Epilog
ga kerasa hari ini aku up epilog nya :D :D :D
===============================================================================
Perlahan, kubuka kembali kedua mataku yang terpejam untuk beberapa saat. Seketika retina mataku menangkap cahaya matahari yang kurasa sedang tersenyum padaku. Dan mendapati itu, aku menyadari sesuatu. Tak peduli berapa banyak waktu yang kuhabiskan untuk mengenang masa itu maka yang kulihat akan selalu tetap sama, yaitu hari-hari dimana aku masih menyesali perbuatan burukku. Sekarang aku tahu apa makna sebenarnya dari penyesalan. Andai aku menyadarinya lebih cepat tentu semua itu tak akan terjadi. Bayangan kesakitan Kiandra yang tergeletak ketika memilih untuk menyelamatkanku begitu menyiksaku. Hingga kini. Ya, seharusnya aku yang menjadi korban Alex. Dan pria itu sudah kupastikan tak akan mampu melihat dunia luar dalam waktu yang sangat lama. Ia memang harus membayar perbuatannya.
Kuhela napas panjang.
Sudah lima tahun berlalu dari hari terkutuk itu, namun semua memang selalu terlihat nyata di benakku. Aku membiarkannya dan tak berniat untuk melupakannya. Aku harus ingat betapa Kiandra mencintaiku bahkan untuk setiap hal buruk yang telah aku lakukan padanya.
Kiandraku.
Apa kau sekarang bahagia, Sayang?
Rahangku yang mengeras seketika melemas seiring senyum tipisku yang terukir. Tentu kau bahagia, kan? Kau bahkan bisa melihatku kapan saja. Dan aku begitu bisa merasakan kehadiranmu yang selalu bersamaku.
Dan kau tak perlu bertanya apa aku bahagia saat ini. Kau tahu jawabannya, Sayang. Aku begitu bahagia. Karena aku juga memiliki replika dirimu yang begitu menakjubkan. Nura.
Ya. Bagaimana bisa aku tak menyadari alasan mengapa kau beri nama anak kita nama Nur Alena? Dua cahaya, bukan? Dia anak yang menakjubkan dengan dua cahaya di kehidupannya. Bahkan di saat aku masih begitu gelap kau anggap akulah hal paling benderang yang pernah kau temui. Haruskah aku merasa itu sebagai pujian, Sayang?
Nura tumbuh dengan sangat baik. Dia begitu aktif dan menggemaskan. Apa kau lihat bagaimana caranya yang tak pernah berubah ketika menyambutku pulang kerja? Dia akan berlari hingga menabrak kursi, meja, atau bahkan asisten rumah tangga kita. Dia akan melompat dan aku segera menangkapnya, lantas membawanya ke dalam gendonganku. Dan lalu ia berkata. "Aku cinta Papa."
Maka akan kucium dahinya, pipinya, hidungnya. Selanjutnya ia akan kembali berceloteh. "Aku mau terus bersama Papa. Papa adalah Papa yang terhebat."
Ah, aku jadi ingat percakapan kita ketika kukatakan aku tak bisa menjadi ayah yang baik untuk Nura, Sayang. Kurasa aku salah, bukan? Di mata Nura akulah pria yang terhebat. Ia menatapku sama seperti caramu memandangku. Kulihat ketakjuban di sana. Dan aku berjanji padamu, aku akan selalu menjadi ayah yang baik untuknya. Aku mungkin telah gagal menjadi anak dan cucu yang baik, namun aku tahu, aku masih ada kesempatan untuk menjadi ayah yang baik.
Berbicara soal anak dan cucu yang baik, kurasa semua yang kau katakan memang benar, Sayang. Maaf memang tidak bisa mengubah semua yang telah terjadi, tapi maaf memberi rasa damai dan kesempatan untuk mengukir hari esok tanpa rasa tertekan. Semua akan jadi lebih mudah ketika kita mengikhlaskan semua yang terjadi. Tentu saja, kau memang mengajarkanku banyak hal. Dan untuk itu yang kudapatkan malah lebih banyak dari yang aku lakukan. Papa sudah sembuh. Dan ia selalu menghabiskan waktunya dengan Nura. Sedang Mama selalu datang berkunjung tiap minggu atau sesekali ia mengajak untuk menghabiskan waktu dengan melakukan rekreasi di luar kota. Ya. Aku, Papa, dan Mama memang tidak bersama dalam kebersamaan sebagaimana yang aku harapkan, tapi itu bukan berarti kami berpisah. Aku menerimanya. Ada beberapa hal yang tak bisa kita paksakan. Dan aku mencintai mereka dengan keadaan itu. Oh, satu lagi, Kakek. Ternyata dia tidak semenyebalkan seperti yang pernah aku tahu. Ia sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan Nenek. Tentu saja, sekarang ia punya seseorang yang bisa ia andalkan.
Dan semua itu karena kau, Sayang.
Maafkan aku untuk semua perlakuan dan dugaan burukku waktu itu padamu. Aku akhirnya tahu kau bukan wanita yang seperti itu. Dan lagi-lagi, aku salah menilaimu untuk yang ke sekian kalinya, kan?
Aku masih ingat ketika Kakek menjelaskan semuanya. Ia mengatakan bahwa ia sendirilah yang awalnya tertarik dengan Kiandra, bahkan bisa dikatakan bahwa Kakek sudah menyukai Kiandra semenjak ia masih kecil. Kakek sudah mengenal Kiandra sejak lama dan untuk alasan itulah mengapa ketika Ayah Kiandra masuk rumah sakit dan Andreas berada di luar negeri maka Kakek memutuskan agar Kiandra tinggal di rumah kami, hanya agar ia tak kesepian. Dan lalu, ide itu muncul. Kakek mencoba mengatur pernikahan kami. Tentu saja, tak ada perjanjian apa pun yang menyertainya. Bantuan yang tertulis di artikel itu murni tindakan yang bersifat profesional. Harusnya aku ingat ketika Andreas yang selalu bertukar pendapat denganku. Dan Kakek juga mengatakan bahwa tak ada paksaan sedikit pun ketika akhirnya Kiandra menerima lamaran yang Kakek lakukan untukku itu. Ya, Kakek telah mengatakan bahwa ia belajar dari pengalaman. Ia tak ingin aku bernasib sama seperti kedua orang tuaku. Namun, ada sesuatu yang terjadi di luar nalarku. Hari itu Kakek meminta maaf padaku. Aku selalu tersenyum mengingat saat itu. Sosok tangguh yang selama ini selalu kuat meminta maaf padaku dan aku memaafkannya.
Aku memaafkan mereka semua dan mereka juga memaafkanku. Aku memaafkan kesalahan Mama yang meninggalkan kami. Aku memaafkan kesalahan Papa yang tak mampu mempertahankan keutuhan kami. Aku memaafkan keegoisan Kakek yang membuat keluargaku hancur. Tapi, dari mereka aku juga sudah bisa menerima. Aku tak bisa mengubah masa lalu, tapi aku masih menatap masa depanku, Sayang. Hingga nanti aku akan tetap mengingat semua yang terjadi dan kupastikan satu janji, Nura tak akan mengalami semua keburukan yang telah aku alami. Aku memilih mengingat masa laluku bukan untuk terjebak dalam kelam dan sempit pikiranku melainkan untuk menjaga apa yang aku punya sekarang agar tak mengalami itu semua. Dan lantas semua selesai. Sederhana, bukan?
Semua memang sesederhana itu. Tak ada manusia yang tak akan berbuat salah. Yang akan selalu aku ingat, memaafkan bukan dilakukan untuk menyenangkan hati mereka yang berbuat salah melainkan untuk membebaskan hati kita sendiri. Hati kita perlu terbebas dari perasaan mengikat untuk mampu terus melangkah. Dan seperti yang kulihat sekarang, semua menjadi lebih mudah.
Kurasa memang semua menjadi lebih mudah ketika kau berada di sampingku, Sayang. Sama mudahnya ketika aku akhirnya mampu keluar dari dunia kelamku hanya karena satu genggaman tanganmu. Atau sama mudahnya ketika kau mengatakan bahwa kau jatuh cinta padaku saat pandangan pertamamu. Percayalah. Aku selalu jadi pria besar kepala ketika aku teringat perkataanmu yang satu itu. Apakah aku semenarik itu di matamu?
Angin pagi kembali berhembus. Dinginnya membuat aku sempat bergidik. Rasa-rasanya tak ada yang berubah selama lima tahun ini. Semua perasaan yang menyapaku ketika aku berdiri di sini selalu tetap sama. Ya. Dengan perasaan cinta yang selalu besar padamu, Kian. Dan perasaan itu semakin membesar dengan bergantinya tiap hari.
Lantas, seolah kau memang sudah terlalu tahu dengan semua kehendak hatiku, kurasakan sepasang tangan telah memeluk pinggangku dari belakang. Satu wajah yang tertempel mesra di punggungku membuat senyumku makin mengembang. Kuraba tangan itu dan kehangatan seketika menyeruak di dadaku.
"Pagi ini dingin, Rick. Kau nanti sakit."
Ah, suaranya bahkan masih semerdu saat pertama kali ia menyapaku. Kulepas tangannya dan kubalikkan badanku. Kutatap wajah cantik itu. Kiandraku.
"Lebih mengkhawatirkan kalau kau yang sakit."
Dan ia tersenyum. "Nura mencarimu sedari tadi. Ia pikir kau bersembunyi karena tak jadi mengajaknya pergi jalan-jalan."
Aku langsung terkekeh. "Jadwalku padat sekarang. Dan kau mau kuajak kemana?" tanyaku bercanda. Dan untuk pertanyaanku itu satu cubitan mampir di perutku hingga aku meringis. "Aku ingat," kataku cepat. "Aku harus mengantarmu besok untuk periksa kandungan, bukan?"
Kiandra mengangguk.
Kubawa pandanganku ke perut Kiandra yang tampak mulai membesar kembali. Apa aku akan mendapat replikaku? Atau justru Kiandra akan menambah sekutunya? Hatiku geli membayangkannya.
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Kiandra kemudian.
Aku sadar, ia pasti heran melihatku yang tiba-tiba tersenyum lucu seorang diri. Dan aku menggeleng.
"Kau juga selalu saja masih datang ke sini. Sebenarnya apa yang kau lihat?" Kiandra menatapku dalam ketika ia bertanya tentang hal itu. "Aku bahkan tak melihat apa pun yang bisa menarik perhatianmu di sini."
Kubawa tanganku menyusuri garis wajahnya. "Tak ada yang kulihat di sini," kataku lirih. "Aku ke sini bukan untuk melihat. Aku sering datang ke sini karena aku ingin mengingat hari pertama kita bertemu."
Seketika wajah Kiandra memerah dan tersipu.
Kukecup dahinya dan lantas kutatap matanya dengan lekat.
"Aku mencintaimu, Kian." Ya. Entah sejak kapan, tapi cintaku untuknya telah tumbuh di saat aku belum tahu apa itu cinta. Aku tak yakin kapan pastinya aku mulai merasa bahwa ialah kepingan yang ditakdirkan untuk melengkapiku. Kurasa, hari itu sudah sangat lama berlalu. Dan tentu saja, semua itu terjadi tanpa bisa kucegah keberadaannya. Karena ketika aku sadar bahwa aku mencintainya maka rasa itu sudah terlalu besar untuk dapat dihentikan. Kiandra benar. Bukan cinta namanya bila hadirnya dapat kau kira.
Kiandra memegang tanganku yang sekarang terdiam di pipinya. Ia mengecupnya dan mengangguk. "Aku juga mencintaimu, Rick."
Aku selalu suka suaranya yang mengatakan bahwa ia mencintaiku. Dan tatapan membulatnya yang mengiringi tiap kata yang ia ucap adalah satu simfoni yang ditakdirkan untuk memperindah iramaku.
Sekarang aku telah mendapat jawaban untuk setiap pertanyaanku. Andai waktu dapat kuulang maka aku akan tetap memilih agar bertemu denganmu. Aku akan tetap memilih masa dimana kau datang dan kau mengubah hidupku. Dan aku akan tetap memilih mencintaimu.
Kalau dulu aku pernah mengutuk takdir sebelum aku bertemu Kiandra, maka sekarang aku akan memuja takdir karena telah memberi Kiandra untukku. Aku menyadari itu, bahwa tak mungkin ada takdir yang lebih baik lagi selain takdir dimana Kiandra datang padaku. Dan satu hal yang selalu kuingat, bukan Kiandra yang menungguku melainkan pada akhirnya aku yang menghampirinya. Karena aku tahu ialah kekuatan yang aku butuhkan.
Kiandraku. Wanita yang dengan penuh kasih sehingga dapat membuatku seperti ini. Wanita yang pernah aku tolak tapi ia tak pernah meninggalkanku. Wanita yang selalu mencintaiku.
Dan kurasa selama apa pun waktu yang kuhabiskan dengannya tak akan pernah cukup bagiku. Sama halnya dengan sebanyak apa pun kata yang kuucap tak akan mampu mewakili semua perasaanku. Maka, satu kecupan dalam penuh perasaan kuberikan pada bibirnya. Lantas, untuk menuntaskan semua hasratku yang begitu menggebu padanya, aku berkata.
"Kau lebih dari sekadar keajaiban."
*End*
akhirnya..., cerita ini selesai di sini ya.... semoga bisa menghibur :) :) :)
yang suka jangan lupa untuk vote dan komennya ditunggu.... untuk yg baca aku ucapkan makasih.....
04.02 WIB.
Bengkulu, 2017.02.17
Love
Virgin Haquarsum
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro