Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Regretful Alpha 4

Usher terdiam karena pertanyaan Rowena berhasil menerbitkan setitik harapan di benaknya. Sejujurnya, tak ada yang lebih diharapkannya ketimbang kesempatan kedua, kesempatan di mana dia bisa memperbaiki semua, kesempatan di mana dia bisa menghindari semua peristiwa buruk itu.

Namun, logika Usher mencemooh pertanyaan bernada penawaran itu. Sebabnya, itu terdengar tak masuk akal. Di dunia ini, tak pernah ada kesempatan kedua. Terlebih lagi kesempatan kedua untuk orang yang amat bersalah seperti dirinya.

Sayangnya ada bagian di diri Usher yang justru mengharapkan hal sebaliknya. Bila kesempatan kedua memang ada maka apakah dia bisa mengubah semua yang telah terjadi?

Usher menarik napas dalam-dalam. Kemudian fokusnya pun berpindah. Jadilah dia menatap Rowena dengan dahi mengerut. "Siapa kau?"

"Aku adalah Rowena, seorang penyihir yang sempat mengobatimu dari pengaruh sihir Mireya. Selain itu, aku pun mengenal baik Jemma dan juga Kendrick."

Seketika saja wajah Usher berubah. "Ka-kau mengenal orangtuaku?"

"Sangat baik," jawab Rowena sembari meringis samar. Dadanya terasa berdenyut sehingga dia menarik napas dalam-dalam demi meredakannya. "Kami telah berteman selama bertahun-tahun lamanya. Kami adalah teman baik."

Kenyataan tersebut membuat Usher merasakan guncangan perasaan. Dia mengerang rendah. "Apa kau tahu hal yang telah kulakukan pada teman baikmu?" tanyanya dengan susah payah. Nyaris, dia tak lagi bisa bernapas. "Aku membuat ibuku mati. Aku membuat teman baikmu mati."

Rowena diam. Tak ditanggapinya ucapan Usher ketika dilihat dia melihat betapa besar penyesalan itu di matanya. Jadilah dia membuang napas panjang sembari melihat Vione yang tak pernah melepaskan tangan Usher. Vione terus menggenggam tangan Usher walau dia juga tak mengatakan apa-apa. Di titik itu, tak ada satu kalimat penenang pun yang bisa mendamaikan rasa bersalah yang Usher rasakan.

Sesaat berlalu dan barulah Rowena mengangguk dengan senyum perih. "Aku tahu. Aku tahu apa yang telah kau lakukan pada Jemma. Kau tak mempercayainya padahal kau tahu bahwa dia adalah ibu kandungmu yang pasti akan mempertaruhkan nyawa dan dunianya untukmu."

Usher memejamkan mata dan air mata terus mengalir di pipinya. Penyesalannya semakin dalam seiring dengan waktu yang terus berlalu. Semua ingatan menyedihkan itu terus berputar-putar di dalam kepalanya.

"Aku juga tahu, kau tak mempercayai Ayla sementara dia telah bersumpah untuk mengabdikan jiwa raganya demi Kawanan Frostholm. Kau juga tak mempercayai Garth, Cora, Berg, dan Storm."

Usher menggeleng, tetapi kenyataan tak bisa ditampik begitu saja. Semua yang dikatakan Rowena memang benar.

"Terparah, kau tak mempercayai Vione. Kau bahkan mengkhianatinya."

Kenangan menyakitkan itu melintas di benaknya. Teringat olehnya bagaimana Vione yang mengerang menahan sakit ketika dia memutuskan ikatakan perpasangan mereka. Vione terluka dan dia terus menyakitinya.

"Terlalu banyak yang kau sakiti, Alpha," lanjut Rowena dengan suara bergetar. Dia pun butuh waktu untuk menenangkan diri. "Jadi, kau tak punya pilihan lain selain bertanggungjawab untuk semua. Hanya itulah harga dirimu yang tersisa, bertanggungjawablah untuk kekacauan ini. Kau harus memperbaiki semua."

Kata-kata Rowena menghunjam luka di dada Usher. Jadilah semua kesedihan itu bergumul dan menerbitkan perih tak terkira. "Bagaimana caranya? Katakan padaku, Rowena. Bagaimana caranya sehingga aku bisa memperbaiki ini semua?" tanyanya dengan napas tersengal. Lalu teringatlah olehnya ucapan Rowena tadi. "Kesempatan yang kau katakan tadi, itukah maksudmu? Apakah aku bisa mendapatkan kesempatan kedua?"

"Bisa, Alpha." Rowena menjawab sembari memberikan satu anggukan. "Aku bisa membantumu untuk mendapatkan kesempatan kedua, tetapi ini tak bisa kau lakukan sendiri." Dia melirik Vione sejenak sebelum balik menatap Usher kembali. "Vione harus membantumu."

Perasaan Usher sontak berubah menjadi tak enak. Cara bicara dan kata-kata Rowena membuat sinyal antisipasinya segera menyala. Dia menggeleng, niatnya ingin menolak itu, terlepas dari fakta bahwa dirinya belum tahu niatan Rowena, tetapi kegelisahan itu tak mampu ditepisnya begitu jadi. Namun, Vione keburu bicara.

"Katakan padaku, Rowena. Apa yang harus kulakukan? Aku pasti akan membantu Usher."

Usher menggeleng. Ditahannya tangan Vione. "Tidak, Vione. Aku tidak akan menyeretmu lebih jauh lagi dalam masalah ini. Aku tidak ingin melibatkanmu dalam pertanggungjawabanku."

"Aku tak peduli, Usher. Kau ingin atau tidak, aku tak peduli," ujar Vione dengan penuh keteguhan. Ditepisnya tangan Usher, lalu dia meraih tangan Rowena. "Katakan padaku, Rowena. Apa yang harus kulakukan?"

Rowena meremas jemari Vione dan menatapnya tanpa kedip. "Kau tak perlu melakukan apa pun, Vione. Kau hanya perlu merelakan jiwamu untuk terikat dengan Usher."

Ketakutan Usher terbukti. Jadilah tubuhnya berubah menjadi dingin. Dia memang tak pernah mengenal seorang penyihir pun selama hidup, tetapi dia tahu satu hal pasti, yaitu ada banyak hal gila yang bisa dilakukan oleh seorang penyihir.

Usher bangkit dan berusaha untuk turun dari tempat tidur. Dicobanya untuk meraih Vione. "Lu-lupakan itu, Vione. Kau—"

"Lakukanlah."

Usher membeku. Bahkan untuk sekadar menggeleng pun sekarang dia tak lagi memiliki kuasa.

"Kau yakin?" tanya Rowena sembari menahan napas di dada. Dia tampak kesulitan ketika berusaha untuk lanjut bicara. "Mantera pengikat jiwa adalah satu-satunya tali yang bisa mengikat antara masa lalu dan masa sekarang. Usher bisa mengubah semua masa lalu, tetapi bukan tanpa risiko. Bila terjadi sesuatu padanya maka kau pun tak akan selamat. Dia akan mati di masa lalu dan kau akan mati di masa sekarang."

Vione mengangguk. "Aku yakin. Aku—"

"Vione!" jerit Usher dengan penuh emosi. Dipaksakannya diri sehingga dia berhasil menjejakkan kaki di lantai dan lalu disambarnya tangan Vione. "Aku tak akan melakukan itu. Tidak. Aku tidak akan mengorbankan nyawamu."

Senyum merekah di wajah Vione. Lalu ditangkupnya pipi Usher. "Kau tak akan mengorbankan nyawaku, Usher. Aku percaya padamu."

Kepercayaan Vione meluluhlantakkan Usher. Jadilah dia semakin nelangsa dan tak berdaya. "Tidak, Vione. Kumohon, jangan."

"Kau tak akan pernah menyakitiku, Usher. Kau tak pernah membuatku terluka. Jadi, tenanglah," kata Vione dengan senyum yang kian melebar. Dia mengangguk sekali. "Aku percaya padamu."

Sekarang tak ada yang bisa dikatakan lagi oleh Usher. Jadilah dia terjatuh di lantai dengan tangis ketidakberdayaan yang semakin menderas. Dirutukinya diri sendiri. Tak cukup dengan membuat Vione menderita, saat ini dia pun kembali membuat keselamatannya terancam.

"Jadi, katakan padaku, Rowena. Kapan kau bisa mengikat kami dengan mantera itu?"

Rowena mengerjap. Sejenak, fokusnya hilang tatkala melihat keteguhan Vione dan Usher. "Bulan depan. Aku butuh menyembuhkan diri, begitu pula dengan Alpha. Jadi, selama menunggu waktunya aku ingin kau melakukan sesuatu."

"Apa itu?"

Rowena menatap Vione dan Usher bergantian. "Kalian harus kembali berpasangan."

*

Suara nyaring terdengar menggema berulang kali mengisi ruangan ritual Rowena. Asalnya adalah lumpang batu besar yang berisi herba-herba segar dengan aroma menyengat.

Mata kosong dan wajah tanpa ekspresi, kedua tangan Rowena terus saja mengangkat alu, lalu ditumbuknya herba-herba segar tersebut. Agaknya ada sesuatu yang membuatnya tenggelam dalam pikiran jauh sehingga jadilah dia tak benar-benar memerhatikan bahwa herba-herba itu telah hancur sejak sepuluh menit yang lalu.

Suara derap langkah seseorang yang terdengar lamat-lamat menarik kesadaran Rowena sesaat kemudian. Dia mengerjap dan seketika saja sekujur tubuhnya bersiaga.

Rowena berhenti menumbuk. Ditaruhnya alu, kemudian dia berpaling dan menyapa. "Alpha."

Langkah Usher sontak terhenti dan ditatapnya Rowena sembari membalas sapaan itu. "Rowena."

"Ada apa, Alpha?" tanya Rowena sembari meninggalkan tumbukan herba di lumpang batu. Dia beranjak ke meja untuk mengambil bahan lain. "Apakah ada sesuatu yang ingin kau katakan sehingga mencariku?"

Usher menyipitkan mata. Tak diduga olehnya bila Rowena akan bicara segamblang itu.

"Tentunya ada alasan sehingga kau mencariku hingga ke sini." Rowena mengambil sebuah botol kristal berisi cairan bewarna biru pekat. Lalu dia menoleh kembali pada Usher. "Bukankah begitu, Alpha?"

Usher mengangguk, dirasanya memang tak perlu berbasa-basi. "Memang. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu, Rowena."

"Apakah yang ingin kau bicarakan denganku, Alpha?"

"Aku ingin tahu, apa yang sebenarnya tengah kau rencanakan, Rowena?"

Rowena mengerutkan dahi. "Apa maksudmu, Alpha?"

"Aku tak pernah bertemu penyihir baik hati yang akan membantu secara cuma-cuma," jawab Usher tanpa tedeng aling-aling dan bersamaan dengan itu, kembali dilanjutkannya langkah yang sempat terhenti. Jadilah jarak yang memisahkan dirinya dan Rowena terkikis. "Jadi, katakan padaku, apa yang kau inginkan sehingga kau bersedia menyembuhkan dan membantuku?"

Seulas senyum tipis merekah di wajah Rowena sesaat setelah dia menarik napas. Lalu dijawabnya pertanyaan Usher dengan suara yang terkesan tenang. "Kuyakin, kau tak lupa ketika aku mengatakan bahwa aku adalah teman baik orang tuamu, Alpha."

"Hanya itu?"

Rowena bisa merasakan dengan jelas kecurigaan Usher, tetapi dia tampak biasa-biasa saja. "Tentu saja, Alpha. Memangnya alasan apa lagi yang kubutuhkan ketika aku tahu putra dari teman baikku tengah menghadapi masalah?"

Terkesan masuk akal, tetapi ada sesuatu yang membuat Usher tak menelan mentah-mentah jawaban Rowena. Perasaannya mengganjal, instingnya menyala, jadilah dia yakin bahwa ada sesuatu yang tengah disembunyikan oleh Rowena.

"Untuk kategori orang yang ingin membantu putra teman baiknya maka harus kukatakan bahwa kau sangat berkorban, Rowena," lanjut Usher sembari menatap lekat Rowena. Dicobanya untuk menemukan satu petunjuk pun yang bisa menjadi jawaban untuk kecurigaannya. "Kau sampai rela untuk mengorbankan nyawamu."

Rowena tak mengomentari hal tersebut, hanya tersenyum saja.

Di lain pihak, sikap Rowena justru membuat kecurigaan Usher semakin menjadi-jadi. Sebabnya, adalah dia tahu bahwa Rowena terluka karena mengobati dirinya, luka yang parah sehingga bisa mengancam nyawa.

"Selain itu, sempat kudengar dari Ayla bahwa selama ini kau bersembunyi di hutan karena tak ingin lagi terlibat dengan permasalan dunia. Namun, tindakanmu menunjukkan hal sebaliknya."

Rowena mengangguk sekali. "Kau benar, Alpha, dan itu menyadarkanku bahwa memang takdir adalah misteri. Kita tak akan pernah tahu apa yang akan dibawa oleh hari esok. Bahkan kita pun tak akan tahu apa yang akan terjadi semenit dari sekarang."

"Kau tidak ingin jujur?"

Senyum Rowena melebar hingga tampaklah barisan giginya yang masih putih dan kokoh. "Aku jujur, Alpha. Aku sama sekali tidak memiliki niat terselubung untuk membantumu," ujarnya sembari mengangkat bahu sekilas. "Kuyakin, itulah maksudmu bukan?"

Usher tak merasa perlu untuk menjawab.

"Jadi, kuharap kau bisa menghilangkan kecurigaanmu terhadapku, Alpha. Lagi pula terpenting bagimu sekarang adalah segera memulihkan diri," lanjut Rowena dengan sikap terkendali dan penuh percaya diri. "Bukankah begitu?"

Diam masih menjadi pilihan Usher, terlebih karena bisa dirasakan olehnya ada makna tegas yang tersirat di balik kalimat Rowena yang terdengar sopan, seakan-akan dirinya didesak untuk percaya. Jadilah insting alamiah membuatnya dengan serta merta kembali mengamati Rowena dengan cermat, berusaha untuk menemukan tanda-tanda kebohongan. Namun, apa pun yang ditemukannya tampak tak cukup untuk memberikan jawaban seperti yang diharapkannya.

Pada akhirnya Usher pun memutuskan untuk tak lagi meneruskan pembicaraan tersebut. Dia memutar tubuh dan pergi dari sana dengan satu keyakinan, yaitu pastilah Rowena akan menutupinya dengan sebaik mungkin.

Walau demikian Usher tidak akan lengah. Tak akan diabaikan olehnya insting yang terus memperingatkannya bahwa ada sesuatu di balik semua kebaikan Rowena. Dia akan tetap berhati-hati.

Kepergian Usher menciptakan keheningan. Ruang ritual Rowena yang semula dipenuhi oleh suara beradunya lesung dan alu, lalu dilanjutkan suara pembicaraan mereka, sekarang menjadi sunyi. Hanya sesekali terdengar suara tarikan napasnya yang terkesan berat.

Rowen memejamkan mata. Kemudian buru-buru ditaruhnya kembali botol kristal yang sedari tadi terus digenggamnya dengan kuat. Jari-jari tangannya telah kaku dan memucat.

*

Vione bisa merasakan ada yang tak biasa dengan Usher. Terlepas dari kenyataan bahwa seringnya dia memang memergoki Usher dengan wajah muram, tetapi ada yang berbeda kali ini. Usher bukan hanya tampak sedih, melainkan ekspresinya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tengah dipikirkannya, dahinya tampak berkerut.

"Usher," panggil Vione sembari mendekati Usher yang tengah duduk di dekat jendela. Dilihat olehnya Usher yang tengah memandangi bulan sabit dan langit yang dipenuhi oleh bintang-bintang. Usher berpaling dan dia pun bertanya. "Apakah ada yang tengah kau pikirkan? Kulihat kau sering termenung belakangan ini."

Usher menarik napas dan membiarkan Vione untuk duduk bersamanya. Lalu diraihnya jemari Vione sembari menggeleng. "Tidak ada yang kupikirkan. Aku hanya sedang melihat bulan."

Mata Vione menyipit dalam keragu-raguan. "Benarkah begitu?"

"Tentu saja," jawab Usher tersenyum dan jadilah Vione membuang napas lega. Jadilah dia tak menyia-nyiakan kesempatan ketika sesuatu melintas di benaknya pada waktu tepat. "Vione, sejujurnya ada yang ingin kubicarakan denganmu."

"Apakah itu?"

Usher mendeham sejenak, tampak sedikit ragu walau pada akhirnya dia tetap mengutarakan keresahan hatinya. "Soal Rowena."

"Rowena?" Vione mengerutkan dahi dengan ekspresi bingung. "Ada apa dengannya?"

Reaksi Vione membuat Usher memutar otak. Tak sulit baginya menangkap tanda-tanda kecenderungan bahwa Vione mempercayai Rowena. Dia harus membuka pembicaraan itu dengan kalimat yang tepat.

Usher menatap Vione lekat, lalu bertanya. "Apakah kau tak merasa aneh dengan semua kebaikan yang Rowena berikan kepada kita?"

"A-aneh?" Vione mengerjap dengan kebingungan yang semakin menjadi-jadi. "Apa maksudmu, Usher?"

Usher menggenggam jemari Vione dengan kedua tangan. Kemudian suaranya terdengar rendah dan penuh dengan keyakinan ketika menjawab. "Kupikir, ada sesuatu di balik niat baik Rowena terhadap kita."

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro