18 | Bullying
Buru-buru aku keluar dari bus. Perasaan sesak merayapi dadaku. Aku berlari secepat mungkin ke rumah, berharap air mata tak akan jatuh sebelum aku menginjakkan kaki di rumah.
Begitu sampai, air mata yang kutahan akhirnya tumpah juga. aku menangis. Meluapkan seluruh perasaan yang tertahan sejak tadi. Namun dadaku masih terasa sakit. Semua kejadian yang menimpaku di sekolah terputar di kepalaku membuat sesak.
Aku terus menangis. Moonlight Stealth hanya diam menatapku, wajah mereka menampilkan kebingungan sekaligus penasaran. Namun mereka lebih memilih bungkam hingga aku tenang dan menceritakannya pada mereka secara langsung.
Tanpa sadar aku menangis hingga tertidur. Begitu bangun, aku segera mengecek jam dan menunjukkan pukul 8 malam. Aku berjalan ke kamar mandi, membereskan diri sekaligus menenangkan pikiran. Aku tahu tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan maka dari itu aku mencoba berpikir positif.
Aku harus mencari titik terang dari permasalahan ini. Apa yang sebaiknya aku lakukan?
Tak ada ide. Aku mengerang kesal. Oh ayolah, kenapa mereka tega sekali menindas gadis polos tidak berdosa seperti aku hanya karena aku bisa akrab dengan anggota basket? Hanya karena aku bertegur sapa dengan Rei di pasar? Apa mereka fans fanatik atau bagaimana sih?
Aku menggerutu sendiri di kamar mandi, di bawah guyuran air dingin yang menyejukkan. Setelah bosan berdialog sendiri di kamar mandi tanpa menemukan jalan keluar, aku mengakhiri kegiatan mandi.
Semakin dipikirkan, semakin kesal saja. Hei, kenapa kau membuli orang yang tidak bersalah hanya karena iri! Bahkan sampai menyebar rumor yang tidak-tidak. Apa dia tidak memikirkan akibat perbuatannya ini? Kenapa semakin ke sini orang-orang semakin tidak beradab, bikin kesal saja!
Aku melempar tubuhku di atas kasur. Menghela napas panjang. Ingin sekali aku mencabik-cabik pelaku yang menyebar rumor! Tapi aku bahkan tidak tahu siapa yang menyebarkannya! Aku berdecak kesal, dan kemudian terigat Dhiya yang memperlihatkan fotoku bersama Rei. Aku bisa bertanya pada Dhiya darimana ia mendapatkan foto itu!
Ah tapi itu bukan satu-satunya masalah. Yang sulit adalah, bagaimana membuat mereka percaya bahwa rumor itu tidak benar dan aku tidak berkecan dengan Rei apalagi dianggap wanita ular! Astaga ular? Mereka pikir aku dapat mendesis seperti ular apa!
Aku segera bertanya ke Dhiya lewat chat. Rupanya sejak sore tadi ia menanyakan kabarku namun tidak kubalas, untung saja dia masih online sekarang.
Dhiya
Kau baik-baik saja?
Jika butuh bantuan kau bisa memberitahuku.
Fhea
Ya aku sudah baik-baik saja
Btw aku ingin bertanya sesuatu
Dhiya
Tanya apa?
Fhea
Kau dapat foto itu darimana?
Dhiya
Oh teman klubku mengirimkannya ke aku untuk memastikan apakah yang di foto itu benar kau atau tidak?
Itu sungguh kau?
Fhea
Iya itu aku
Dhiya
Kau sungguh berpacaran dengan Rei?
Kupikir kau suka Zean?
Fhea
Berapa kali kubilang aku hanya bertegur sapa dengannya karena bertemu di pasar kemarin :(
Dhiya
Wah begitu ya, kenapa rumor aneh itu bisa muncul?
Fhea
Ya kan!! Aku juga pikir itu aneh!
Siapa yang memulai menciptakan rumor todak jelas seperti itu coba! ರ╭╮ರ
Jadi kau juga tidak tahu ya siapa yang memotret foto dan menyebar rumornya
Dhiya
Kalau sampai situ aku ga tahu
Sori bgttt :((
Kamu yang kuatt, masih ada aku ma yang lain kooo
Fhea
Hehe iya makasih
Aku cuma mau nangkep pelakunya aja
Mau aku bejek-bejek sampai babak belur!!
Dhiya
Santet aja, ga perlu capek-capek wkwk
Fhea
Ahahaha bener juga!
Saran yang bagus ¯\_( ͡° ͜ʖ ͡°)_/¯
Oh iya apa besok aku bisa ketemu temanmu?
Dhiya
Sebentar ya, aku tanya dia dulu.
Tapi sepertinya sih bisa.
Aku menoleh ke arah jendela, mereka sudah pada tidur. Daripada membuang waktu untuk memikirkan seperti itu, aku memilih menghabiskan malamku sekali lagi untuk belajar hingga terlelap.
***
Esok hari aku bangun dan segera bersiap pergi sekolah. Jujur aku agak takut, namun tidak mungkin aku membolos sekolah begitu saja hanya karena ini. Lagipula aku tidak ingin ketinggalan materi. Setelah memantapkan hati, Aku berangkat ke sekolah harap-harap cemas. Berdoa hari ini baik-baik saja dan cepat berlalu.
Seperti yang kuduga, rumor yang berkobar tidak akan padam begitu saja. Baru melangkah kaki di depan gerbang, beberapa pasang mata sudah memandangiku sambil berbisik ke teman mereka. Aku harus secepatnya menemukan si pelaku jika ingin kehidupan sekolah yang tentram kembali!
Namun rupanya. Pos it yang ditempel di lokerku makin banyak saja. Aku menggerutu dan melepas semuanya lalu membuang ke tempat sampah. Kenapa mereka melakukannya sampai seperti ini sih!
Aku berjalan ke kelasku, berusaha biasa saja dan tidak takut terhadap apapun yang sudah dan akan menimpaku tadi.
CEKREK!
Seorang siswi memotoku sambil tertawa bersama siswi lain. Aku menggeram, dan menghampirinya, "Ngapain kalian foto-foto orang tanpa izin! Gak sopan tau!"
"Yaudah sih, sensi banget! Gak akan kita apa-apain juga!" Ia segera memperlihatkan fotoku yang sudah dihapus. "Sudah, puas kan?"
Aku berdecak kesal dan segera meninggalkanku 2 siswi kurang kerjaan itu. Tahan Fhea, masih pagi jangan emosi!
Baru beberapa langkah aku sudah dihadapi ujian emosi lagi. Seorang siswi menabrak bahku dengan kasar bersama gerombolannya. "Ups, maaf ga sengaja!"
Aku tertawa. Astaga lucu sekali. Ini drama sinetron atau apa sih?
Mereka menatapku bingung yang tertawa di tengah-tengah lorong, lebih tepatnya menertawai sikap kekanak-kanakan mereka.
Aku balas tersenyum, "Ya sudah kumaafkan. Sepertinya kau harus ke dokter mata. Manusia sebesar ini saja tidak kau lihat, payah sekali."
"APA KAU BILANG?"
Aku menghiraukannya dan berlalu pergi, namun ia menahan pergelangan tanganku, sepertinya ia masih ingin berlama-lama denganku.
Aku menoleh ke arahnya. "Kau tidak dengar? Apa kau harus ke dokter telinga juga?"
Aku segera melepas genggamannya dan pergi meninggalkan mereka. Dalam hati aku bersorak-sorai karena berhasil membuatnya tak berkata-kata. Semua ini berkat ajaran yang diberikan Erina kemarin malam, hihi makasih banyak Erina sayang!
Mereka berdecak kesal dan pergi sambil terus mencaci makiku. Aku bahkan bisa mendengarnya dengan sangat jelas. Betapa kekanakannya mereka. Makanya pagi-pagi jangan bikin emosi, huh!
Begitu sampai di kelas. Aku duduk di bangku dan menelungkupkan kepalaku di atas meja. Pagi-pagi saja aku sudah harus capek menerima segala perlakuan buruk ini. Ya Tuhan, tolong biarkan aku melewati hari ini dengan damai!
"FHEAAA!"
Dhiya berlari masuk kelas dan langsung memelukku. "Astaga tadi kau keren sekali! Apa itu sungguh kau? Aku tidak percaya! Syukurlah Fhea kembali jadi anak kuat!!"
Aku tertawa dan melepaskan pelukannya. "Lagian mereka bikin aku emosi! Oh iya teman klub kamu gimana? Apa aku bisa ketemu?"
Dhiya meletakkan tasnya dan duduk di sampingku. "Iya bisa, katanya temuin dia sepulang sekolah aja di taman."
Aku mengangguk dan kembali menelungkupkan kepala di atas meja. Kuharap aku bisa menemukan pelaku secepatnya. LIHAT SAJA NANTI, AKAN KUBEJEK-BEJEK!!!
🌙🌙🌙
Fhea emosi di sini aku malah ngakak 😭😭
Tapi emang dari awal orangnya heboh sih ....
Dan yey Fhea semakin kuat dan tidak membiarkan dirinya diperlakukan begitu saja! //Tepuk tangan
Kalian juga jangan mau direndahkan begitu juga ya! Harus dilawan
ᕦ(ò_óˇ)ᕤ
Tolong dukung Fhea terus yaa! Semoga ia bisa menemukan pelaku secepatnya dan kembali ke hari-hari yang damai sehingga bisa lebih lancar pdkt ke Zean—eh? Wkwkwk
See you in next chapt!
- 🌙✨
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro