Kerinduan Tuhan
Tanah ini kian mengering. Tertimbun romansa kembang sedap malam yang dibawa lakon manusia, pada hari pertama kala ia bersemayam. Bersama dengan isak dan doa-doa panjatan langit. Menggaungi hujan yang diberkati sang Ilahi.
Wajahnya tak lagi sama. Pucat, membiru, pun terbujur kaku. Dibalut kain putih yang katanya ‘suci’ dari Tanah Haram. Membumbung haru yang tak pernah kulupa. Seumur hidupku.
Tanganku getar, perasaanku getir, jasadku gegar. Tak percaya bahwa sosok itu termakan usia. Ia yang dahulu kuat kini lemah. Ia yang selalu menghiasi tawa kini memberi duka. Ia yang menghadir tenang, pun kini tersisa kenang.
Lantas, doa mana yang layak kupanjat? Kala tubuhmu t’lah termakan ulat dalam liang lahat. Apakah kita layak mengutuk? Memaki takdir yang diberi sang Ilahi! Apa tak dapat lagi kau beri aku hangat? Kala yang lain dapat. Apa pinta ini terlalu berat? Padahal dahulu teramat singkat.
Kini aku kembali. Mengunjungi sepetak gundukan tanah penuh ilalang yang setia menemanimu. Aku sadar, semua berubah. Bukan kamu yang harus menguatkan, tapi pengajaranmu yang menjadikan kuat ada dalam aku. Bukan kamu yang mendekap peluk kala yang lain dingin, tapi aku. Bukan kamu yang harusnya di sana, melainkan ....
Ah! Apa gunanya aku merutuk semua ketentuan-Nya? Bukan meringankan, malah memberatkanmu, di surga-Nya.
Apakah rinduku tak melebihi kerinduan Tuhan padamu!
Nozomu Mirai
Pontianak, 19 April 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro