Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Simple Reasons by @MeTrollGirl

Hari Senin, itu namaku. Nama yang banyak dibenci karena berbagai alasan. Dalam bahasa inggris, orang-orang sering mengganti namaku, 'Monday', menjadi 'Mon(ster)day', dan jujur saja, itu membuatku sakit hati.

Hei. Kalian pikir aku tidak ingin menjadi hari yang paling indah dan paling banyak dipuja seperti temanku, Minggu?

Oke... aku mengerti. Minggu adalah hari dimana hampir semua orang beristirahat. Bisa tidur-tiduran di kasur empuk, menunda mandi sampai sore atau bahkan malam, bermalas-malasan dan sebagainya. Sangat bertolak belakang denganku yang selalu identik dengan kesibukan tanpa henti, jalanan yang macet (padahal kurasa setiap hari pun SAMA SAJA, tergantung kalian memilih jalan yang mana), tingkat stres yang meninggi, bos yang mendadak marah-marah... bahkan ada fakta yang menyebutkan bahwa kasus bunuh diri paling banyak terjadi di hari Senin (dan bahkan aku tidak tahu apa korelasinya sehingga mereka memilih diriku sebagai hari yang pas untuk menghilangkan nyawa).

Hei, jangan salahkan aku kalau kalian terlalu terlena oleh hari Minggu! Jangan salahkan aku kalau kalian terbuai dengan istirahat di hari Minggu, dan jangan salahkan aku juga kalau banyak orang depresi lalu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri! Seharusnya mereka tahu, kan, kalau kehidupan bukanlah sesuatu yang selalu berbaik hati dengan menghindarkan manusia dari masalah?

Ah, sudahlah. Rasanya aku jadi makin gondok saja.

Dan entah aku yang bodoh atau apa, saat ini, di awal minggu ini, aku mengubah wujudku menjadi seorang manusia, lalu dengan santainya melenggang di jalan yang dipenuhi orang-orang berwajah masam. Rutukan dan makian terhadapku meluncur mulus dari bibir-bibir mereka. Duh, ingin rasanya kutonjok mereka satu per satu kalau tidak ingat hal tersebut akan membuat mereka semakin membenciku.

Aku mengempaskan tubuh di bangku kafé yang empuk. Sepiring mille crepes rasa oreo tersaji di depanku. Ah, mungkin makanan manis dan musik yang menenangkan dari speaker kafé bisa meredakan amarah di hatiku serta panas di kupingku akibat hujatan yang ditujukan orang-orang kepadaku.

"Duh, gue masih pengin bobo cantik di rumah nih!" Dasar pemalas.

"Gila, Senin selalu panas banget!" Namanya juga musim panas, Nona. Jangan mengada-ada.

"Lo tahu nggak sih? Bos gue itu selalu ngamuk-ngamuk pas hari Senin, dan selalu gue yang kena!" Kalau aku bilang mampus, dosa tidak ya?

Astaga....

"Permisi, boleh saya duduk di sini?"

Aku mendongak. Seorang wanita muda, kisaran umur dua puluhan dengan rambut hitam sepunggung melemparkan senyum manis kepadaku. Mataku menjelajah ke seantero kafé, dan benar saja, semua tempat sudah terisi penuh. Hanya bangku di hadapanku saja yang kosong.

"Ya, silakan," jawabku jutek. Sejujurnya aku sedang ogah berbagi, tetapi tidak mungkin juga aku menyuruhnya duduk di lantai. Wanita itu menggumamkan kata 'terima kasih', lalu menaruh pesanannya sebelum duduk.

"Hari Senin begini banyak yang bete, ya?" tanyanya beberapa saat kemudian.

Aku mendongak dari piring mille crepes-ku. "Hari Senin kan sumber stres semua orang."

"Ah, nggak juga."

Aku mengangkat alis. "Memangnya kamu nggak merasa stres, gitu? Di hari Senin kan banyak kerjaan numpuk, banyak orang telat, jalanan pada macet...."

Ia diam sesaat, menelan makanannya. "Stres? Nggak, kok. Lagipula setiap hari juga sama. Mungkin orang-orang aja yang lebay, atau mungkin mereka punya kejadian traumatis di hari Senin."

Wah, baru kali ini aku bertemu dengan orang yang tidak masuk golongan pembenci Senin. "Hmm, jadi kamu nggak pernah punya kejadian yang bikin kamu ogah sama hari Senin, begitu?" tanyaku yang dijawabnya dengan sebuah gelengan. "Seriusan?"

"Buatku, hari Senin itu seperti awal dari lembaran baru," ia menyesap milkshake-nya sebelum melanjutkan, "aku selalu membayangkan kalau setiap satu minggu itu seperti satu buku cerita tipis. Senin sebagai awalnya, dan Minggu sebagai akhirnya. Senin itu seperti permulaan yang baru. Kita harus balik kerja lagi, kembali beraktivitas setelah istirahat seharian penuh, ketemu sama orang-orang di kantor lagi. Minggu waktunya kita rileks, jalan-jalan, atau sekadar istirahat di rumah. Tapi gimana bisa hidup dengan bagus kalau maunya cuma jalan-jalan dan santai-santai?"

Aku manggut-manggut. Penjelasannya masuk akal juga. Ah, andai saja semua orang berpikiran seperti wanita ini.

"Lagipula, di dalam agamaku, agama islam, Senin itu termasuk hari yang diutamakan selain Kamis. Pintu-pintu surga dibuka. Orang-orang mukmin diampuni, kecuali yang sedang bermusuhan. Amal-amal manusia juga diperiksa Allah pada hari Senin dan Kamis. Jadi, nggak selamanya Senin itu hari yang buruk. Ambil sisi positifnya aja." Ia kembali tersenyum.

Rasa kesalku menguap begitu saja. Baru kali ini aku dipuji—ah, apa itu tadi pujian?—oleh seseorang. Baru kali ini aku menemui orang yang yang menyukaiku, atau setidaknya menganggapku sama saja dengan teman-temanku. Baru kali ini ada orang yang tidak menganggapku menyebalkan... dan semua itu hanya karena alasan-alasan kecil.

.

.

.

End.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro