Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17 | Rumor Has It

Aku bangun begitu jam wekerku berbunyi. Bersiap berangkat ke sekolah seperti biasa setelah sarapan. Tak lupa pamit kepada para Moonlight Stealth, sebelum akhirnya berangkat bersama Grey. Hari ini agak mendung, tapi tak memadamkan semangatku untuk pergi ke sekolah.

Begitu sampai di gerbang, aku tak sengaja berpapasan dengan Rei, "Pagi Rei!" sapaku. Ia menyapaku balik dan berjalan ke arah lapangan. Sementara aku terus berjalan ke arah lokerku sebelum akhirnya ke kelas.

Saat ingin membuka loker, aku melihat pos it yang menempel di lokerku, "Dasar Cewek Ganjen! Munafik!"

Aku mengerutkan alisku. Apa salah tempel ya? Tapi keterlaluan sekali mengerjai teman sampai seperti itu. Aku pun segera membuangnya dan mengambil beberapa buku di loker lalu menguncinya.

"Fhea yang itu ya?"

"Ah masa sih?"

Aku menoleh ke 2 siswi yang diam-diam melirikku. Mereka segera pergi sambil terus berbisik-bisik—atau mungkin tidak karena aku masih bisa mendengar suara mereka. Mereka ngomongin aku? Tumben sekali ada yg ngomongin aku ….

Tak mempermasalahkannya, aku tetap berjalan ke kelas seperti biasa. Lagi-lagi mereka semua memandangiku sambil berbisik-bisik. Aku merapihkan rambutku dan pakaian jikalau ada yang aneh. Namun mereka tak henti-hentinya memandangku. Pandangan yang tidak bersahabat dan penasaran.

Dengan risih, aku terus melangkahkan kakiku ke kelas. Begitu aku masuk, mereka semua tampak terkejut. Seolah-olah harusnya aku tidak perlu ada di sini. Mereka mulai berbisik-bisik sama seperti tadi.

Aku berusaha mengacuhkannya dan berjalan ke bangkuku. Aku memang tidak begitu akrab dengan semua teman sekelas, hanya beberapa saja, itu pun teman-teman dekatku. Tapi mereka belum datang.

"FHEAAA!"

Nah baru saja kubicarakan, Dhiya berlari tergopoh-gopoh ke arahku. "Hei, kau tak apa-apa?"

Aku menaikkan sebelah asliku. "Tidak apa-apa kok. Memang kenapa?"

Dhiya langsung menyerahkan ponselnya padaku. Di sana terlihat seseorang memposting beberapa fotoku bersama Rei kemarin saat di pameran gambar hingga di tempat makan, dan beberapa foto yang menunjukkan kedekatanku bersama anggota basket saja di bioskop. Aku melihat ke kolom komentar yang penuh dengan cacian.

Astaga apa ini? Apa mereka berkencan?

Kenapa dia menempel dengan anggota basket seperti itu?

Menjijikkan. Dasar cewek ular

Sudah kuduga tidak ada seorang perempuan pun yang tulus mendaftar menjadi manajer klub basket

Ya ampun apa dia mendaftar agar bisa berkencan dengan salah satu anggota basket?

Waw dia sangat licik

Memang tidak bisa menilai orang dari sampulnya ya. Padahal dia keliatan seperti anak baik.

Astaga apa-apaan ini?

Mulutku ternganga. Darimana mereka mendapat foto ini? Dan apa-apaan semua komentar ini? Kenapa bisa jadi seperti ini?

"Apa itu semua benar Fhea?" Teman-teman di kelas mendekat, mereka semua juga tampak penasaran.

Aku menggeleng, "Tentu saja TIDAK! Bagaimana bisa muncul rumor tidak jelas seperti ini! Padahal kemarin aku hanya tidak sengaja bertemu dengan Rei di dekat pasar dan mengobrol sebentar, itu saja!"

Mereka semua saling berpandangan, bingung harus mempercayai siapa. Aku mendesah, "Kalian sendiri tahu kan aku tidak seperti itu …."

"FHEAAA!"

Lyora masuk bersama Erina dan berlari ke arahku. "APA ITU SEMUA BENAR? APA KAU TIDAK APA-APA?"

Aku menggeleng. Situasi ini jauh dari kata tidak apa-apa. Sangat, sangat buruk!

Erina memelukku. "Kau pasti takut." Aku mengangguk. Ya, sangat takut.

"Menyebalkan! Kenapa mereka tega sekali berkomentar seperti itu! Padahal kan belum terbukti benar!" geram Lyora.

"Tak hanya itu!" Dhiya memperlihatkan layar ponselnya lagi. Beberapa komentar jahat terlihat saat Aldi memposting foto mereka di bioskop.

Aku terduduk di bangku. "Apa foto bersama sesalah itu? Kenapa mereka menjudge seenaknya …."

"Maafkan kami Fhea." ucap teman-teman sekelas. "Apa kau tidak apa-apa?"

Aku tersenyum masam dan menggeleng. Tentu saja aku merasa sedih, kecewa, dan kesal. Namun aku terlalu bingung, apa yang harus kulakukan agar rumor ini berhenti? Apa kau harus memberi klarifikasi seperti saat idol Korea terjebak rumor kencan? Apa dengan begitu mereka berhenti? Atau malah jadi berbalik menyerangku lebih parah?

"Permisi!" ujar sebuah suara dari luar pintu kelas. "Apa di sini ada Fhea?"

Lyora segera menghampiri mereka. "Ada urusan apa? Jika tidak penting silahkan pergi!"

"Tenang saja, aku cuma ingin bertanya satu hal penting. Aku ingin bertanya langsung ke Fhea, bisa?"

Seisi kelas menoleh ke arahku. Aku mengeluh dan bangkit dari kursi, menghampirinya. "Ada apa?"

Ia tersenyum menyeringai, menatapku dari atas hingga bawah lalu terkekeh. "Rupanya hanya gadis biasa seperti ini."

Aku memutar bola mataku malas, gadis ini sedang merendahkanku rupanya. Aku memperhatikan kerumunan orang-orang yang menatap penasaran ke sini. "Cepatlah. Apa yang ingin kau tanyakan?"

"Apa semua ini benar? Kau … berpacaran dengan Rei?"

Aku menghela napas, harus berapa kali aku mengatakan hal ini. "Itu tidak benar!"

Dia tersenyum, "Ya sudah kuduga seperti itu. Rei pasti tidak mau dengan cewek biasa sepertimu?"

"Hei jaga perkataanmu!" teriak Lyora yang ingin mencengkram kerah bajunya namun kutahan.

"Baiklah-baiklah aku hanya ingin memperingati posisimu saja." ujarnya sambil menelusuri penampilanku dari atas ke bawah, "Tolong jadi cewek jangan kegatelan dan tahu diri."

"Apa kau bilang!" Aku menggeram, hendak menjambak rambutnya namun ditahan Lyora dan Dhiya.

"Mungkin peryataan itu harus ditujukan kepadamu." ujar Erina sambil memperhatikan penampilan cewek tak dikenal ini dari bawah hingga atas dan menunjuk rok yang dipakai sangat ketat sambil menyeringai lebar. "Tolong jadi cewek jangan kegatelan dan tahu diri!"

Wajah gadis itu memerah, ia mengibaskan rambutnya dan pergi, diikuti dengan kerumunan yang perlahan bubar. Aku menatap Erina dengan tatapan kagum. Mulai sekarang aku jadi fans-nya!

Erina tertawa dan menoyor kepalaku. "Apa sih! Jangan menatapku seperti itu! Aku jadi malu!"

Lyora menggenggam tanganku, "Orang kayak gitu ga usah didengerin Fhea! Kamu fokus aja sama klub basket, gak usah merasa terintimidasi jika kau tidak salah!"

Dhiya mengangguk, "Tenang saja! Jika ada apa-apa kami akan membantumu!"

"Iya, kami semua juga akan membantumu kok! Makanya jangan takut!"

Aku tertawa dan memeluk mereka. Saat itu aku merasa semua akan baik-baik saja dan aku bisa melewati ini layaknya angin lalu berkat dukungan dari mereka, sahabatku, dan teman-teman sekelas.

Namun nyatanya perkataan mereka masih membekas di hatiku, meninggalkan luka tersendiri. Omongan orang rupanya dapat memberikan efek sebesar ini. Entah kenapa aku jadi merasa aku tidak boleh dan tidak seharusnya berada di lapangan sebagai manajer basket. Berkali-kali aku menghindar dan jaga jarak hingga membuat mereka semua bingung dan tidak nyaman atas sikapku.

"Fhea ada apa?" Kak Joan akhirnya bertanya padaku setelah sesi latihan hari ini selesai.

"Lihat deh, itu Fhea! Apakah sekarang ia sedang menggoda Kak Joan ahahaha!" ujar sebuah suara dari seberang lapangan.

"Ah, ma-maaf kalau begitu aku langsung kembali ke ruangan klub basket, membereskan peralatan. Kalian bisa langsung pulang. T-terimakasih!"

Aku segera berlari ke luar lapangan. Aku tahu tindakan yang kulakukan ini bodoh dan pengecut, tapi aku terlalu takut untuk memikirkan anggapan orang-orang terhadapku. Aku tidak ingin dicap gadis ular yang menggoda klub basket seperti kata mereka. Aku tidak tahu harus berbuat apa.

Setelah selesai membereskan peralatan di klub basket, aku mengambil tas dan berjalan ke gerbang sekolah. Sepertinya anak-anak klub basket sudah pada pulang. Aku sengaja membereskan peralatan basket lama-lama agar tidak pulang bersama Rei, Aldi dan Zean. Namun rupanya takdir tidak berpihak padaku.

Aku bertemu dengan mereka yang sedang menungguku di depan gerbang. Aku berdecak kesal dan buru-buru melewati mereka secepat mungkin.

"Fhea!" Aldi memanggilku. Namun kuacuhkan dan terus berjalan ke depan. Mereka mengikutiku di belakang hingga masuk ke dalam bus.

Zean duduk di sebelah kursiku seperti biasa, membuatku merasa berkali-kali tidak nyaman daripada sebelumnya karena teringat semua komentar itu. Aku merasa bersalah karena awal aku mendaftar agar dapat lebih dekat dengan Zean. Aku memilih diam menatap jendela selama perjalanan, memperhatikan Grey yang terbang di sana.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Zean.

Aku menoleh padanya, tersenyum dan mengangguk lalu kembali menatap jendela. Bahkan untuk sekedar berbicara padanya saja aku tidak bisa, aku takut.

"Jika ada apa-apa bilang saja, jangan dipendam sendiri. Aku sudah dengar rumor itu dari Aldi."

Aku masih diam, menatap jendela. Berusaha keras untuk tidak menangis sekarang juga. Aku merasa kasihan pada diriku sendiri sekaligus kesal. Aku marah pada mereka yang sembarangan menuduh dan padaku yang terlalu takut pada anggapan orang lain.

"Kami semua minta maaf, kau mendapat masalah karena kami." tambah Aldi dari kursi belakang.

"Aku juga minta maaf kau dituduh macam-macam karena kejadian kemarin. Tapi tidak seharusnya kau bersikap seperti itu kalau kau tidak salah, untuk apa melarikan diri dan jaga jarak dengan kami," ujar sebuah suara yang tak lain adalah Rei.

Aku mengangguk dan berusaha sekeras mungkin untuk tersenyum dan tidak terlihat ingin menangis di depan mereka. "Terimakasih ya, maaf tindakanku tadi tidak benar. Aku masih terlalu shock dan memikirkan banyak hal. K-kalau begitu aku turun duluan ya! Sudah sampai di dekat rumahku."

Buru-buru aku keluar dari bus, dari situasi canggung ini. Perasaan sesak merayapi dadaku. Aku berlari secepat mungkin ke rumah dengan air mata tertahan di kelopak mata.

🌙🌙🌙

Wah kasian banget Fhea 😭😭
Semoga masalah kali ini cepat dan dapat ia atasi dengan baik!
Semangat untuk Fhea!

Terimakasih buat yang sudah mendukung Fhea selama ini! Kuharap kalian dapat terus mendukungnya hingga chapter selanjutnya dan kalau bisa sampai akhir ><

See u in next chapt!

- 🌙✨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro