Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Prolog

🌷행복한 독서🌷

"Keturunanku ... jangan ada yang menikahi taman. Itu akan membawa aib dan kemalangan bagi keluarga."

Shim On (1375-1419). Politisi Joseon.
Pesan terakhir sebelum eksekusi mati

.

.

.

📍Istana Changdeok, Hanyang. 1718

Bias cahaya rembulan terpantul di permukaan kolam lewat celah-celah terbuka di antara jajaran daun teratai. Angin malam yang berembus tenang menyingkap dedaunan pohon murbei yang melingkupi Changdeokgung Huwon, menciptakan dersik yang mengiringi derap langkah dua insan di atas jembatan batu.

Di bawah naungan sinar purnama, Pangeran Yun dan putri Shim berjalan beriringan tanpa suara. Komunikasi di antara mereka sebatas bertukar sapa lewat senyum dan tatapan mata. Di pembatas jembatan, kasim Song dan para gungnyeo bergeming, menyaksikan putra-putri mahkota Hanyang mengitari taman di malam pernikahan mereka.

Tatapan putri Shim yang semula terpaku pada geumbak bercorak naga di pundak pangeran Yun beralih pada sesosok bayangan gelap di balik pohon. Menyadari hal tersebut, Pangeran Yun menghentikan langkah dan berbalik. Kedua sudut bibirnya tertarik begitu mendapati sang putri mahkota memandang ke arah yang sama. Keluarga Shim memang terkenal dengan kewaskitaan yang turun temurun. Pantas saja putra pertama mereka berhasil mendapatkan penghargaan sebagai satu dari tiga prajurit terbaik istana tahun ini.

Siapa di sana? Putri Shim membatin. Kerut di dahinya yang belum terbentuk sempurna memudar tiba-tiba ketika pangkal hidungnya menubruk pundak pangeran Yun.

"Jeosonghamnida, Jeoha." Putri Shim berujar santun. "Gwaenchanaseumnikka?"

"Nan gwaenchana." Pangeran Yun tersenyum simpul. "Aku lebih mengkhawatirkan hidungmu."

Putri Shim menahan napas ketika pangeran Yun mengulurkan sapu tangan dari balik saku dan mengusap hidungnya. Menurut berita yang beredar, putra raja Sukjong tersebut memiliki fisik yang lemah dan mengalami masalah seksual sehingga tidak senang berada di dekat perempuan. Beberapa menteri istana bahkan sangsi bila putra mahkota kerajaan bisa memiliki penerus tahta. Akan tetapi, senyum pangeran Yun di hadapannya sekarang terlihat sangat ramah, jauh dari kesan terpaksa seperti yang diceritakan orang-orang.

"Gomapseumnida."

"Bukan apa-apa." Pangeran Yun bergumam kecil kemudian berjalan menuju tepi jembatan. Pandangannya dibawa mengangkasa selama beberapa saat. Menurut ramalan, malam ini adalah malam yang tepat bagi putra mahkota dan istrinya untuk tidur bersama.

"Bulan malam ini sangat indah." Pangeran Yun menoleh pada putri Shim yang ikut memandang langit.

Semburat menghiasi pipi putri Shim yang bersemu, tetapi ia lantas mengangguk dan membalas dengan santun. "Bulan tidak akan bersinar bila matahari meredup. Karena sepanjang hari matahari bersinar terang, bulan menjadi indah malam ini."

"Geraeyo?" Pangeran Yun tidak bisa menahan jantungnya untuk tidak berdebar kencang ketika putri Shim balas memberikan pujian.

"Ye, Jeoha." Sorot mata putri Shim menghangat. Saat tiba di seberang jembatan, ia berhenti depan Buyongji. Kolam berbentuk persegi dengan pulau kecil di tengahnya tersebut adalah gambaran dari inti semesta. "Matahari dan bulan bekerja sama menjaga keseimbangan alam."

Pangeran Yun mengangguk kagum. Tidak banyak perempuan yang menaruh atensi pada filosofi kosmik seperti putri Shim. "Ibarat Ying dan Yang yang menjaga keseimbangan tubuh manusia. Bukan begitu?"

"Jeoha, apa mungkin Anda juga membaca kitab pengobatan Tiongkok?" Putri Shim menengadah pada pangeran Yun yang matanya tertuju ke tengah kolam. Bukankah putra mahkota lebih banyak belajar politik?

"Tidak juga." Pangeran Yun melipat bibir menjadi satu lengkungan tipis. "Sampai aku tahu bila calon putri mahkota sangat menggemari pengobatan herbal."

"Anda tahu?"

"Tentu saja. Aku belum mengatakan ini secara pribadi. Terima kasih telah menyembuhkan ibu suri. Berkat ramuan yang dibawa kepala penasehat raja, ibu suri bisa selamat dari cacar." Pengeran Yun menunduk sedikit. " lKepala penasehat berkata bila ramuan tersebut dibuat oleh putrinya."

"Ah, aboji ...." Putri Shim meringis malu.

"Sebagai hadiah, para dayang telah mengumpulkan kitab dan dokumen pengobatan Tiongkok dari perpustakaan istana. Kurasa kau akan menyukainya."

"Benarkah?" Putri Shim hampir bersorak kegirangan. Selama ini perpustakaan istana dijaga sangat ketat. Hanya beberapa buku yang bisa dipinjam ayahnya untuk dibawa pulang ke rumah.

"Ye." Pangeran Yun mendengkus geli. "Semuanya ada di paviliunku."

Paviliun putra mahkota? Putri Shim terhenyak sesaat. Setelah resmi terpilih sebagai wangsejabin, putri Shim menempati paviliun timur dalam kompleks anggota inti kerajaan sambil menanti tanggal pernikahan. Malam ini adalah malam pertamanya tidur di paviliun putra mahkota. Apa ini cara pangeran Yun menghindari malam pertama mereka?

Sungguh, putri Shim tidak mengharapkan apa pun. Ajaran dari selir agung tentang cara melayani suami saja sudah membuat bulu kuduknya meremang. Pun bukan karena ia tidak menghargai inisiatif putra mahkota untuk menyenangkan hatinya. Namun paling tidak, Pangeran Yun bisa menerima kehadirannya dengan baik, bukan membiarkannya menyingkir di pojok kamar dan membaca sepanjang malam.

"Tetapi sepertinya kasim Song tidak akan senang bila itu menjadi alasan kita kembali ke paviliun." Pangeran Yun menghela napas ketika sudut matanya menangkap sosok kasim Song berjalan mendekat dengan gelisah. Ia menegakkan badan dan menyambut pelayan pribadinya yang tersenyum lebar hingga nyaris terlihat seperti cengiran kuda.

"Jeoha, Mama ...." Kasim Song menyapa pangeran Yun dan putri Shim takut-takut. Pria setengah baya yang telah melayani putra mahkota sejak kecil tersebut meneguk ludah dengan kecut. "Bukankah sudah terlalu larut untuk jalan-jalan?"

Pangeran Yun mengangkat alisnya tinggi-tinggi. Air muka tegang yang ditunjukkan kasim Song membuatnya tergelitik. "Semakin larut, penampakan bulan akan semakin bagus. Menurut kitab kosmologi, puncaknya akan terjadi saat menjelang subuh."

"Jeoha, Anda tidak bisa menatap bulan sampai waktu subuh tiba." Kasim Song memelas. Belakangan ini rumor tentang kesehatan putra mahkota semakin panas dan menyebar sampai ke luar istana. Apa kata orang bila di malam pernikahannya, pewaris tahta kerajaan malah sibuk berkeliaran di hutan?

"Waeyo?"

"Peramal kerajaan sudah menetapkan waktunya. Malam ini, Anda berdua harus ...." Kasim Song menatap pangeran Yun dan putri Shim bergantian dengan kedua tangan dibuat menguncup dan disatukan berulang kali.

"Aigoo ... kata-katamu seperti ibu suri saja, kasim Song." Pangeran Yun mencebik dan menepis pelan tangan kasim Song. "Apakah kau tidak tahu mengapa belakangan ini aku sering menyendiri di perpustakaan?"

"Ampuni hamba, Jeoha. Hamba sungguh tidak tahu."

"Kau benar-benar pelayan yang tidak perhatian!" Pangeran Yun menarik napas dan berlagak prihatin. Ia menunduk dan berbisik. "Aku membaca buku tentang rahasia malam pertama."

"Ye?" Kasim Song terperanjat.

"Di buku itu tertulis, pengantin pria sebaiknya mengajak mempelai wanitanya untuk jalan-jalan menghirup udara segar." Pangeran Yun kembali berujar, mengabaikan kasim Song yang semakin salah tingkah. Tanpa aba-aba, ia menarik tangan putri Shim hingga tubuh mereka nyaris bersinggungan. "Lalu di bawah cahaya bulan, pengantin pria akan mencium mempelai wanitanya."

"Je-Jeoha ...." Putri Shim tergagap. Pangeran Yun memajukan badan hingga uap napas sang putra mahkota menerpa wajahnya. Belum pernah ia berada sedekat ini dengan laki-laki.

Kasim Song terperangah dan segera membalikkan badan. Demikian pula para dayang di seberang jembatan yang serempak membuang muka.

"Diamlah sebentar." Pangeran Yun mengarahkan telunjuk ke bibir putri Shim. Setelah kasim Song kembali ke pembatas jembatan, ia meraih lengan sang putri dan berlari. "Ttarawa!"

Putri Shim terkejut ketika pangeran Yun tiba-tiba menariknya turun dari jembatan. Kontur tanah di taman belakang istana yang tidak rata membuatnya mau tidak mau mengangkat chima agar tidak tersandung, tetapi rangkulan pangeran Yun membuat bisa berlari dengan mudah.

"Jeoha! Anda mau ke mana!" Teriakan kasim Song bergema di antara hutan pohon murbei. Pria tersebut berusaha mengejar, tetapi kehilangan jejak di persimpangan. "Jeoha, Anda tidak boleh berkeliaran sampai subuh!"

"Kalau begitu kami akan berkeliaran sampai pagi!" balas pangeran Yun berteriak, meningkahi suara angin.

"Andweyo ...! Jeohaaa ...!"

Pangeran Yun tertawa sambil berbalik sesekali. Sebelah tangannya di angkat ke depan guna menghalau ranting dan belukar, sementara rengkuhannya pada pundak putri Shim semakin dipererat.

Putri Shim tanpa sadar mencengkeram jubah kerajaan yang dikenakan pangeran Yun. Putra mahkota tersebut tampak penuh energi. Bahkan ketika tiba di sisi tembok yang membatasi wilayah kerajaan dengan taman, pangeran Yun dengan mudah meloncat turun dan mendarat dengan sempurna.

"Kemarilah! Jangan takut, aku akan memegangimu." Pangeran Yun mengulurkan tangannya.

Putri Shim melihat ke bawah dengan gentar, tetapi gemuruh angin membuatnya melenggut. Jalan setepak di Huwon bercabang membentuk labirin, mustahil baginya bisa mengambil jalan putar seorang diri tanpa tersesat.

Setengah membungkuk, putri Shim kemudian menjatuhkan badan. Tangannya menopang di dada pangeran Yun, sementara sang putra mahkota dengan sigap merengkuh pinggangnya. Debar jantung pangeran Yun terasa merambat di jemarinya hingga ke telapak tangan.

Pada jarak yang begitu dekat, tatap mata mereka bertemu. Putri Shim bisa melihat pantulan wajahnya di mata pangeran Yun. Udara di sekitar mereka seakan beku selama beberapa saat sampai suara gemerisik mengalihkan perhatian.

"Siapa di sana?" Pangeran Yun menurunkan putri Shim dari pelukannya dan menyembunyikan sang istri di balik punggung.

"Joesonghamnida, Jeoha." Seorang prajurit mengenakan jeonbok menunduk di hadapan pangeran Yun dan putri Shim.

"Ah, Young Jeong. Rupanya dirimu." Pangeran Yun membuang napas. Ia menoleh pada putri Shim yang mengintip di balik punggungnya. "Kurasa kau sudah mengenali Young Jeong. Bukan begitu, putri Shim?"

Putri Shim mengamini. Young Jeong adalah prajurit istana yang lulus ujian militer dengan peringkat tertinggi, teman lama kakaknya. Pria berperawakan tegas tersebut ditunjuk sebagai pengawal khusus untuk putra mahkota.

"Tidakkah kau ingin menanyakan sesuatu padanya?" Pangeran Yun mengelus punggung putri Shim. "Tanyakan saja."

"Jeoha itu ...." Putri Shim menilik baik-baik air muka pangeran Yun. Bagi perempuan yang sudah menikah, memikirkan keluarga dianggap menyalahi prinsip ketaatan pada suami.

"Tidak apa-apa." Pengeran Yun berpikir sebentar. "Anggap saja ini perintah."

Putri Shim menarik napas dalam-dalam, berusaha memilah kata yang tepat sebelum berujar pada Young Jeong. "Apa ... mereka baik-baik saja?" gumamnya.

"Ye, Mama." Young Jeong melenggut pelan. Ia tahu kepada siapa pertanyaan putri mahkota ditujukan. "Semua baik-baik saja dan ikut berbahagia."

"Keuroseumnikka?" Mata putri Shim mulai berkaca, tetapi di bibirnya tersimpul senyum bahagia. "Aku sangat lega mendengarnya."

Pangeran Yun ikut tersenyum. Ia menggenggam tangan putri Shim kemudian berjalan menuju pavilium di seberang kediamana raja dengan dikawal oleh Young Jeong.

"Baiklah, Young Jeong. Lanjutkan tugasmu. Bila kau bertemu dengan kasim Song, katakan saja padanya aku pergi ke gunung Bukhansan."

Pangeran Yun bertitah pada Young Jeon setengah bercanda, tetapi Young Jeong tetap menyanggupi. Setelah membungkukkan badan, ia kembali ke halaman depan untuk berjaga sementara pangeran Yun dan putri Shim masuk ke dalam kamar.

"Akhirnya tidak ada pengganggu." Pangeran Yun menarik jubahnya ke atas kemudian mendudukkan diri. Diperhatikannya putri Shim yang bergerak resah. "Apa kau senang berdiri di sana? Kemarilah," katanya mengulurkan tangan.

"Ye, Jeoha." Putri Shim duduk berhadapan dengan pangeran Yun dengan jantung berdebar. Bahu sang putra mahkota bergerak naik-turun, menyelaraskan irama napasnya yang belum teratur. Kening putri Shim bertaut tipis begitu menilai fisik pangeran Yun. Bahu yang lebar dan tegap serta keringat yang mengalir turun dari pelipisnya jauh menyalahi persepsi orang-orang bila penerus kerajaan tersebut lemah dan sering jatuh sakit.

"Ada apa?" Pangeran Yun mendekat sampai pada jarak di mana putri Shim bisa merasakan terpaan napasnya. "Kau ingin mengatakan sesuatu padaku?"

"A-animnida, Jeoha," jawab putri Shim kembali merasa gugup.

Pangeran Yun meninggikan sebelah alisnya dan menyengir tipis. "Kalau begitu, apa ada hal yang ingin kau berikan padaku? Sesuatu yang kau sembunyikan di balik dangui-mu misalnya?"

Putri Shim membolakan mata. Botol kaca di balik dangui-nya digenggam erat. Kantung yang dikaitkan dengan tali tersebut berisi ekstrak gingseng merah. Putri Shim meraciknya di dapur istana dengan dibantu kepala pelayan.

"Opsoyo. Sa-saya tidak menyembunyikan apa-apa."

"Opso?" Pangeran Yun meraih tangan putri Shim dan membuka bukjomeoni yang membungkus sebuah botol kaca. "Putri Shim, kau tahu apa hukuman membohongi putra mahkota Hanyang?"

"Ampuni saya." Putri Shim menunduk dalam-dalam begitu pangeran Yun menarik tubuhnya mendekat. "Saya pikir Anda tidak membutuhkan itu lagi."

Pangeran Yun memiringkan kepala sambil mengamati cairan bening dalam botol. Aroma tajam menguar begitu ia membuka penutupnya yang terbuat dari gabus oak. "Gingseng merah?" katanya menahan geli.

"Saya dengar yang mulia kurang sehat. Gingseng merah bisa menambah stamina dan memulihkan kesehatan." Putri Shim mengunyah bibir. "Kendaeyo, Yang Mulia sudah kelihatan lebih baik malam ini."

"Begitu, ya." Pangeran Yun menahan tawa dengan mendecakkan lidah. "Apa kau meragukanku, putri Shim?"

"Ti-tidak begitu, Yang Mulia!" seru putri Shim gugup. "Saya sungguh tidak bermaksud merendahkan Anda."

Pangeran Yun tertawa kecil kemudian membuka sebuah kitab bertuliskan huruf hanja di atas mejanya. Mata putri Shim membola begitu menyadari bila kitab tersebut adalah buku pengobatan Tiongkok.

"Di sini tertulis, gingseng merah juga berkhasiat menambah gairah seksual pada laki-laki." Pangeran Yun menunjuk sebaris kalimat kemudian meraih botol yang berisi ekstrak jahe dan meminumnya dalam sekali teguk. "Apa mungkin kau menginginkan hal yang lain malam ini, Putri Shim?"

"A-animnida, Jeoha! Itu tidak seperti yang Anda pikirkan. Sa-saya akan kembali ke paviliun sekarang!" Putri Shim bersujud di hadapan pangeran Yun kemudian mengangkat chima-nya dan bangkit. Ia merasa sangat malu. Pangeran Yun pasti menganggapnya perempuan yang tidak tahu tata krama.

Pangeran Yun menahan lengan putri Shim hingga sang putri mahkota kehilangan keseimbangan dan jatuh ke pelukannya yang hangat. Setengah terkekeh, ia berujar pada putri Shim yang menutup wajahnya dengan kedua tangan.

"Singkirkan tanganmu dan tatap aku, putri Shim. Aku khawatir harus menghukummu bila tidak menurutiku kali ini." Pangeran Yun menggeleng. "Ani, aku memang harus memberimu hukuman."

"A-apa Yang Mulia akan membuangku dan mencari selir baru?" Putri Shim mengintip lewat celah di antara dua jarinya yang direnggangkan.

"Bagaimana mungkin aku mencari selir di malam pernikahan dengan putri mahkota?" Sekali ini pangeran Yun tertawa lepas. Namun, sedetik kemudian sorot matanya mendadak sendu. "Maaf karena telah memberikanmu beban yang berat."

"Jeoha ...."

"Aku tahu kekhawatiranmu sebagai putri mahkota yang harus melahirkan penerus takhta." Pangeran Yun membelai wajah putri Shim. "Namun, tahukah kau apa yang lebih hebat daripada ekstrak gingseng merah, Putri Shim?"

Putri Shim menggeleng pelan. Bulu kuduknya bergidik saat pangeran Yun merendahkan badan, merapat ke tubuhnya.

"Cinta." Pangeran Yun berbisik di telinga putri Shim. "Saranghamnida, Shim Danui."

Mata putri Shim berkaca. "Jeongmalyo ...?"

"Jeongmal." Pangeran Yun menyatukan keningnya dengan putri Shim. "Jinsimeuro saranghamnida."

"Nado ...." Putri Shim menarik napas dengan haru. Pundaknya kini terasa ringan. "Nado saranghamnida, Jeoha ...."

Pangeran Yun mengamati wajah putri Shim lekat-lekat. Tubuhnya mendadak panas. Entah efek dari ramuan gingseng atau karena wajah putri Shim yang merona. Atau mungkin juga kombinasi efek dari keduanya. Perlahan sekali, pangeran Yun menunduk hingga kulit wajah mereka saling menyentuh. Bibirnya berlabuh bersamaan dengan tangannya yang bergerak melepas segala penghalang yang mengantarai.

Putri Shim menyambut kasih dari sang putra mahkota dengan mata terpejam. Panas tubuh pangeran Yun merambat di tubuhnya, menguarkan kehangatan yang menenangkan. Lentera di sudut ruangan menjadi saksi dua raga yang melebur dalam satu cinta, sebelum cahayanya meremang dan redup, lalu tergantikan oleh sinar rembulan yang menyeruak masuk lewat kisi jendela.

Ketika fajar menyingsing dan lonceng istana berbunyi, pangeran Yun menenggelamkan diri di pelukan putri mahkotanya. Putri Shim mengusap rambut pangeran Yun yang basah oleh keringat. Cahaya mentari mulai menjejali seisi kamar, tetapi tidak kalah menyilaukan dengan senyuman sang putra pahkota yang merengkuh tubuhnya dengan rasa sayang luar biasa.

Saat semburat yang merambah mulai menampakkan jejak-jejak cinta di tubuh mereka, saat itu pula putri Shim menyingkap sebuah rahasia besar yang menjadi kunci sejarah hingga beribu purnama kemudian.

다음에

Yang bingung dengan kosa kata bahasa Korea, bisa cek kolom komentar di sebelah kalimat. Kritik dan saran yang membangun dipersilakan 🤗🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro