Chapter 001 - Big Secret Revealed
●○●○●○
"Cukup!" Notebook yang kututup kasar menimbulkan bunyi, bersamaan dengan kursi berderit akibat punggungku menghantam sandarannya secara berlebihan. Memecah keheningan di perpustakaan, tetapi beruntung tidak sampai mengundang perhatian.
Memejamkan mata sesaat, aku memijat kening menggunakan tangan kiri dan di bawah meja, tangan kananku--secara diam-diam--menyentuh paha terdalam, saat pikiran secara senonoh membayangkan seperti apa adegan Helena dan Chris selanjutnya.
Yang tentu saja akan berujung dengan seks! Aku adalah Tuhan mereka. Namun, aku juga ingin sekali berada di posisi Helena atau gadis-gadis mana pun dalam tulisanku. Bercinta dengan Christopher di tempat-tempat yang berisiko, serta melakukan hal-hal gila memancing "adrenalin".
Napasku berembus cepat, seiring dada naik turun tak keruan. Otakku terus bekerja--membayangkan--bagaimana jika Christopher menyentuhku di ruang ganti klub rugby ketika hanya ada kami berdua di sana. Bagaimana liarnya dia saat memperlakukanku seperti Chris terhadap Helena. Bahkan bagaimana jari-jariku menekan kulitnya ketika mencapai klimaks.
Aku mendesah pelan, selagi mengutuk apakah aku akan masturbasi di sini? Ini sungguh bukan tindakan bermoral, tapi--hentikan, Jalang! Beasiswamu akan dicabut jika ketahuan.
"Damn it!" Aku mendesis. Kenyataan benar-benar menampar begitu keras.
Pada akhirnya aku hanya bisa melirik--bersabar hingga nanti kembali ke kamarku--mengamati beberapa foto yang berserakan di atas buku catatan pribadiku. Foto yang memamerkan beberapa bagian tubuh pria di mana dia adalah sumber fantasi liarku.
Christopher Lee.
Entah sudah berapa kali aku menyebutkan namanya di sini. Tapi dia benar-benar membuatku mabuk kepayang hanya dengan melihatnya saja.
Lengan berotot ciri khas seorang atlet, tangan dengan pembuluh darah yang menyembul ketika melempar bola rugby, dan pose menuang air mineral di atas kepala, hingga meninggalkan tetesan-tetesan air di ujung rambut, serta jakun menonjol sempurna saat dirinya menengadah benar-benar membuat dewi seks dalam diriku menggila!
Aku segera merapikan foto-foto tersebut, menyimpannya secara terpisah pada lembaran kertas di buku catatan pribadiku agar keberadaannya menjadi sulit terdeteksi. Maksudku sekadar antisipasi. Kenneth--sahabat Christopher--senang sekali mengganggu dan menjadikanku sebagai bahan tertawaan seisi kampus.
"Kau memang sangat menyedihkan, Heather," ujarku pada diri sendiri, sambil menyimpan notebook, buku catatan, dan beberapa barang-barang di atas meja ke dalam tas. "Bagaimana bisa kau menyukai lelaki seperti itu. Meski seksi, dia tetap saja cowok brengsek, tukang pukul dan pemain wanita. Dia tidak akan pernah menolongmu, seperti tulisanmu."
Secara naluriah kedua mataku berputar. Mengapa kenyataan selalu semenyakitkan ini? Aku jadi benar-benar ingin hidup di dunia fiksi saja. Maksudku, kesialan memang selalu ada di dunia fiksi, tapi keberuntungan akan senantiasa menanti di keesokan harinya. Sedangkan aku ... sepertinya hanya ada nasib sial, hingga menghancurkan dunia bisa saja menjadi tujuan utamaku.
Meskipun aku tahu bahwa itu adalah kemustahilan. Aku bukan siap-siapa. Bukan anak presiden. Bukan salah satu dari orang-orang yang berpengaruh. Bukan pula musuh superhero.
Bisa dibilang, aku hanyalah Putri Fiona pada film Shrek yang mendambakan Pangeran Phillip, padahal sudah jelas dia adalah cinta sejatinya Aurora.
"Apa kau sedang memikirkan sesuatu, James Fucking Bond?"
Oh, no! Hanya satu orang yang memanggilku dengan nama seperti itu. Kenneth Chad. Alarm bahaya dalam diriku berbunyi nyaring meminta agar aku segera berlari, menjauh, daripada menoleh untuk meladeni. Namun, baru sekali aku melangkah kakiku sudah tersandung oleh sesuatu. Membuatku lantas terjatuh hingga suara tawa terdengar di belakangku.
Bajingan!
"Bangun, Heather." Kenneth memerintah, tetapi salah satu kakinya menekan kuat punggungku. "Hari ini mood-ku sedang sangat baik dan aku ingin lebih perhatian padamu, tapi kau malah ingin kabur. Apa aku semengerikan itu di matamu?"
Dia jelas sudah tahu jawabannya.
Aku memejamkan mata, seiring kedua tangan terkepal kuat. Ingin sekali melayangkan tinjuan di wajah cowok sialan ini.
"Kemarilah, aku lapar dan aku mencarimu di mana-mana." Dia menarik lenganku, seolah-olah membantuku berdiri dan membersihkan debu yang menempel di pakaianku. "Ambilkan makanan untukku dan antarkan di tempat biasa."
"Kau punya kaki dan tangan, kenapa tidak mengambilnya sendiri?" Wow! Aku meneguk saliva kuat-kuat. Tidak menyangka akan melawan Kenneth hari ini. "Aku sibuk. Tidak punya waktu untuk melayananimu." Wow, again! Aku harus menandai hari ini sebagai hari bersejarah atas keberanianku.
Tapi Kenneth melangkah semakin mendekat. Ia menunduk sedikit agar bisa menatap kedua mataku dengan tatapan tajamnya, hingga tanpa sadar aku pun turut melangkah mundur. Diam-diam menyesali perbuatanku barusan.
"Kau bilang apa barusan?" Suaranya terdengar menyeramkan, sekaligus memuakkan.
Jangan pukul aku. Atau jangan lakukan hal buruk apapun. Please.
"Aku hanya memintamu melayaniku, bukan mengganggumu. Kenapa bersikap begitu menyebalkan?"
Dia semakin mendekat dan aku terus melangkah mundur, demi menghindarinya.
"Katakan bahwa kau menyesal." Kenneth terus menyudutkanku. "Sekarang, James Fucking Bond."
Aku menutup bibir rapat-rapat. Tahu sekali bahwa mengatakan apa yang ingin dia dengar pun, hasilnya akan tetap sama saja.
Jadi aku melirik ke arah lelaki yang berada di balik punggung Kenneth. Sesaat dia tampak menatapku, tetapi jelas tidak peduli karena kedua telinganya kini terpasang headphone yang terhubung dengan ipod.
Aku mengembuskan napas kasar. Benar-benar kecewa. Ini tidak sesuai dengan harapanku.
"Jawab aku, Jalang!" Kenneth meninggikan suara, membuat perhatianku kembali kepadanya. "Kau ingin mati, ya?!"
"Apa, sih, yang kau inginkan dariku?" tanyaku putus asa bukan karena Kenneth, tapi karena Christopher mengabaikanku padahal sudah jelas sahabatnya sedang merundungku. "Kenapa terus menggangguku? Aku bahkan tidak pernah menyusahkanmu!" Hei, pertanyaan ini juga tertuju padamu, Christopher!
Kenneth tertawa miring kemudian mendorong bahu kananku berulang kali, sampai aku harus terus melangkah mundur.
Yang kuharap langkahku masih tetap stabil, hingga kami masih tetap berada di koridor.
"Kau hiburan untukku. Karena menggunakan uang keluargaku untuk kuliahmu di sini, jadi kenapa kau menanyakannya?"
"Itu beasiswa," selaku cepat. "Aku mendapatkannya dengan--" Sial! Ucapanku terputus, tergantikan dengan jeritan mengerikan ketika ujung kakiku tak lagi berpijak di tempat semestinya.
Gaya gravitasi pun menjadi hal paling buruk kali ini. Tanpa mampu menahannya, aku terjatuh--dengan bokong mendarat terlebih dahulu dan itu sakitnya sangat luar biasa--akibat kaki kanan menginjak parit kecil. Lebih parah lagi, jika aku tidak menahannya dengan siku maka punggung hingga kepalaku, akan benar-benar kotor oleh kubangan berlumpur di taman sisa hujan semalam tapi tunggu--tasku! Bagaimana bisa berada di sana?!
"Kau menginginkan ini?" Kenneth menyeringai, sambil mengayun-ayunkan tas punggung milikku yang entah bagaimana bisa berada di tangannya.
"Berikan padaku, Brengsek!" Aku ingin bangkit, tetapi seketika gagal saat perasaan nyeri menjalar dari kaki kananku. "Kau bisa saja menggangguku, tapi jangan tasku!"
Demi Tuhan, aku menyesal mengatakannya karena Kenneth, tampak semakin bersemangat. Dia telah mendapatkan sasaran empuk untuk mempermalukanku.
Oh, demi Tuhan, kuharap jangan sampai ketahuan. Batinku benar-benar memohon kali ini. Bukan karena Notebook yang kudapatkan dari hasil menabung bertahun-tahun, tapi karena khawatir foto-foto itu akan ketahuan.
"Baiklah. Kau beruntung hari ini. Mood-ku benar-benar baik, bahkan setelah kau melawanku, James," ujar Kenneth sambil melangkah menghampiriku lalu mengulurkan tangannya, seolah ingin membantu berdiri.
Namun, aku tidak akan semudah itu untuk memercayai Kenneth.
Oleh karenanya, kuabaikan uluran tangan lelaki itu dan dengan cekatan ingin merebut tasku di tangannya tapi--
"Ups!" Bajingan itu menjatuhkan semua isinya ke dalam kubangan lumpur. "Jangan kau pikir aku tidak bisa memprediksi tindakanmu, Little Pig." Lalu Kenneth melemparkan tas kosong itu ke arahku, bersiap untuk pergi tapi--sial!--apa yang tidak kuharapkan benar-benar terjadi kali ini.
Atensinya tiba-tiba teralihkan pada kubangan berlumpur itu. Di mana beberapa foto Christopher berserakan di dekat buku catatanku yang terbuka dan--meski sedikit--rahanganya terbuka, sambil bergumam, "Fuck."
Dia menatapku. Menyeringai. Menoleh ke arah Christopher yang masih mengabaikan kami.
"Hi, Dude! Kemarilah dan lihat apa yang kutemukan! Jalang ini sungguh mengerikan!"
Oh, no! Jangan dengarkan dia, Christopher. Kumohon.
Aku ingin menyelamatkan reputasiku dengan segera, tetapi sejak awal hal itu terlalu sulit dilakukan karena kakiku sepertinya terkilir.
Keringat dingin pun terasa membasahi seluruh tubuhku. Jantung berdetak kencang seakan-akan ingin meledak seperti bom waktu. Pandanganku bahkan mulai mengabur dan kulihat Christopher menghampiri kami, sedangkan Kenneth dengan begitu tega memperlihatkan hasil kameraku sambil berbicara lantang tentang betapa mengerikannya aku.
Mesum.
Penguntit.
Menyedihkan.
Menjijikan.
Aku sudah memprediksi label tersebut akan disematkan padaku sebelumnya, tapi tidak untuk Christopher karena saat dia memegang salah satu hasil kameraku, aku ....
... aku ... ya, Tuhan ....
... begitu saja pandanganku menjadi gelap.
Dan kuharap aku mati akibat serangan jantung.
***
Halo, cerita ini akan update suka-suka karena sambil ngurus debay & anak 3 tahun yang lagi tantrum.
BTW what do u think about this opening? Share ke aku ya
Terima kasih sudah membaca see u later :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro