Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

As You Wish: BAB 14

Kantin kampus yang begitu ramai membuat Mona benar-benar malas mengantre. Namun konser di dalam perutnya juga mengharuskannya untuk mengantre. Sudah lima belas menit Mona berdiri di antrean warung nasi padang, namun masih saja ada dua orang yang berdiri di depannya, hendak memesan makan siang juga.

Kabar buruk lainnya adalah Angkasa tidak ada di sini untuk menemaninya. Mona berdecak, ia semakin sebal saja dengan keadaan seperti ini. Sejak jadian, Angkasa sangat jarang menemaninya makan siang di kantin kampus. Selalu saja ada alasan. Entah itu masih berada di kelas, mengerjakan tugas, tidak ada kuliah, dan segala macamnya.

Angkasa benar-benar tidak seperti Randi yang selalu ada di sisinya dari jam kuliah pertama hingga terakhir.

Mona menggelengkan kepalanya, berusaha menghapus memori tentang Randi. Ia tidak seharusnya masih memikirkan Randi ketika sudah memiliki Angkasa. Tapi kalau begini, Mona benar-benar jadi merindukan sosok pacar yang selalu ada untuknya.

"Neng, bengong aja. Mau makan, nggak?" suara itu membuyarkan lamunan Mona tentang Randi dan Angkasa. Perhatiannya lantas tertuju pada ibu yang sudah siap menyendokkan nasi dan lauk ke piring.

"Eh, iya, Bu. Ayam bakar satu," balas Mona diakhiri dengan cengiran.

Begitu pesanannya siap, Mona lantas beranjak dari kedai nasi padang tersebut, melangkah menyusuri kantin, mencari kursi kosong yang sekiranya bisa Mona tempati.

Kabar buruk selanjutnya adalah Mona tidak menemukan kursi yang kosong selain di satu meja di ujung kantin. Ada tiga kursi kosong di sana, tapi penghuni salah satu kursinya adalah Randi, yang juga sedang menyantap makan siangnya. Tidak biasanya laki-laki itu makan siang ke kantin.

Lama Mona berdiri masih mencari kursi untuk duduk, tapi tidak menemukan harapan sedikit pun. Dengan sangat berat, kakinya melangkah menuju meja tersebut, menaruh piring serta gelas es tehnya di atas meja, dan menyapa laki-laki yang tengah menyantap makan siangnya, "Meja lain penuh, gue numpang di sini, ya."

Randi menengadahkan kepalanya, melihat gadis yang tidak asing di matanya. Samar-samar ia mengangguk, kemudian melanjutkan santapannya. Tidak ada percakapan apapun yang mengisi meja tersebut. Randi sibuk makan, begitu pula dengan Mona.

"Dara mana, Ran?" tanya Mona di sela-sela waktu makannya. "Tumben nggak sama Dara."

Sesaat, Randi berhenti menenggak es jeruknya. Laki-laki itu kembali menaruh gelasnya di atas meja, kemudian menatap Mona lekat. "Emang biasanya gue sama Dara?" Randi bertanya balik dengan ketus. "Bukannya lo sensitif abis kalau lihat gue berduaan sama Dara?"

Mona membelalak. Tidak pernah Mona menyangka Randi bisa bicara begini padanya.

"Lo urusin hubungan lo sama pacar lo aja ya, Na. Jangan ngurusin gue dan Dara. Kalau gue aja harus mempersilakan lo bahagia sama Angkasa, seharusnya lo juga mempersilakan gue bahagia sama siapapun, termasuk kalau gue mau bahagia sama Dara," ujar Randi sambil beranjak dari kursinya. Laki-laki itu melangkah pergi meninggalkan Mona.

Meninggalkan Mona yang mematung dengan penuh bingung. Bagaimana bisa Randi bicara begitu padanya?

Satu hal yang terlintas di benak Mona: apa salahnya sampai Randi bicara seperti itu padanya?

+ + +

"Ngapain, sih?" tatapan Dara begitu sinis, nada bicaranya begitu ketus, meskipun laki-laki di depannya masih saja menampakkan cengiran khasnya. "Lo nggak tau etika, ya? Gue udah nolak buat ketemu lo kemarin, tapi kenapa malah datang sekarang? Siapa yang kasih izin?"

Laki-laki yang sedang diajak bicara itu menggerayangi tengkuknya. "Ya, karena gue tau lo nggak akan ngebolehin gue ke sini kalau gue izin," balasnya. "Ayolah, Ra. Ada yang harus gue omongin sama lo."

Dara tidak mengacuhkan laki-laki itu. Gadis itu melirik jam digital di layar ponselnya untuk yang kesekian kalinya. "Angkasa, gue udah terlambat kuliah," katanya.

"Ya justru karena udah terlambat, makanya ayo kita ngobrol aja, nggak usah kuliah," balas Angkasa dengan begitu santai. "Gue bawa helm buat lo."

Keterlaluan sekali. Bisa-bisanya Angkasa mengajak Dara untuk bolos kuliah demi mengobrol dengannya.

"Gue nggak mau lo dianggap selingkuh, Sa," ujar Dara. "Gue nggak mau jadi perusak hubungan sahabat gue sendiri."

Angkasa diam sejenak. Keduanya kini hanya saling tatap. Angkasa masih duduk di atas motornya, sementara Dara kini bersandar pada pagar rumahnya yang sudah tertutup rapat sejak tiga puluh menit lalu.

"Dua bulan pacaran sama Mona, gue akhirnya bener-bener sadar kalau gue nggak bahagia, Ra," aku Angkasa. Setelah tiga puluh menit, Angkasa akhirnya bicara tanpa berbasa-basi harus mengajak Dara ke tempat yang privasi untuk bicara. "Gue nggak pernah tenang karena gue merasa udah rebut Mona dari Randi."

Amarah Dara perlahan-lahan menyurut. Gadis itu kini mendengarkan ocehan Angkasa.

"Gue tau, Ra, ini salah gue karena gue nggak sadar dari awal. Gue nggak pernah sadar kalau gue cuma ngerasain euforia karena nemuin Mona lagi setelah bertahun-tahun. Yang gue tau, gue masih suka sama Mona. Padahal kenyataannya, gue cuma merasakan euforia, yang bahkan sekarang udah hilang lagi," lanjut Angkasa.

Sekarang Dara benar-benar tidak tahu harus bilang apa. Maka Dara membiarkan Angkasa berceloteh sendiri sesuka hatinya.

"Gue juga mau minta maaf sama lo, dan gue mewakili Mona buat minta maaf sama lo. Pasti lo jadi kepikiran, kan, gara-gara Mona cemburu lihat lo sering sama Randi?" ujar Angkasa lagi.

Dara mengangguk untuk pertanyaan tersebut. "Udah gue maafin semuanya. Kemarin Randi juga udah mewakili Mona buat minta maaf ke gue," balas Dara. "Salah gue juga karena gue sempat deket sama lo, dan malah deket sama Randi setelah kalian jadian."

Angkasa mengangguk-angguk. Tidak ada balasan apapun lagi dari mulutnya. Kini keduanya sama-sama diam membisu. Angkasa mulai menyibukkan dirinya memainkan kunci motornya, sementara Dara menyibukkan dirinya mengecek kuku-kuku tangannya yang sebenarnya tidak bermasalah.

Lima menit, sepuluh menit, lima belas menit berlalu. Tidak ada yang memecah keheningan, sampai akhirnya ponsel Angkasa-lah yang memecahnya. Ada telepon masuk dari Mona.

Serta-merta Angkasa mengangkatnya, dan mendengar pacarnya langsung berkeluh dari seberang, "Lo nggak ke kampus, ya? Nggak ada kelas?"

"Iya, dosennya lagi di Singapura," kilah Angkasa. "Kenapa?"

"Nggak apa-apa. Gue cuma mau ketemu sama lo. Kayaknya ada yang harus gue bicarain sama lo," balas Mona.

"Kok kayaknya?"

"Lo di mana?" tanya Mona tanpa mengindahkan pertanyaan Angkasa barusan. "Gue boleh ketemu sama lo, nggak?"

Sesaat, Angkasa melirik kepada Dara yang kini menyaksikannya bicara di telepon. "Iya, boleh. Lo di mana? Gue jemput?"

"Gue di kampus."

Semenit kemudian, setelah Angkasa dan Mona menyepakati sesuatu—yang Dara tidak tahu—telepon pun berakhir. Angkasa lantas pamit kepada Dara tanpa menyelesaikan apa yang ingin sekali dikatakannya. Laki-laki itu lantas melaju dalam kecepatan tinggi, meninggalkan kawasan rumah Dara.

Begitu Dara berbalik untuk masuk ke dalam rumah, suara klakson mobil menghentikan langkahnya, membuat Dara kembali menoleh ke belakang dan melihat jendela kiri mobil tersebut terbuka.

Ini mobil Randi, dan pemiliknya pun duduk di kursi kemudi. Laki-laki itu mengisyaratkan Dara untuk segera masuk ke mobilnya. Dara tidak menolak. Kemudian satu pertanyaan lantas Randi ajukan, "Kok ketemuan sama Angkasa? Ngapain?"

Bukannya menjawab dengan lugas, Dara justru menoleh kepada laki-laki yang mencengkeram setir. Menatapnya dengan ekspresi super bingung. "Emangnya kenapa?"

"Gue cuma tanya ngapain, dan jawabannya harusnya bukan tanda tanya lagi."

Raut wajah Randi begitu serius. Dara juga serius menatapnya. Gadis itu bingung. Kenapa Randi tiba-tiba datang ke rumahnya, dan kenapa Randi tiba-tiba bertanya begitu?

Lagi pula, memangnya kenapa kalau Dara bertemu dengan Angkasa?

Memangnya Randi siapa?

+

an: halo! akhirnya update lagi, yey<3

btw kansa udah nulis ceritanya sampai ending, dan karena ini hari jumat, jadi kayaknya ke depannya bakal rutin update di hari rabu-jumat. silakan diteror kalau kansa lupa!<3

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro