Onta
Apa kau mau jadi pacarku? Kata-kata itu terus berputar-putar di kepalaku. Aku membenamkan wajahku pada boneka beruang besar. Seseorang yang special telah memberiku boneka ini. Lebih tepatnya pacar. Apa aku benar-benar memiliki pacar? Aku berteriak. Aku merasakan ada kupu-kupu yang menggelitik di perutku. Jantungku berdebar-debar ketika ingat mata Andri diam terpaku memandangiku.
Tubuhku lemas, jantungku terasa ingin copot. Baru kali ini aku merasakan hal seperti ini. Andri memegang tanganku. "Kenapa tanganmu dingin?" tanyanya lembut.
"Oh, ini habis pegang es batu tadi," kilahku. Rasanya mau pingsan ketika Andri lebih mendekatkan wajahnya padaku. "Ehm, uhuk-uhuk! Maaf, Ndri tenggorokanku gatal habis minum es batu tadi."
"Minum air es maksudnya?" ucapnya sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipinya. Saking gugupnya aku bersikap salah tingkah seusai dia menembakku. Maklum, Andri adalah cinta pertamaku. Tiga bulan aku mengenalnya. Mungkin sudah waktunya aku memiliki pacar. Hidup menjomblo dari lahir itu ternyata tidak enak.
Aku berguling ke kiri dan kanan. Kemudian aku mencoba menetralkan napas, kemudian memejamkan kedua mataku karena besok adalah kencan pertamaku.
Saat aku terbangun ada yang berbeda dari perasaanku. Aku memeluk boneka pemberian Andri. Mataku menatap langit-langit dinding kamar. Seperti inikah rasanya jatuh cinta? Jujur, ini baru pertama kalinya aku jatuh cinta. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku lihat, ternyata pesan dari Andri.
Andri: "Selamat Pagi!"
Sebelumnya tak ada yang pernah memberi ucapan selamat pagi padaku, tapi kali ini berbeda. Dengan jantung yang berdebar aku membalas pesan darinya. Selamat pagi.
Lalu ponselku kembali berbunyi dan segera kulihat isi pesannya. Seketika mataku membelalak saat melihat apa yang tertulis disana.
Sayang, jangan lupa kalau hari ini kencan pertama kita.
Sontak aku tersenyum sumringah sambil mengehentak-hentakkan kakiku di kasur. Ini pertama kalinya dia memanggilku sayang. Dan aku begitu bahagia.
Aku langsung loncat dari tempat tidurku menuju kamar mandi. Tidak perlu waktu lama untukku membersihkan diri. Mendadak, semua baju di lemari tidak ada yang cocok untuk dipakai. Aku menghabiskan waktu mencari baju yang layak dikenakan untuk bertemu dengannya. Aku rasa ini cocok denganku. Dress berwarna pink yang dibelikan ibu kemarin, tidak begitu mewah dan seksi. Ibu memang yang terbaik.
Aku akan menjadi Gina yang berbeda. Statusku berubah dari jomblo menjadi couple. Teman-temanku pasti terkejut dan heboh jika mendengar aku punya pacar, dan pacarku salah satu cowok yang ter-hits disekolah. Apalagi sahabatku, Shasa. Membuatku tersenyum-senyum sendiri.
Cukup bagiku untuk selalu dihina dengan sebutan jomblo ngenes. Sebab jika jomblo seolah harga dirinya jatuh, martabatnya runtuh, malu, seakan aib bagi dirinya. Tapi sekarang aku sudah memiliki Andri. Ucapku sambil menatap ke arah cermin dengan senyuman yang semakin melebar.
Aku memoles wajahku dengan bedak, alisku yang tipis aku pertebal dengan pensil alis dan sedikit aku beri lekukkan seperti gunung. Sebab, selain bibir, alis adalah salah satu yang terpenting bagi wanita. Tanpa alis hidup tidak akan sempurna, benarkan?
Lalu memakai eyeliner. Ini sepertinya agak sulit, aku menutup mataku setengah secara bergantian, kemudian aku membingkai mataku. Selanjutnya, maskara, aku mengerjapkan mata, tapi maskara yang belum mengering malah mengotori bagian bawah mataku. Arghh! tarik napas ... buang. Aku harus tenang, tidak boleh gugup, lalu aku mengambil tisu basah dan membersihkan noda di dekat mata. Tetapi bedakku malah ikut terhapus. Astaga! Demi bertemu Onta aku harus tersiksa seperti ini.
Gina, kau harus sabar. Untuk terlihat cantik tidaklah mudah. Ternyata mengenakan make up tidak semudah yang kulihat di internet. Aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Aku sedikit mengehela napas, lalu melanjutkan dengan mengaplikasikan eyeshadow pada kelopak mataku. Aku memilih warna ungu , sepertinya cocok dengan bajuku; pink. "Aku pasti terlihat cantik." Aku terkekeh pelan.
Kemudian aku membaurkan blush on merah bata pada pipiku dan sedikit gliter. Kalau aku melakukan hal yang memalukan, Andri tidak akan mungkin bisa melihat pipiku yang merona. Andri pasti kaget melihat penampilanku, lalu memujiku. Aku tersenyum membayangkannya sendiri.
Sentuhan terakhir adalah lipstik. Aku memonyongkan bibir sambil memoles lipstik merah dan sedikit di combine dengan coklat. Agar terlihat tebal dan seksi seperti Angelina Jolie. SELESAI!!!! Saatnya katakan sempurna.
Aku mengamati bayanganku di cermin dan tersenyum. Aahh, aku tampak cantik. Kulirik jam dinding. Jam sepuluh. Tidak terasa aku berdandan sampai dua setengah jam lamanya. Ini adalah pertama kalinya aku merias wajahku sendiri.
Tiba-tiba aku merasakan lapar, tapi Sebentar lagi Andri datang menjemputku. Dari bangun tidur aku belum makan apapun. Aku berjalan keluar kamar menuju dapur. Aku melihat ibu sedang membuat kopi untuk ayah. "Bu..."
"Astaga!! Ginaaa!!!"
"Apa sih, Bu?!" Teriakku yang tak kalah kaget.
"Kenapa dengan wajahmu?"
"Aku terlihat cantik kan, Bu?" tanyaku sambil menaik-naikan alis.
"Cantik endasmu! Lagian mau kemana, sih? Dandan kok sampai menor begitu? Seperti Jengkelin. Mau pergi sama Om-om, ya? Tanya ibuku penuh selidik.
"Amit-amit! Aku mau pergi kencan." Sambil mengambil sepotong roti.
"Emang ada lelaki yang mau denganmu?
"Ibu, ihh..., Hina aja terus anaknya!"
Sontak ibuku tertawa. Seperti puas mendengar jawabanku. "Serius, Bu. Sekarang aku sudah punya pacar. Sebentar lagi juga dia datang menjemput."
Saat aku ingin menyuapkan satu potong roti terakhirku, tiba-tiba Ibu menarik lenganku. Dan sekarang aku berada dikamarnya, tepat di depan meja rias ibuku. Aku melihat pergerakan tangannya yang mengambil tisu basah. Perlahan dia menghapus riasan pada wajahku. "Bu--"
"Diam!!"
Jika seperti ini aku tidak bisa apa-apa. Hasil karyaku sia-sia. Dua setengah jam aku bergelut dengan make up dan sekarang ibuku menghapusnya. Rasanya inginku acak-acak wajah ibuku. Tapi itu tidak mungkin.
Saat tangan ibuku menyentuh alis gunungku, aku berteriak. JANGANN!!!!! ibuku hanya melototiku dari cermin. Susah payah aku membuat alis agar tampak melengkung indah, tapi kau menghapus dengan seenak jidatmu. Ucapku yang ternyata terdengar oleh ibuku.
"Melengkung indah apanya," sahut ibuku sambil menekan-nekankan tisu basah pada alisku yang sulit untuk di bersihkan. "Kenapa tidak sekalian kau beri titik di tengah-tengah alis gunungmu ini, huh?" ucapnya kesal.
"Aku hanya mengikuti apa yang kulihat di internet," jawabku yang tak kalah kesal.
"Beruntung pacarmu belum melihatmu. Bagaimana jika dia melihatmu dengan wajah seperti ini. Dia pasti segera memutuskanmu!"
"Aku mencoba terlihat cantik, apa salah?"
"Tidak salah! Tapi make up mu yang salah. Sudah diam! Biar ibu yang mendandanimu."
Tidak butuh waktu lama ibu merias wajahku. Simple, tapi cantik. Aku tersenyum, lalu memeluk ibuku. "Terima kasih, Bu. Kau memang yang terbaik."
Kemudian ponselku berdering. Ada kupu-kupu yang mengepak-ngepakan sayapnya di perutku. Aku melihat siapa yang menghubungiku. Di layar tertulis, Andri Onta.
"Halo," sapanya di seberang sana. "Aku sudah di depan rumahmu." Aku langsung berkata ya dan Andri pun langsung menutup sambungan teleponnya.
"Bu, Onta sudah di depan rumah," bisikku.
Ibu mengernyitkan alisnya. "Namanya Onta? Onta Arab?"
"Hushh..., namanya Andri, tapi aku memanggilnya Onta; orang tercinta."
Ibuku terkekeh mendengar jawabanku. Kemudian aku dan Andri berpamitan untuk pergi berkencan.
Keadaan di dalam mobil hening. Tidak ada yang membuka suara. Sampai Andri mengatakan hal yang membuatku malu, cantik katanya.
Aku menunduk menyembunyikan rona merah di pipiku. Diam-diam aku mencuri pandang padanya. Ternyata Andri memang tampan. Wajar saja bila satu sekolah mengejar-ngejarnya, tapi kenapa dia memilihku sebagai pacarnya. Sekelebat muncul di benakku pertanyaan yang sedikit menggangguku. Ingin bertanya namun ku urungkan, tapi ternyata Andri cukup peka.
"Ada apa?" Andri menatapku sepenuhnya ketika mobil berhenti karena lampu merah.
"Tidak ada," kataku bohong.
Dia mengelus lembut tanganku tanpa bicara. Membuat dadaku semakin berdebar tidak menentu. Aku bahkan bisa mendengar detak jantungku yang berdegup kencang. Saking gugupnya sampai membuat perutku sakit, seperti ingin pup. Astaga perutku. Kalau kelewat nervous, ya begini.
Andri melepaskan genggaman tangannya di tanganku dan kembali memegang kemudi saat lampu berubah menjadi hijau. "Hari ini kita pergi nonton, ya." aku langsung mengangguk dan Andri tersenyum melihatku. Setibanya di bioskop aku duduk menunggu Andri membeli tiket, minum dan makanan.
Selama pertunjukan berlangsung, Andri terus menggenggam tanganku. "Pegangan terus kayak mau nyebrang." Godaku. Andri terkekeh mendengar ucapanku. Takut di ambil orang katanya. Seusai nonton, Andri mengajakku makan. Sambil menunggu pesanan datang, aku pun mencoba bertanya dari pada mati penasaran.
"Andri."
"Hmm..."
"Kenapa kau menyukaiku?"
"Karena aku menyukaimu," jawabnya singkat. Iya juga sih. Aku coba bertanya lagi.
"Tapi kan ada yang lebih cantik dariku."
"Memang kau cantik?"
"Hei! Tentu saja aku cantik. Kalau tampan itu kau." Dia tersenyum dan mengangkat sebelah alisnya.
"Jadi aku tampan?"
Sial! Dari sekian banyak kata, kenapa satu kata itu yang keluar?!
"Karena kamu lucu, meskipun kadang terlihat garing, tapi itu tetap buatku tertawa."
"Mungkin aku pelawak yang gagal," ucapku asal.
"Tapi kau tak pernah gagal membuatku jatuh hati padamu."
"Prett!!"
"Apa namaku di ponselmu?" tanya Andri.
"Andri Onta," cicitku.
"Onta? Onta Arab? Mentang-mentang aku keturunan Arab, kau memanggilku Onta," tuduhnya.
"Ada singkatannya tahu."
"Apa?"
"Orang tercinta," jawabku malu-malu.
Andri tertawa saat mendengar jawabanku. "Kau memang aneh, tapi lucu. Lalu apa namaku di ponselmu?" tanyanya.
"Bi"
"Babi?" tanyaku penasaran.
"Bebi, Sayang." Sambil memperlihatkan ponselnya padaku.
"Mana ada penulisan kata Baby jadi Bebi." Protesku tak terima.
"Haha!!" Andri tertawa hingga matanya berair. "Mana mungkin aku menamai pacarku Babi."
"Beri tanda Love di akhir namaku," titahku.
"Oke, Bebi."
Hari ini kencan pertamaku berhasil. Rasa kantuk mulai menguasaiku. Namun mata ini enggan untuk menutup. Aku masih berharap kekasih baruku mengirimkan pesan.
TRING!
Mataku bergulir menatap ponselku yang berkedip-kedip. Sebuah pesan yang sejak tadi aku tunggu muncul di layar ponselku.
Andri Onta : Selamat malam, Sayang! Love you.
Dengan mata yang berat, aku pun membalasnya. Selamat malam, Onta! Sedetik, dua detik, mataku perlahan terpejam.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro