rumah dan semakin jauh, hingga menghilang begitu saja.
Akan tetapi, Christopher masih menatapku. Membawaku dalam keheningan solid, hingga terasa begitu menyiksa. Telingaku bahkan mampu mendengar suara jantung kami yang saling berdetak (atau itu hanyalah halusinasi) dan kedua tangan kami pun sama-sama mengepal, seolah sedang menahan sesuatu.
Sesuatu yang jelas berbeda karena kesalahpahaman telah terjadi.
Oh, ayolah, Christopher, katakan sesuatu. Hatiku merintih, tidak tahan melihat ekspresi Christopher yang seperti itu. Air wajahnya tampak suram dengan kedua alis menukik ke bawah, serta bibir terkatup rapat.
"Christopher ... aku--"
"Mubazir kalau tidak dimakan." Christopher terpaksa tersenyum, sambil melirik ke arah bingkisan yang diletakkan Mr. Lee di atas meja makan kemudian membukanya.
Dan aku terpaksa mengangguk. "Yeah, meski selera makanku telah menghilang." Sengaja kukatakan hal tersebut dengan harapan dia akan mengerti, bahwa ucapannya benar-benar berdampak padaku.
Namun, melenceng dari harapan, Christopher tidak menyahut. Sehingga aku hanya bisa mengembuskan napas karena frustrasi, serta membersihkan kekacauan yang telah kuperbuat, selagi dirinya mengeluarkan beberapa menu makanan dari restoran China serta menatanya di atas meja.
Porsinya jelas untuk dua orang yang berarti akan disantap oleh Mr. Lee dan Christopher. Pria itu tidak tahu bahwa aku akan berkunjung ke rumah mereka atau sebaliknya, dia tahu aku bersama putranya hingga ia membawakan kami makan malam yang layak.
"Aku tidak tahu dia akan pulang malam ini," ujar Christopher setelah duduk di kursinya lalu mengisyaratkan agar aku duduk di hadapannya.
Sayang sekali, tidak ada lagi tempat di sampingnya. Aku jadi benar-benar merasakan jarak yang diciptakan Christopher.
"Ini tidak seperti biasanya. Dia kembali jauh lebih awal." Christopher mulai menyantap mie berwarna cokelat gelap dan daging tumis di mangkuknya. "Tapi setidaknya hal itu membuat menu makan malam kita menjadi seperti makan malam sungguhan." Dia mengangkat kedua sudut bibirnya ke atas, hingga matanya nyaris terpejam bersamaan dengan lesung pipi yang selalu menjadi bagian favoritku. "Ada banyak makanan yang berarti kita akan kenyang."
Aku tahu Christopher berusaha melenyapkan situasi yang sangat tidak nyaman ini, meski mungkin saja ia menyadari bahwa aku sedang terlalu banyak memikirkan sesuatu.
"Oh, kau harus coba dumpling yang disantap bersamaan dengan Jajangmyeon, mereka akan meledakkan mulutmu karena aku sudah mencobanya. Lihat." Dia masih saja bersandiwara, menikmati sajian dengan sangat lahap seperti pada acara mukbang yang sering dilihat Cecilia di Youtube.
Aku menghela napas panjang. Menuruti sarannya, meski perutku benar-benar bergejolak menolak untuk diisi sekarang.
Akan tetapi--Oh, damn--rasanya memang benar-benar meledakkan mulutmu, sayur-sayuran dan irisan daging dari dumpling, serta tumisan Christopher terasa menyatu dengan kenyalnya mie, serta sedikit rasa pahit dari pasta kedelai hitam. Aku tidak yakin bagaimana mendeskripsikannya, tetapi jelasnya mereka semua seolah menyatu dalam satuan lembut.
"Jangan lupakan kimchi-nya kemudian segarkan mulutmu dengan acar lobak."
Aku mematuhi ucapan Christopher dengan mengambil sehelai sawi putih lalu mengunyahnya. Kedua mataku membola, agak berair, saat rasa pedas sekaligus asin agak membakar lidahku lalu buru-buru meraih acar lobak sesuai arahannya dan seperti perkataannya, terasa segar di mulutku. Cukup berhasil menetralisir lidah yang telah ditimpa oleh berbagai cita rasa masakan.
"Enak?" tanyanya, sambil menatapku dengan tatapan antusias. Bahkan sampai berhenti menyuap, demi melihatku menikmati makanan tersebut.
Aku mengangguk. "Benar-benar enak." Akhirnya senyuman terbit di wajahku dan--sialnya--otakku sempat melupakan pikiran tentang bagaimana cara menarik kembali ucapanku yang tidak menyukai Christopher. "Aku tidak pernah berani mencoba makanan Asia karena katanya, terasa cukup pedas untuk lidah orang Amerika."
Christopher tertawa. Tawa yang tulus. Yang juga memberikan kelegaan padaku. "Benarkah begitu?" Dia menuang jus jeruk ke dalam gelas, tanpa mengalihkan tatapannya ke arahku.
"Yeah." Aku mengangkat kedua bahuku. "Kau bisa lihat mataku yang berair karena menahan pedas dan mungkin saja, wajahku juga memerah karenanya."
"Kau harus belajar menahannya karena ... yeah, sorry, ayahku selalu menaikkan levelnya jika tidak ada ibuku."
"Oh, pantas saja." Pantas saja terasa sangat pedas, sampai membuatku ingin menangis. "Tapi ini terdengar seperti perintah."
Christopher tersenyum tipis. Menelan makanannya lalu menjawab, "Yeah."
Hanya itu. Tidak sesuai harapanku. Kupikir suasananya telah mencair. Kupikir kami bisa kembali membicarakan hal terakhir itu, sebelum saat ini.
Akan tetapi, yeah, lagi-lagi aku hanya bisa menghela napas panjang. Menunduk ke arah sajian Asia yang harus kunikmati secara perlahan, demi mengulur waktu agar tetap bersama Christopher.
Dan seketika semua hidangan ini menjadi sangat hambar. Tidak menarik. Bahkan sampai membuatku kesulitan untuk menelannya, meski diawal telah kukatakan bahwa makanan tersebut benar-benar enak.
"Kalau kau tidak bisa menahannya"--Christopher menjeda ucapannya dan membuatku menengadah, menatap ke arah lelaki itu--"kau bisa berhenti, Heather. Jangan memaksakan diri."
Sesaat aku menggigit bibir. Sekarang atau kau akan menyesal. Kutarik napas sedalam mungkin lalu mengembuskannya secara teratur. Sekarang! "Apa perjanjian sialan itu masih berlaku, Tuan Muda Lee?"
Lantas kedua alis Christopher terangkat, sampi keningnya memperlihatkan beberapa lipatan. "Oh, lupakan saja akan ku--"
"Tidak akan pernah, Christopher." Aku menggeleng dan kini tangan kananku menggenggam erat sumpit, hingga rasanya mampu mematahkan mereka.
Sekarang, Heather James!
"Aku tidak ingin mengakhirnya karena ... karena ... oh, sial!" Lidahku benar-benar kaku.
Sekarang!
"Aku tidak mau ...."
Sekarang!
"Tidak masalah."
"Aku juga menyukaimu, Brengsek!" Sial! Napasku tersengal-sengal setelah akhirnya, berhasil mengatakan kalimat sakral tersebut.
Mengatakannya dengan sangat lantang, meski ucapanku tumpang tindih dengan perkataan Christopher. Tapi aku yakin, yeah, seratus persen yakin dia bisa mendengarku karena setelahnya, lelaki itu membeku. Menatapku tanpa berkedip dan kedua alisnya menyatu.
Oh, God, jangan terlalu banyak berpikir, Christopher!
"Ini sungguhan." Setelah kesadaranku terkumpul sempurna, aku berusaha mengatakannya selembut mungkin. "Aku juga menyukaimu. Yang kukatakan barusan, adalah bentuk kekhawatiran sebab tidak mau menjadi gila sendirian."
Tonjolan di leher Christopher bergerak dan beberapa saat, aku dibuat takjub.
"Jesus." Bisikan Christopher terdengar memabukkan di telingaku. "Kau tidak gila sendirian, Heather."
Dan ia bangkit dari kursi, menghampiriku lalu menarik tengkukku yang di detik berikutnya ....
... bibir Christopher sudah menyapu lembut bibirku.
Membuatku lenganku secara naluriah melingkar di lehernya dan ....
... ini benar-benar aneh. Perpaduan asin dari kecap dumpling, serta segar dari jus jeruk yang baru saja dia minum, rupanya terasa begitu menyenangkan di mulutku.
Bahkan mampu menggiringku ke hal-hal paling menenangkan, paling mendebarkan, dan ....
... dan ....
... yang terpenting adalah perasaan bahagia.
Oh, Jesus, ini merupakan hidangan dengan perpaduan terbaik sepanjang masa.
Yeah, Christopher Lee. Dia telah menjadi milikku.
Milikku seorang.
Congratulation bitch!
"Woof woof."
***
Alo! Double up ya minggu ini ^^
What do u think about this chap? Do u like it or not? Jangan lupa tinggalkan tanggapan kalian, ya ^^ dan tidak pernah lelah mengingatkan kembali, semoga kalian gk pernah bosan buat ngikutin cerita ini.
Sampai jumpa lagi di chapter selanjutnya ^^
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro