Kamu dan Aku
Sebenarnya, seberapa besar persentase kemungkinan gagal hari ini? Apa sama seperti hari-hari sebelumnya? Ahhh, Mela malu sekali. Sudah seminggu semenjak akad nikah berlangsung. Namun ia masih belum berani pada Dimas. Ya, berani dalam artian melihatnya, duduk berdampingan, atau sekadar berpegangan tangan.
Memang begitu dia. Malu yang seolah mendarah daging--bahkan sama keluarganya sendiri--yang dulu pula dibanggakannya sebagai wujud bisa jaga diri dari lelaki, justru bomerang baginya. Memang, berlebihan itu tidak baik.
Sofa sedikit menurun ketika berat tubuh Dimas menimpanya. Dia di samping dan Mela berusaha untuk tidak menghindar.
Tenang, tenang dia suamimu.
Deg, deg, deg, deg, deg.
Astaghfirullah, tenang! Kumohon tenang! Jangan pergi, jangan pergi, jangan pergi. Kalem. Tenang. Tahan. It's okey. Nggak apa-apa. Dia nggak berbahaya. Dia suami. Udah ngerti otak? Oke, good.
"Kelihatannya kamu masih malu."
Menurutmu apa?! Mela menjerit. Ingin sekali menangis sekarang. Niatnya enggak mau nikah selamanya, tapi dia cinta sama Dimas. Nah, lho, gimana tuh?
Lelah dengan semuanya. Mela hanya mengembuskan napas. Dimas yang tidak tahan lagi, segera mengangkat tangan dan ...
"DON'T TOUCH ME!" Wanita itu melotot, mendesis garang, dan menepis tangan Dimas yang mau menyentuh pundaknya. Melihat wajah istrinya yang serupa macan tutul berwujud manusia yang cantik, pria itu tertawa.
"Haha, kamu lucu, Sayang."
Deg!
Aaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhh. Jangan detak jantung! Eh entar gue mati yang ada. Ih tapi ini ... duh gusti senyumnya. Salah apa hamba padamu, Tuhan.
"Kamu suka aku enggak sih?"
"Aku cinta kamu." Mela melotot menyadari apa yang dia ucapkan. Dimas pun terkejut mendengarkan jawaban terlampau cepat itu. Ketika ia hendak bersuara, Mela keburu menyela, "Malah." Yang segera dirutukinya.
Dahinya berkerut. Sejak kapan gue bucin?
Sejak lo jatuh cinta.
Dih, apa-apaan, bambang! Enggak lucu!
Pria itu tersenyum. Ia berdiri, memandang istrinya dengan penuh kehangatan. "Kamu tahu aku sayang kamu kan?" Mela menunduk; Dimas tersenyum. "Aku cinta kamu." Dia mendekat; wajah Mela memanas. "Selalu begitu." Tangannya merentang; tangan Mela menahan diri untuk tidak menepisnya. "Jangan tolak aku lagi ya ..." Mereka berpelukan. "Sayang."
"EH KAMU KENAPA?!"
Dan sore itu, Dimas sibuk merawat istrinya yang pingsan.
***
"Aku minta maaf." Mela tertunduk, meringis dan mengembuskan napas pada saat bersamaan. Sedangkan Dimas ikut meringis, melirik istrinya, dan diam-diam mulai menyusun rencana untuk Mela yang pemalu.
"Gimana kalau kita kencan?"
"Eh?"
"Iya, kencan. Toh, kita juga belum pernah melakukannya. Enggak apa-apa, 'kan? Di sini kita santai saja. Nggak perlu dibawa serius. Ya?" Pria itu tersenyum. Berusaha menenangkan Mela.
Mela terdiam sebentar. Jantungnya mulai bermasalah. Apa umurnya memendek? Semenjak ada Dimas, dia mulai sering pingsan, memecahkan barang, bahkan menabrak dinding lebih dari lima puluh kali sehari. Akibatnya dinding-dinding rumah diberi bant kecil tepat di wajah Mela. Berjaga-jaga agar wanita itu tidak terluka.
Ah, tapi ada yang lebih penting. Mela tidak tahu Dimas akan memulainya hari apa. Jadi, wanita itu bangun dan menuju ke kamar. "Hari ini saja."
"Eh?"
Mela menoleh ragu. Mendapati Dimas yang kaget tapi harap-harap cemas. "Tempatnya seterah kamu." Dan wanita itu menghilang di balik pintu kamar.
YES!
Dimas melompat. Menekuk kakinya dan menarik punggung dan tangannya ke belakang dengan arah wajah menghadap langit-langit.
"Kamu ngapain?"
Cepat-cepat ia meregangkan badan ke samping. "Pemanasan. Aku mau mengajakmu bermain di mall jadi ...."
"Kurasa tidak bisa."
"Hah? Maaf. Apa?"
"Ternyata ada diskon hari ini di Gramedia. Jadi aku mau ...."
"Toko buku? Oke! Enggak apa-apa. Itu juga tempat kencan yang bagus." Dimas tersenyum. Sakit anjir. Tadi katanya gue yang milih tempat.
"Maaf ya?"
"Iya, nggak apa-apa." Sakit Mel, Ya Allah. Jahat banget istri gue. Eh tapi masih bisa nih. Kalau ada rak tinggi terus dia kesusahan ambil buku bisa gue ambilin. Kan lumayan modus dikit. Sama istri enggak apa-apalah, ya? Iyalah nggak apa-apa! Oke sip!
"Ayo berangkat."
***
Anjir.
Dimas melihat rak-rak, lalu sekeliling, kemudian tidak sengaja bertemu pandang dengan Mela. "Kenapa?" tanyanya.
Dimas tersenyum hingga kedua matanya menghilang. "Enggak apa-apa. Kamu cari aja bukunya. Aku mau lihat rak-rak sebelah sana."
Mela mengangguk. "Oke."
Pria itu berbelok ke belakang rak Mela. Dia berjongkok setelah tahu di sana tidak ada siapapun. Meski ia tahu bahwa kenyataan dia tidak sendiri lebih terdengar logis, daripada berjongkok ala kucing dan memukul pelan lantainya, orang-orang yang melihatnya pasti akan melihatnya sebagai orang gila. Atau depresi karena tidak menemukan buku yang dicarinya.
"Mas?" Bahu Dimas ditepuk. Pria itu menoleh. Masih dengan posisi kucing putus asanya, seorang remaja lelaki dengan ragu melanjutkan ucapannya, "Kalau Mas kesusahan cari buku. Saya bisa bantu cari, kok."
Anjir beneran dikira begitu, dong!
Rasanya pria itu mau membakar toko buku yang diinjaknya. Pasalnya rencananya gagal! Apa-apaan! Tidak ada rak tinggi untuk modus! Ini adalah kegagalan sebagai seorang pria. Tidakkah pemiliknya berpikir bahwa membantu pasangan PDKT adalah sebuah kegiatan yang dapat mengalirkan pahala?
Ah, dia mulai meracau.
"Eh, enggak apa-apa--"
Suruh dia bantu cari novel yang romantis dan berikan itu pada Mela. Dia pasti akan senang!
Pemikiran jahat itu terlintas begitu saja. Remaja lelaki yang berdiri di depannya terlihat bingung. Diam-diam mulai menyesali telah menegur Dimas yang ia rasa pasien rumah sakit jiwa yang lepas dari pengawasan.
"Ehm, Mas. Saya pergi dulu kalau begitu. Permis--"
Dimas mencengkeram kedua pundak lelaki itu. "Aku butuh bantuanmu!" Dengan mata melotot.
"--si." YA TUHANKU TOLONG HAMBA!
Tanpa banyak basa-basi lagi Dimas menarik remaja lelaki yang mulai pasrah itu. Diam-diam membatin, "Nyesel gue anjir nolongin orang kek gini." Dengan mata menatap rak buku di kejauhan dengan nanar. Ucapan selamat tinggal tersirat terpancar dari maniknya yang berkaca-kaca--
Ah enggak! Kayak gitu mah lebay. Nggak level!
"Menurut, Mas gimana?" Dia mulai mencari novel romantis yang bisa bikin para wanita kejang-kejang sampai ke rumah sakit jiwa atau kayang lalu mati di tempat. Ah, enggak gitu juga.
Dimas berdeham. Berpikir dan menelitinya sejenak, kemudian ....
"Nggak, nggak. Jelek ceritanya. Cari yang lain." Ia mengibaskan tangannya di depan wajah si lelaki, yang refleks cemberut dan meletakkannya kasar. "Hei, santai."
"Lagian lu dibantuin nyolot amat."
"APA?!"
Dimas maju untuk mencengkeram bahu lelaki itu dan menggertak agar membantunya. Misinya tidak boleh gagal! Dia harus memenangkan hati Mela. Oh, atau yang benar agar pernikahan mereka lebih berwarna, bukan sekadar malu-malu kucing kejepit doang.
"Eh, eh, Mas mau ngapain?"
Beberapa pasang mata mulai melihat mereka.
"Eh, berhenti."
Semakin banyak yang melihat. Dimas tersenyum. Ia akan melanjutkan aktingnya agar terlihat gahar.
"Mas? Aku udah nemu bukunya--"
Buku di dekapan Mela terjatuh. Sebab, di hadapannya, Dimas terjauh dan ditangkap remaja lelaki. Itu yang terjadi. Namun bagi mereka yang belum tahu kronologisnya, hanya akan terfokus pada cengkeraman Dimas di dada lelaki itu, selagi bibirnya menyentuh dahi Dimas dan tangannya menahan bobot Dimas.
Mereka segera melepaskan diri.
Dimas terbelalak. "EH ENGGAK, MEL, ENGGAK! TADI KECELAKAAN! AKU JATUH DAN--"
Mela lari, mengabaikan buku-bukunya yang terjatuh. Namun sebelum ia semakin jauh, wanit itu berbalik dan dengan mata berlinang air mata berkata, "BAYAR BUKUNYA ATAU KAMU NGGAK BOLEH MASUK RUMAH!"
"EH, MEL! TUNGGU!"
"Aw, aw dikunciin."
"Aw, aw ada yang ketahuan selingkuh."
"Aw, aw yang--EH PAK KENAPA!"
Hari itu ambulan datang untuk membawa Dimas yang syok. Lewat bisik-bisik tetangga, mereka mengatakan dia meracau dan remaja lelaki yang jadi korban itu menunggunya setiap hari di rumah sakit. Mereka menjadi sepasang kekasih, karena remaja itu jatuh hati dengan ketegasan Dimas, sementara Dimas melihatnya sebagai Mela, istrinya yang kabarnya menjadi OB di Tempat Kejadian Perkara untuk melunasi hutang buku yang terjatuh dan kemaluan yang ditimbulkan suaminya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro