Prolog
“Selamat datang tuan putri!!!”
Alice hanya mematung. Masih mencoba mencerna pemandangan di hadapannya. Seorang pria berpakaian tuxedo hitam putih, maksudku benar-benar setengah hitam dan setengah lainnya putih tengah berdiri tegap sambil menyambutnya dengan satu tangannya disodorkan.
“Welcome to Shiro’s challenge! Namaku Shiroko selaku penyelenggara, mengucapkan terima kasih atas kedatangannya.” matanya mengintip dari topi tinggi yang dia angkat ujungnya melihat sosok Alice yang masih saja menatap kesana kemari. “Nona Alice?”
“E-Eh?” Alice terkejut karena pemuda di hadapannya tahu namanya. Namun dia singkirkan semua rasa terkejutnya dan meneliti penampilan pemuda itu. “Pakaianmu itu keren.. mirip badut di taman hiburan.” bisiknya.
Muncul perempatan di pelipisnya. “Permisi, apa maksudmu? Ngejek, yah?” tak bisa dipungkiri amarah Shiroko yang memuncak karena ucapan gadis 20 tahun itu.
“B-Bukan! Maksudku…” Senyum khas diberikan Alice. “Aku sangat suka kostum yang kau kenakan. Aku jadi tidak gugup lagi.”
Seringai muncul di wajah Shiroko. “Sekarang kan kujelaskan tentang tantangannya.” Dia membuka buku tua yang sudah usang. “Ehem…”
“Tunggu! Aku tidak bilang setuju untuk ikut!”
“Terlambat! Sekali kau sudah datang ke ruang Aether ini, kau tidak bisa kembali ke dunia busukmu itu!” Shiroko mengatakan hal yang kejam dengan senyum manis, menurut Alice sangat aneh. “Akan kulanjutkan! Pert—“
“Tunggu!” sela Alice. “Kau belum bilang alasanmu membawaku ke sini!”
“Untuk menerima tantanganku tentunya. Sekarang akan kulanjutkan, perta—“
“Alasan macam apa itu?” sahut Alice sambil mengerucutkan bibirnya. “Aku punya hidup yang harus kujalani, pekerjaan yang menumpuk, dan kau bilang alasanmu hanya itu?”
“Ya, hanya itu alasanku. Sekarang diamlah agar aku bisa menjelaskan peraturannya.”
“Aku menolak.” Disilangkan lengan Alice di dada sambil menatap ke arah lain. “Alasanmu belum cukup! Sekarang kembalikan aku.” Melihat Shiroko yang masih diam saja, Alice kembali menyahut. “Ayo kembalikan.”
Shiroko melepaskan tawa jahat lalu menatap mata Alice. “Sudah kukatakan terlambat. Artinya, ti-dak-a-da-ja-lan-kem-ba-li~” rautnya langsung berubah serius. “Akhiri tantangan ini, dan jawab pertanyaannya lalu kau bisa kembali ke dunia busukmu.”
Mata Alice terbelalak. Jalan memutar sudah diblok dan tak ada jalan lain selain menerima tantangannya. “Tolong jelaskan tantangannya.”
“Cukup mudah~ Hidup di duniaku selama 7 hari dan akan kuajukan satu pertanyaan. Kau harus memilih satu. Hitam atau putih. Dan jika kau benar, kau bisa kembali. Tapi jika salah, kau harus bersedia tinggal di sini! Mudah, kan?” Shiroko menutup buku usang itu dan mengembalikannya ke rak di samping kursi singgasananya. “Di dalam saku celanamu ada jimat dariku, anggap saja agar kau tidak mati.”
Benar saja, setelah Alice rogoh sakunya terdapat kalung bersematkan liontin berwarna putih. “Yosh, aku—KYAAAAAA!!!”
Rupanya ubin yang tadi sempat dipijak Alice mengilang dan membuat gadis itu terperosok ke dalamnya. Bukan lubang gelap tempatnya jatuh, melainkan yang dia lihat adalah permukaan tanah yang jauh. Dia baru saja dijatuhkan dari langit. Alice mengatup matanya rapat-rapat tak ingin melihat saat kelak tubuhnya hancur berkeping-keping.
“Alice, buka matamu!”
Tersadar oleh suara yang terngiang di dalam dirinya, Alice membuka kelopak matanya. Dia disambut pemandangan indah daratan yang terbelah dua warna. Inikah, Monochrome?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro