The Sassy Monday by @atikribo
Teruntuk dirimu yang membenciku,
Jika hari dalam seminggu ibaratnya adalah sekelompok perempuan, aku bisa sangat jelas mengamati bahwa Jumat dan Sabtu selalu pergi berdua ke mana-mana. Jumat, si cewek paling keren, akan memberikan pendapat ke mana mereka akan pergi menghabiskan hari; sementara Sabtu, layaknya seorang bocah, dia selalu ceria dan penuh semangat. Dia akan mencari cara agar bisa merealisasikan gagasan itu. Mereka kemudian mengajak semua orang untuk bersenang-senang bersama. Setelah di akhir pekan mereka kelelahan berpesta, Minggu datang untuk mengajak mereka bersantai di rumah entah bersama keluarga ataupun orang terkasihi. Minggu yang keibuan ada untuk mengingatkan mereka bahwa mereka harus mempersiapkan hari esok: Senin si jalang yang selalu membawa kalian kembali pada realita.
Hai, aku Senin dan semua orang membenciku. Heh, jangan coba-coba kau menghiburku.
Oh, bukannya aku tidak mau, tapi rasanya tidak perlu. Kalau benci tinggal bilang benci, tidak usah bermanis bibir. Dalam seminggu aku selalu mengingatkanmu untuk pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai dan yang akan terjadi. Kau yang baru pulang liburan dari tempat termahal harus kembali lagi ke sekolah atau kantor dan berurusan dengan kewajibanmu. Si Bos akan memanggilmu, memberikanmu tugas tambahan dengan tenggat waktu tertentu. Ketika aku datang, kau hanya bisa berkeluh kesah ke temanmu atau mungkin kekasihmu mengenai hal ini.
Selasa di satu sisi merupakan hari paling produktif untukmu, dan Selasa sendiri merupakan anak yang ambisius. Dia membuatmu bekerja habis-habisan supaya kau tidak perlu lembur di hari yang akan datang. Lalu di hari Rabu, kau akhirnya sedikit merasa lega dan menjerit kegirangan, setengah pekan sudah kulalui! Hore, selamat, tinggal satu hari lagi hingga Jumat datang. Bersama Kamis kau sedikit terpacu dengan spontanitasnya. Dia mengajakmu untuk melakukan inovasi-inovasi bandel yang kadang melanggar peraturan. Tapi, persetan, toh besoknya kau bertemu lagi dengan si Keren Jumat.
Asal tahu saja, Minggu yang kalian selalu puja-puja berkata padaku setiap pergantian waktu di tengah malam, "Senin, kutitip orang-orang itu padamu, ya, mereka mungkin masih belum siap bertemu denganmu."
"Mereka bertemu denganku setiap minggu, sama halnya dengan mereka bertemu denganmu. Apa bedanya sih?" gerutuku suatu kali.
"Mungkin karena kamu itu seperti mimpi buruk untuk mereka," jawab Jumat sebelum ia pulang ke rumahnya sendiri.
Mengerling, aku pun mengganti tugas harian Minggu untuk menyambutmu. Kau mengerang kala pendaran cahaya mentari masuk melewati jendela, bergegas menghadapi rutinitas. Kau berlari terlambat karena terlena dengan nikmatnya akhir pekan di mana kau biasa berleha-leha. Aku tahu kau pasti mengutuki aku yang selalu datang setiap minggu.
Aku pernah kok mendengar cibiran kalian supaya aku sirna dari dunia. Seperti seorang pegawai kantoran yang berkeluh kesah pada Minggu, "Kenapa harus ada hari Senin?" atau "Coba akhir pekan lebih lama lagi." Tak luput pula seorang mahasiswa yang menangisi tenggat waktu tugas yang dimajukan oleh dosen. Tebak hari apa? Yep, hari Senin! Lantas orang itu membenciku karena Senin datang begitu cepat, padahal salahnya menghabiskan akhir pekan dengan berfoya-foya di bar ternama.
Kubilang saja ya, Senin itu hanya nama. Kalau fungsi hari Jumat ternyata adalah hari pertama di setiap minggu, kau pasti akan membencinya sama seperti kau membenciku. Kalau aku ternyata musnah dari daftar hari dalam sepekan, akan ada Senin-Senin lainnya yang siap menghantui dan membuatmu membencinya. Jadi, hadapi sajalah.
P.S. Kalau kau terlalu lama menganggur, kau bisa bosan sampai mati. Harusnya kau berterima kasih padaku karena masih ada yang mengingatkanmu akan kewajiban-kewajiban sialanmu itu.
Salam,
Senin
.
.
.
End.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro