As You Wish: BAB 05
"Lo risih nggak sih, Ra, kalau gue ngerokok pas lagi jalan sama lo gini, atau pas lagi di motor?" tanya Angkasa sambil menyalakan satu batang rokok lagi setelah turun dari motor. Dara diam tak menjawab. Gadis itu melamun sambil terus melangkah di sisi Angkasa. "Ra?"
"Aidara?" kali ini Angkasa menepuk bahu Dara, membuatnya terkesiap. "Lo ngelamunin apa?" tanya Angkasa. Dara memberikan gelengan yang mewakili jawaban tidak, tapi kemudian kembali melamun selama ia tetap melangkah di sebelah Angkasa.
Alhasil Angkasa lebih memilih untuk tidak mengindahkannya. Keduanya tetap berjalan seiringan, tetap tidak mengobrol. Dara tetap melamun, dan Angkasa tetap menikmati rokoknya. Keadaan ini bertahan selama beberapa menit, di sepanjang mereka berjalan, sampai Dara pamit untuk berbelok ke gedung fakultasnya, sementara Angkasa masih melangkah ke gedung yang berbeda.
Rokoknya masih bertengger di mulutnya. Sesekali benda itu Angkasa isap, kemudian ia membebaskan asap mengepul ke udara.
Sampai langkahnya terhenti secara paksa di depan kantin. Mona keluar dari kantin dan berhenti tepat di depannya, sambil membentangkan tangannya. "Gue harus menginterogasi lo," kata Mona.
Angkasa berdecak. Ia mengambil rokok yang bertengger di mulutnya lalu melikirik arloji di tangan kanannya. "Nggak punya waktu, Na," kilahnya. "Dosen gue biasanya masuk sepuluh menit sebelum kuliah dimulai, dan ini udah lima menit lagi."
"Sebentar," balas Mona.
Namun Angkasa tetap menggeleng. "Na, sori gue nggak punya waktu," kata Angkasa sambil berjalan mendahului Mona. Tapi tetap saja, gadis itu tidak menyerah. Ia mengikuti Angkasa melangkah. Sial. Kalau Mona terus mengikutinya, pasti Angkasa ketahuan kalau ia baru saja berbohong.
"Angkasa yang dulu bisa ngerelain absen selama satu hari penuh, ternyata sekarang udah nggak bisa, ya?" ujar Mona dengan wajah cemberut. Bibirnya mengerucut. Ia merundukkan pandangannya. "Kapan sih lo mau berhenti mainin perasaan gue, Sa?"
Astaga, apa lagi ini?
Angkasa menghela napas dengan berat. Ia mematikan rokoknya yang baru terisap setengah batang. Ia berbalik untuk memandang Mona yang kini memasang tampang memelas. Itu kehebatannya sekarang untuk mendapatkan perhatian orang lain?
"Oke, lo mau ke mana?" tanya Angkasa sebelum memikirkan matang-matang tentang keputusannya ini. Dan benar saja seperti dugaannya, Mona langsung mengangkat kepalanya yang tertunduk, dan melompat girang. "Gue cuma kelas pagi ini, gue relain satu absen, nih. Tapi jangan lama-lama, ya, karena Dara terakhir kelas jam tiga."
Hancur sudah kebahagiaannya mendengar Angkasa bicara begitu. Dari ratusan cewek yang ada di kampus, kenapa harus Dara, sih?
"Pacar lo mana?" tanya Angkasa ketika sadar Mona malah bengong.
"Nggak masuk. Makanya gue bisa ngomong sama lo sekarang," balas Mona. Angkasa hanya mengangguk-angguk. "Ini nggak jadi, ya?"
Angkasa mengerlingkan matanya. "Ribet dari dulu," cercanya lalu meraih tangan Mona dan terus mempertahankan genggamannya sampai ke gedung parkir, dan sampai mereka menemukan motor Angkasa di lantai tiga gedung.
Tanpa bertanya lagi kepada Mona, Angkasa memilih untuk menentukan sendiri perjalanannya kali ini. Margo City menjadi satu-satunya pilihan Angkasa karena itulah yang tidak begitu jauh. Lantas Angkasa memimpin jalan Mona ke Starbucks Coffee, dan menempati satu kursi kosong setelah mereka masing-masing memesan minuman.
"Gue sama Randi putus," aku Mona sebagai pembuka percakapan mereka.
Jujurnya Angkasa ingin memasang tampang terkejut, tapi Angkasa lebih tidak mau itu terlihat tidak natural, jadi laki-laki itu diam memandangi gadis di depannya. "Nggak kaget. Beberapa hari lalu gue ketemu sama pacar—eh, mantan lo itu. Lo nggak berubah, ya, Mona? Nggak pernah bisa nutupin perasaan lo sendiri di depan orang."
"Lo tau ya kalau ini gara-gara lo?" tanya Mona.
Angkasa mengedikkan bahu sambil menyesap Java Chip pesanannya. "Jadi ini beneran gara-gara gue?" laki-laki itu balik bertanya, dan Mona balik mengedikkan bahunya. "Lo ... bener-bener ya, Mona. Ngelepasin hubungan dua tahun begitu aja demi...."
"Demi lo, Angkasa," selak Mona. Angkasa geming. "Demi diri gue sendiri juga."
Amarah yang hampir meluap-luap kini berhasil Angkasa surutkan. Melihat Mona tersenyum getir, membuat Angkasa tak bisa protes atas alasan Mona menyudahi hubungannya dengan Randi.
"Selama apapun waktu yang udah lo habisin bareng pacar lo, apa lo bakal memilih buat bertahan kalau lo udah nggak ada rasa?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari Mona. Dan sesuai harapannya, Angkasa mengerti maksudnya tanpa harus meminta penjelasan lebih lanjut. "Itu yang gue rasain selama ini, Sa. Gue terlalu terikat sama Randi selama hampir tiga tahun terakhir ini. Dan itu bikin gue kayak nggak punya dunia luar. Hidup gue isinya cuma Randi, Randi, Randi, dan Randi lagi."
Angkasa menyimak dalam diam, sementara lawan bicaranya terus bermonolog penuh keluh kesah. Sesekali, Angkasa memalingkan fokusnya ke ponselnya yang tak berhenti menerima notifikasi masuk dari Dara.
Aidara Amelia : Emang lagi di mana?
Angkasa Putra P. : Di margo. Sori, Ra. Dia maksa. Gue tadinya nggak mau. Nanti gue kabarin ya, Ra. Kalau sempet, gue jemput lo di kampus, ya?
Aidara Amelia : Nggak usah. Gue naik transjakarta aja, Sa. Ngapain repot-repot jemput gue, anjir.
Aidara Amelia : Emangnya lo siapa gue mesti jemput segala.
"Iya juga, ya," gumam Angkasa sambil mengusap dagunya.
Cerita Mona yang mengalir lancar lantas terhenti. Matanya langsung tertuju kepada apa yang sedari tadi jadi fokus Angkasa. Tangan Angkasa sibuk mengetik. Mona terus memandangi layar ponselnya yang terlihat samar-samar.
Sampai Mona bisa mendapatkan apa yang jadi pertanyaannya, gadis itu menghela napas. Laki-laki di depannya pasti tidak mendengarkannya sejak tadi. Ia sedang berbalas pesan dengan Dara. Iya, Dara siapa lagi kalau bukan Aidara Amelia sahabatnya?
Mona tidak menginterupsi keasyikan Angkasa. Justru gadis itu kini membaca apa yang bisa terbaca dengan jarak agak jauh begini, dengan posisi ponsel yang lebih condong ke Angkasa, pula.
Tapi, di sisi lain, selain penglihatannya tidak begitu jelas ke layar ponsel Angkasa, penglihatannya jelas sekali bisa mendapati Angkasa cengar-cengir sambil terus berbalas pesan dengan Dara.
Hei, Angkasa sedang duduk berhadapan dengannya kini, kenapa dia harus berbalas pesan dengan cewek lain di luar sana?! Sahabatnya sendiri, pula.
"Angkasa, adik gue baru pulang sekolah. Gue sekalian sama dia aja. Gue duluan, ya?" Mona meraih Caramel Macchiato-nya di atas meja, kemudian berbalik begitu saja tanpa menantikan Angkasa merespons.
Namun jelas sesuai dugaannya. Angkasa dengan cepat menggenggam minumannya, kemudian turut keluar dari Starbucks. "Kok, duluan? Gue anter pulang, lah," katanya sambil satu tangannya—yang masih menggenggam ponsel—meraih tangannya.
Secepat Angkasa mengejarnya, secepat itu pula Mona melepaskan genggaman tangan Angkasa. "Lo berangkat sama Dara, kan, tadi pagi? Kenapa nggak pulang sama Dara juga?"
Angkasa langsung lemas mendengarnya. Apa Mona bicara begitu karena ia terlalu asyik berbalas pesan dengan Dara, dan Mona melihatnya?
"Na, lo—"
"Iya, Sa. Iya. Kayak yang waktu itu lo bilang, emang. Gue cemburu lo sama Dara deket. Puas?!" Sergah Mona cepat. Kini posisi mereka tengah berjalan di lobi, mendekati eskalator turun ke parkiran motor di besmen. "Salah gue, emang. Emang bodoh banget ya, gue percaya sama Dara kalau kalian deket karena katanya lo mau deket lagi sama gue. Padahal kenyataannya lo nggak mengarah ke sana, kan, Angkasa?"
Angkasa lesu dibuatnya. Ditambah dengan beberapa orang yang lalu lalang kini menaruh perhatian kepada mereka. Sialan. Pasti sekarang Angkasa sedang terlihat seperti cowok berengsek yang baru saja menyakiti seorang cewek.
Ralat. Yang baru saja membuat seorang cewek menangis di depan umum begini.
Dengan lembut, Angkasa mencoba mengusap bahu Mona. "Na, maaf," tuturnya. Lesu sekali suaranya, bak penuh penyesalan. "Kita omongin ini, ya? Biar semuanya clear."
Mona tidak bisa menolak ajakanAngkasa selanjutnya untuk keluar dari Margo City dan berhenti di lapanganbasket dekat rumah Mona.
+
an: halo! ada yang udah lihat atau bahkan pegang buku Moon and Her Sky?
kalau ada, boleh dong tag kansa di instagram kanskyyy. hehe.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro