Clawless Luna 8
Vione pikir kemalangan dan penderitaannya selama ini sudah cukup. Terlepas dari kebahagiaan yang didapat dari orang tua angkat dan orang-orang yang menyayanginya, tak sedikit kesedihan dirasakannya pula, biasanya berasal dari mereka yang kerap menjadikan kekurangannya sebagai bahan perundungan. Walau demikian sebisa mungkin ia tak bersedih. Lagi pula memang begitulah kehidupan. Kebahagiaan dan kesedihan selalu ditakdirkan sepaket, tak terpisahkan.
Perjalanan hidup yang tak mudah telah membentuk hati Vione. Ia tak lagi gampang terluka. Ia telah terbiasa. Pun ia lebih bijak untuk memfokuskan diri pada mereka yang mencintai ketimbang orang-orang yang menyakiti. Namun, ia lupa bahwa setiap hal pasti selalu ada pengecualian.
Pengecualian itu bernama Usher. Walau begitu Vione memiliki pembelaannya sendiri. Dulu, Usher termasuk dalam golongan orang-orang yang mencintainya. Usher hangat dan selalu ada untuknya. Lalu semua berubah setelah mereka berpasangan. Usher bukan lagi Usher yang ia kenal. Jadilah ia berpikir bahwa kebaikan Usher selama ini bukanlah berarti Usher mencintainya. Itu murni karena Usher memang baik dan agaknya sekarang Usher telah lelah bersikap baik kepadanya.
Akal sehat Vione telah menerima, tetapi hatinya tidak. Sebanyak apa alasan logis muncul di benaknya tetap tak mampu menahan rasa tak terima yang hatinya teriakkan. Lagi dan lagi, penyebabnya adalah ada masa di mana ia yakin bahwa sikap Usher padanya bukan sekadar kebaikan semata. Mana mungkin ada kebaikan diberikan dalam bentuk pelukan hangat, ciuman dalam, dan sentuhan menggairahkan?
Vione bisa merasakan bahwa Usher juga mencintainya. Di malam-malam sunyi ketika hanya ada mereka berdua, Usher memperlakukannya seperti ratu tercantik sejagad raya.
Namun, kenyataan kembali menampar dengan amat menyakitkan. Vione terhenyak oleh rasa sakit ketika disadarinya bahwa semua itu adalah omong kosong belaka. Persetan dengan semua cinta dan sentuhan yang Usher berikan. Pada akhirnya tetaplah ia yang menjadi pihak terbuang.
Vione mengerang. Rasa sakit yang tak pernah dirasakan sebelumnya menyerang. Jadilah ia terbungkuk dengan satu tangan yang bertahan di lutut sementara tangan lain meremas dada.
Jantungnya seperti tertimpa batu tak kasat mata. Hatinya tercabik-cabik. Paru-parunya terlukai. Sekujur tubuhnya menjerit dalam nyeri yang memeras tanpa kenal ampun.
"Pasti sangat menyakitkan bukan?"
Di sela-sela hantaman rasa sakit, Vione paksa dirinya untuk tetap sadar. Dilihatnya Usher menatapnya dengan seringai ejekan dan itu membuat kesakitannya berkali-kali lipat lebih menyakitkan.
"Apakah aku harus memanggil dokter? Lagi pula kau memang lemah dari dulu. Aku khawatir kau benar-benar akan meregang nyawa sekarang."
Vione mengatupkan mulut rapat-rapat. Ditahannya rasa sakit yang menghentak-hentak setiap sel di tubuh dan ia berusaha bangkit walau keringat sebesar butiran jagung membasahi wajahnya. Sebisa mungkin, dibalasnya perkataan Usher walau dengan suara bergetar.
"Aku tak butuh belas kasihanmu, Usher."
Usher mendengkus geli. "Baiklah. Lagi pula aku tak ingin mengasihimu dan selain itu, kuharap kau tahu apa yang harus kau lakukan sekarang juga."
Vione masih bergulat dengan rasa sakit. "Apa maksudmu?"
"Maksudku adalah kau bukan luna dan pasanganku lagi, Vione," jawab Usher dengan sorot yang amat merendahkan. "Jadi aku harus segera angkat kaki dari sini sekarang juga."
"Semalam ini?"
"Tentu saja."
Vione mengangguk. "Baiklah. Aku akan segera pergi dari sini, Usher. Terima kasih untuk semua yang telah kau berikan selama ini. Kuharap kau bisa bahagia."
Mata Vione sempat melirik pada Mireya yang mendekat dengan tersenyum lebar. Diputuskannya untuk segera beranjak dari sana sebelum ia mendengar cemoohan lainnya dari Mireya.
"Aku akan membantumu berkemas, Vione."
Vione ingin menolak bantuan Garth, tetapi Usher kebutu mengangkat tangan. Dihalanginya langkah Garth dengan satu tangan, lalu ia berkata.
"Dia bukan siapa-siapa lagi, Garth. Kau tak perlu membantunya ataupun mengantarnya pulang ke rumah orang tuanya."
Garth tahu itu, tetapi rasanya tak sepatutnya membiarkan Vione pergi seorang diri sementara hari pun telah malam. Walau ia bukan lagi luna, tetapi setidaknya ia pernah menjadi orang penting di kawanan.
Namun, Vione sudah terlalu lelah. Batinnya benar-benar tersiksa sehingga yang diinginkannya sekarang adalah benar-benar mengakhiri semua. Ia tak ingin menguras sisa tenaga yang tak seberapa untuk berdebat.
"Terima kasih, Garth, tetapi aku bisa melakukannya sendiri."
Tuntas mengatakan itu maka Vione pun segera beranjak. Ia menuju ke kamar dan langsung mengemasi barang-barangnya yang tak seberapa. Disadarinya bahwa nyaris semua yang digunakan dan dimilikinya selama di Istana adalah milik Usher. Sejatinya, semua memang adalah milik Usher.
Jadilah Vione hanya membutuhkan satu tas berukuran sedang. Ditariknya napas dalam-dalam dan dilihatnya seisi kamar sebelum pergi. Semua kenangan seolah-olah berkelebat di benak sehingga kembali menimbulkan nyeri.
Vione menguatkan diri. Dicukupkannya hati dengan sekotak kenangan indah yang sempat ia nikmati. Ia keluar dan ditutupnya pintu.
Satu yang tak disangka oleh Vione adalah ternyata Usher dan Mireya masih bertahan di aula istirahat. Agaknya mereka tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk melihat kepergiannya.
Vione terus melangkah. Diabaikannya Usher dan Mireya yang berpelukan dengan semringah sambil melihat padanya. Ia tersenyum pada Garth yang menatapnya tanpa daya, lalu ia pun benar-benar meninggalkan Istana.
*
Agaknya tak ada hal yang lebih mengejutkan sekaligus menyedihkan bagi setiap orang tua selain mendapati fakta putri mereka harus pulang ke rumah dengan menahan pilu dan sakit hati. Demikianlah yang dirasakan oleh Hilary dan Addy. Mereka tak kuasa untuk membendung kesedihan ketika dilihatnya luka itu benar-benar ternganga di mata Vione.
"Ba-bagaimana bisa Usher melakukan ini padamu, Vione? Aku benar-benar tidak terima."
Vione buru-buru menahan tangan Addy. "Jangan, Pa. Kumohon. Bagaimanapun juga Usher adalah alpha dan aku tak ingin sesuatu terjadi padamu. Lagi pula semua sudah terjadi dan aku memang menginginkan hal ini."
Addy terdiam. Dalam rasa marah dan tak terima, dipandanginya wajah Vione. Mungkin akan terdengar aneh mengingat bahwa mereka memang tak memiliki ikatan darah. Namun, ia berani bersumpah. Ia bisa merasakan kesedihan Vione.
"Vione."
Vione tersenyum. "Aku baik-baik saja. Jadi, kalian tidak perlu cemas. Aku memang sakit hati, tetapi aku yakin semua ini akan terlewati. Aku pasti baik-baik saja."
Bukan itu yang dilihat oleh Addy dan Hilary. Tetesan air mata yang jatuh bahkan tanpa dirasa oleh Vione adalah bukti nyata bahwa ia benar-benar terpuruk.
Hilary menarik Vione. Diberikannya pelukan hangat dan dibiarkannya Vione menumpahkan semua kesedihannya. Ia tak memberikan kata-kata penenang, tetapi terus dielusnya punggung Vione. Kemudian ia berkata.
"Ada kami di sini. Kau tak perlu khawatir. Kami akan selalu ada untukmu."
Setidaknya menjadi anak terbuang dan ditemukan oleh pasangan seperti Addy dan Hilary bukanlah hal buruk. Sebaliknya, Vione sangat mensyukurinya. Bahkan untuk kejadian memalukan yang baru saja menimpanya, mereka tak gentar untuk pasang badan membela Vione.
Tentunya, kabar mengenai pemutusan ikatan Vione dan Usher tersebar ke seluruh penjuru Kawanan. Apalagi protokol kawanan pun mengharuskan Garth untuk mengumumkan hal tersebut. Semua orang harus mengetahui fakta bahwa Vione bukan lagi luna dan jadilah tak sedikit orang yang mencemoohnya, terlebih ketika mereka tahu alasan di balik pelengseran itu, yaitu perselingkuhan Vione.
Rasa-rasanya sepanjang sejarah Kawanan Frostholm ada di muka bumi, barulah kali ini ada luna yang dilengserkan. Alhasil itu menjadi topik tak tergantikan untuk berhari-hari. Addy dan Hilary yang mengetahuinya pun berusaha untuk menahan Vione di rumah. Sebisa mungkin mereka tak membiarkan Vione pergi ke mana pun agar lukanya tak semakin menganga, agar perasaannya tetap terjaga.
Jadilah hari-hari Vione lalui dengan berdiam diri di rumah. Pun bila sesekali keluar maka hanya sebatas halaman dan kebun belakanglah yang menjadi tujuannya. Dihabiskannya waktu dengan menikmati angin sepoi-sepoi dan nyanyian burung.
"Vione."
Satu suara lembut menginterupsi kenyaman Vione di siang itu. Ia berpaling dan sontak bangkit dari duduk. Seorang wanita yang tak diduga olehnya datang.
"Jemma."
Jemma tersenyum dan menghampiri Vione. Diberikannya pelukan hangat seolah ingin membantu menyembuhkan luka yang tengah diderita Vione.
"Je-Jemma. Aku tidak tahu kalau kau datang," lirih Vione gelagapan. "Seharusnya kau mengabariku."
Wajah teduh Jemma menyiratkan bahwa ia tak masalah sama sekali untuk dijamu di tengah-tengah kebun yang lebat. Lagi pula duduk di kursi kayu dan dinaungi pepohonan tua adalah kesukaannya.
"Tak apa. Aku malah suka begini. Tempat ini sangat asri dan aku menyukainya."
Vione manggut-manggut dengan wajah tertunduk. Dicobanya untuk menenangkan diri, tetapi praduga dengan cepat mengisi benaknya. Jadilah ia menebak bahwa kedatangan Jemma pasti ada hubungannya dengan lengsernya ia dari posisi luna.
"Maafkan aku karena baru mendatangimu sekarang, Vione. Aku benar-benar syok dengan yang terjadi. Aku tahu kau tidak mungkin melakukan seperti yang dituduhkan dan ...." Jemma berhenti bicara untuk sesaat. Dilihatnya Vione dengan lekat-lekat, lalu diraihnya jemari Vione. "Apakah kau baik-baik saja?"
Vione mengangguk. Dipaksanya diri untuk tersenyum sebaik mungkin. "Aku baik-baik saja. Kau tak perlu khawatir."
Mustahil Jemma tak khawatir. Dulunya, ia juga adalah seorang luna. Jadi tentulah ia mengetahui satu dua hal lebih banyak ketimbang yang diketahui oleh orang lain.
Jemma tahu pasti bahwa tudingan publik pada Vione akan menjadi hal menyakitkan. Namun, itu belum ada apa-apanya dengan luka yang menganga di hati Vione. Sebagai seorang wanita dan luna terdahulu, ia mengerti.
Pada satu titik, Jemma perrnah merasakan sakit yang amat menyesakkan. Dunia seolah runtuh dan hitam adalah satu-satunya warna yang dilihatnya. Itu adalah ketika alphanya, Kendrick, meninggal dunia.
Jemma pernah terluka. Ia pernah bertarung hingga patah tulang dan nyaris kehabisan darah. Namun, bisa dipastikannya bahwa semua itu tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan sakit kehilangan pasangannya.
Jiwa serigalanya meronta. Ada darah yang berceceran di dalam sana. Tak terlihat mata, tetapi sakitnya benar-benar menyesakkan dada.
Jemma nyaris putus asa. Ia benar-benar malang dan kehilangan arah hidup. Bahkan jika ia bisa memilih maka dipastikannya untuk menjalani ribuan kali penyiksaan ketimbang harus hidup tanpa Kendrick.
Sekarang Jemma memang masih berdiri tegak. Semua berhasil dilaluinya walau dengan perjuangan yang amat besar. Walau demikian ada satu yang tak akan pernah diketahui orang-orang. Setiap malam purnama ia selalu melintasi hutan dan menyanyikan kesedihan dalam lolongan panjang.
Cinta itu akan selalu ada. Cinta itu selalu abadi. Namun, menjalani hari-hari tanpa Kendrick adalah penderitaan tanpa henti.
Jadilah di antara para manusia serigala, adalah Jemma yang pasti paling mengerti posisi dan keadaan Vione sekarang. Dari sudut pandang seorang luna dan wanita, ia bisa meraba kesedihan Vione.
Vione pasti sangat menderita. Jiwa serigalanya pasti sedang sengsara. Bahkan bila ia mencoba untuk berbohong dan mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja, Jemma bisa melihat sebaliknya.
Tak ada lagi cerah di wajah Vione. Bibirnya tampak pucat. Darahnya seolah membeku dan tak lagi mengalir. Bahkan tarikan napasnya pun seakan tanpa nyawa.
"Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan, Vione. Bila kau butuh sesuatu, kuharap kau akan mengatakannya padaku."
"Terima kasih, Jemma. Aku sangat menghargai itu."
Pada akhirnya semua kata-kata penyemangat dan penenang yang sudah dipersiapkan Jemma tak jadi diucapkan. Diputuskannya bahwa tak mengatakan apa-apa adalah hal terbaik yang bisa dilakukannya untuk Vione. Lagi pula ia tahu pasti bahwa memang tak akan ada hal di dunia ini yang bisa menenangkan Vione. Satu-satunya yang tersisa memang hanyalah waktu. Jadi biarkanlah waktu yang akan membawa Vione melewati masa-masa menyakitkan itu.
"Aku tahu kau adalah wanita serigala yang kuat, Vione," lirih Jemma sambil kembali memeluk Vione. Direngkuhnya Vione dengan penuh kehangatan. "Kau pasti bisa melewati ini semua. Aku jamin itu."
Vione memejamkan mata. Dalam hati, ia juga mengharapkan yang sama. Ia berdoa semoga bisa melewati semua dengan kepala yang tetap terangkat. Ingin ditunjukkannya pada dunia bahwa ia tak apa-apa. Bahwa ia memang kuat.
Sayangnya takdir kembali mengajak Vione untuk bergelut. Diberikannya kejutan tak mengenakkan lainnya.
Pagi itu Garth datang ke rumah keluarga Munest, tetapi tidak seorang diri. Bersamanya ada Mireya dan Vione bisa meraba hal tak baik akan segera terjadi.
Terbukti dan Vione nyaris histeris. Para manusia serigala pengawal yang tergabung dalam satuan pasukan pemberontak menangkap Addy dan Hilary. Bersamaan dengan itu Mireya pun berkata.
"Addy Roberto Munest dan Hilary Russell, kalian ditangkap dengan tuduhan melakukan kudeta."
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro