❬ 8 ❭ @NyaiLepetj - Safir
Hal pertama yang Kifa rasakan saat membuka mata petama kali adalah asing. Dia merasa asing dengan pemwandangan sekitar. Pohon-pohon menjulang tinggi, entah itu pohon apa. Daunnya begitu lebar hingga Kifa tidak bisa menafsirkan waktu siang atau malam. Dan suasananya begitu mencekam.
Lalu apa ini? Kenap Kifa menggunakan hanfu hitam yang panjangnya melewati jari-jari kakinya. Dan peti? Demi Tuhan, Kifa berbaring di dalam peti mati berdinding kaca saat ini. Dia belum mati 'kan? Dan dia tidak mau mati dalam waktu dekat ini. Ingatan Kifa yang terakhir kali adalah dia tengah di bonceng Lika, teman kelasnya. Mereka hendak memergoki pacar Lika yang selingkuh. Tapi sekarang Kifa ada di mana? Dan mengapa tubuhnya terasa kebas, hanya mata yang begitu luwes berkedip.
Srkkk..srkkk..
Entah mungkin sudah merupakan insting alami, Kifa di buat waspada dengan suara itu.
"Anda sudah bangun rupanya tuan putri."
Kifa melotot, siapa yang orang aneh itu panggil tuan putri. Kenapa orang aneh itu memakai hanfu hitam juga sama sepertinya. Rambut orang aneh itu di ikat bagian atasnya dan bagian bawah yang panjangnya menyentuh pinggang di biarkan tergerai. Apa di ini ada costplay? Ughh, tapi kenapa wajah orang aneh itu benar-benar aneh? Ada garis pajang seperti bekas luka di wajah sebelah kiri yang di mulai dari leher sampai pangkal hidung. Itu memnyeramkan!
"Si-siapa kau?" Kenapa suara Kifa seperti orang gugu.
"Ah, sungguh tidak sopan sekali hamba sampai tidak memperkenalkan diri. Panggil hamba, Pemilik Hutan Duri yang mulia." Si Pemilik Hutan Duri membungkukkan sedikit punggungnya. "Apakah anda sudah siap yang mulia?"
Kifa merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi di lihat dari ekspresi wajah orang aneh itu. Kifa memilih untuk tetap memanggil orang aneh meski orang itu telah memeperkenalkan diri. "Si-siap a-apa?"
Orang aneh itu menyeringai. "Untuk persembahan. Dragon! Siapkan semuanya, purnama sebentar lagi!" Si Pemilik Hutan Duri memanggil abdi setianya. Dragon, pemuda dengan hanfu yang sama, hitam. Hanya saja rambut Dragon di gerai dan panjangnya sepunggung. Dragon seperti kuntilanak menurut Kifa.
Tunggu! Pengorbanan? Apa yang di korbankan. Apa sekarang hari raya idul adha. Tapi seingat Kifa idul adha sudah lewat dua bulan lalu. "A-apa mak.....ARHHHH!" Kifa tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Dragon menyayat tangan kirinya dengan kejam. Sayatan itu panjang, dari pertengahan tangan sampai telapak tangan. Darah nampak mengalir melewati pipi yang terhubung dengan wadah di bawah kaki Kifa, tampar di mana Si Pemilik Hutan Duri berdiri dengan seringaian mengerikannya.
Pemilik Hutan Duri menengadah ketika bulan purnama berlangsung. Tangannya di rentangkan dengan mulut yang komat-kamit.
Kifa merasakan sakit di sekujur tubuh. Rasanya seperti di sayat-sayat. "ARGHHHH!!! SSSAAAKIIIIIT!"
"Tahanlah yang mulia, sebentar lagi sakitnya akan hilang." Si Pemilik Hutan Duri mengarahkan cahaya bulan purnama pada wadah yang berisi darah yang terus mengalir dari tangan Kifa. Seringaian mengerikan kembali terukir di bibirnya. "Sebentar lagi, sebentar lagi kerajaan ini akan berada di bawah kakiku."
Kifa sudah bercucuran air mata dan keringat dingin. Seperti inikah sakaratul maut? Kesadaran kifa sudah mengawang. Pandangannya mulai mengabur. Tapi dia masih bisa melihat ketika sebuah cahaya biru yang menyerang Pemilik Hutan Duri hingga orang aneh itu tersungkur dengan darah yang keluar dari mulutnya. Wadah tempat di mana darah Kifa tertampung hancur. Dan sakit yang Kifa rasakan tadi berangsur-angsur berkurang.
"SAFIR!!" Si Pemilik Hutan Duri nampak murka pada sosok yang di teriakinya tadi.
Seperti kecepatan mengedipkan mata, sebuah cahaya biru kembali menyerang Si Pemilik Hutan Duri dan cahaya itu berhenti di sebelah kiri Kifa yang masih terbaring.
Cahaya itu menjelma menjadi sosok yang amat mempesona. Sosok itu mengenakan Hanfu perpaduan warna putih dan biru langit. Rambutnya yang panjang melewati pinggul nampak melayang-layang dan di kelilingi cahaya biru. Ada sebuah kain biru yang mengikat kepalanya. Sosok yang Kifa duga laki-laki itu karena tidak menemukan tonjolan di dada begitu tampan. Alis yang sama tebal dan panjang. Mata yang indah dengan sorot tajam dan manik yang berwarna coklat. Hidungnya mancung dan bibir tipis dengan warna pink alami. Benar-benar sempurna.
"Aku sudah memperingatkan mu Kelam! Tapi rupanya kau sudah bosan hidup. Ritual Purnama merah!? Kau benar-benar ingin mati dengan melupakan fakt bahwa aku hukanlah tandinganmu." Suara Safir menunjukkan bahwa pemilik cahaya biru perkasa itu benar-benar murka. Si Pemilik Hutan Duri atau Kalam akan mari malam ini di tangan Safir.
"Bedebah kau Safir! Dan jangan panggil aku Kelam!" Kelam mengaum marah. Tangan kanannya terangkat. Seberkas cahaya merah pekat hampir menyerupai hitam muncul di tagan Kelam. Dengan mengumpulkan semua kekuatan, dia mencoba berdiri. Meski sakit di dada yang dia rasa tak bisa di tahan. "Kau terlalu sombong Safir!"
Ctas!
Kelam melayangkan serangannya pada Safir. Cahaya merah kehitaman itu berhembus menerjang Safir dengan secepat angin yang berhembus ketika badai tornado.
Tapi Kelam terlalu naif, kekuatan yang dia miliki tidak akan cukup untuk menyentuh sehelai rambutpun dari Safir.
Safir hanya perlu mengangkat tangan kanannya dan mengarahkan kedepan. Maka serangan yang Kelam yakin adalah perwujudan dari seluruh kekuatan yang dia miliki hancur.
"Kau terlalu naif Kelam. Apa yang kau lakukan telah menyalahi peraturan dunia kita. Menyusup ke duni lain lalu mencuri arwahnya untuk kau manfaatkan. Itu semua adalah keslahan fatal. Dan dengan kuasa dari pemimpin dunia ini, kau akan di eksekusi di tempat." Safir mengucapkannya dengan tampang yang datar. Dari ujung jari jemarinya, cahaya sebiru langit pada musim semi keluar. Awalnya cahaya itu kecil, lalu Safir memainkan jemarinya membuat cahaya itu kian membesar hingga Kifa yakin bahwa cahaya itu bisa menelannya hingga tak terlihat.
Kelam yang melihat cahaya itu di buat gemetar. Dia pernah melihat cahaya itu sebelumnya, tepatnya duapuluh tahun yang lalu ketika gurunya juga melakukan ritual yang sama. Tapi pemimpin dari negeri ini tahu, dan gurunya di hukum mati tempat. Cahaya yang Safir keluarkan adalah cahaya biru penghisap kehidupan. Cahaya itu adalah cahaya yang berbahaya di dunia mereka meski berasal dari pemilik kekuatan pelindung. Karena cahaya itu akan menghisap kehidupan yang di hendaki tanpa ampun. Dia akan menghisap secara perlahan dan menyakitkan. Menghilangkan kehidupan sedikit demi sedikit, membuat korban menikmati sakit itu lebih lama.
Cahaya penghisap kehidupan di buat dari 7 api neraka paling kelam di dunia mereka. 7 api neraka itu di olah oleh 7 orang pemilik kekuatan pelinding dengan lever kekuatan berada di level 7 yakni lebel tertinggi di dalam pemilik kekuatan pelindung. Lalu pada sentuhan akhir, 7 pemilik kekuatan pelindung itu akan meminta malaikat mau memberikan sentuhan terakhir, berupa penghisapan kehidupan yang paling menyakitkan yang biasanya malaikat maut lakukan pada mereka yang melakukan dosa besar, seperti menyalah gunakan kekuatan. Bisa di bayangkan semengerikan apa cahaya itu.
Tujuan para pemilik kekuatan pelindung membuat cahaya penghisap kehidupan adalah menghukum mereka para pemberontak di dunia yang mereka tempati. Memperlihatkan bahwa hukuman bagi mereka yang tidak mematuhi aturan di dunia adalah hukuman yang paling menyeramkam.
Cahaya Penghisap kehidupan adalah cahaya yang di berikan turun temurun dari pemilik kekuatan pelindung sebelumnya kepada penerusnya. Kekuatan itu dapat berkembang tergantung bagaimana kekuatan pemiliknya. Bila pemiliknya masih berada pada level bawah, maka kekuatan cahaya penghisap kehidupan berada pada level bawah pula dengan daya hisap kecil dan waktu yang begitu lama. Hal itu memungkinkan pelaku yang di hukum masih bisa melarikan diri meski dia memiliki kekuatan yang berada di level 1 dan 2. Dan bila pemilik cahaya berada di level ke 5 atau 6 makan daya hisapnya cepat dengan waktu yang cepat tapi cukup untuk membuat tersiksa.
"Habisi sampai tak tersisa!"
Ctass!!
Cahaya penghisap kehidupan itu menyerang dan menyelimuti Kelam hingga tubuh Kelam tertutup cahaya. Kelam panik dan mencoba melawan denan mengeluarkan segenap kekuatannya. Tapi tiak berhasil. Karena yang dapat menghentikan Cahaya itu adalah pembuatnya dan pemilik kekuatan murni yang tentu saja tidak akan mau menghentikan aksi cahaya penghisap kehidupan melaksanakan tugasnya.
"ARGHHHHHH!!!! DRGOOONNNN!!!!"
Kelam berteriak memanggil orang kepercayaannya. Kelam sepertinya tidak tahu bahwa Dragon telah meregang nyawa batang pohon pinus yang berumur 250 tahun itu. "ARGHHHHHHHHHHHHH!!" Teriakan Kelam menggelegar membuat beberapa burung hantu yang sedang asik begadang di peraduan beterbangan. Hewan-hewan lainnya seperti serigala dan rubah saling sahut.
Kelam perlahan lenyap bersamaan dengan cahaya biru itu yang kembali pada tangan Safir. Safir memainkan cahaya itu sebentar. Cahaya yang tadi besar berubah kecil lalu lenyap di tangan Safir.
Kifa syok. Dia menyaksikan bagaimana Kelam di siksa oleh cahaya itu. Bagaimana teriakan kelam dan bagaimana cahaya itu memusnahkan Kelam. Dan Sifa hanya bisa memandanginya dalam diam. Jika di tanya bagaimana keadaan jantung Kifa, maka jantunf itu andai bisa berbicara akan menjawab "aku rasanya ingin lari dari tubuh ini" dan begitupan matanya yang melotot meminta keluar dari tengkorak Kifa. Astaga!
Kifa menatap takut pada Safir yang berada di sampingnya.
Deg.
Safir pun balas menatap Kifa, membuat gadis itu ketakutan. Belum lagi ketika Safir berjongkok di samping Kifa membuat Kifa ingin mati saja rasanya. Dan ketika tangab kiri Kifa yang tadi di gores Dragon di sentuh Safir. Kifa tidak bisa menahan diri untuk tidak berteriak.
"Stt..tenanglah Kifa. Aku tidak akan menyakitimu." Safir melepaskan tangannya di tangan Kifa setelah memastikan luka gadis itu telah tertutup dan tangan gadis itu kembali ke wujud semula tanpa goresan.
Kifa menatap tangannya takjub. Bagaimana bisa? Astaga. "A-apa maumu. Jangan sakiti aku." Sekarang rasanya Kifa ingin menangis.
"Tenanglah Kifa. Sebelumnya perkenalkan namaku Safir. Cukup Safir saja." Safir mengatakannya dengan sebuah senyuman yang membuat Kifa terperangah.
Kifa menggeleng. Dia tidak boleh terpesona, bisa saja dia mati di tangan safir. Kifa mencoba mendudukkan dirinya yang ternyata susah. Jika tidak di bantu oleh Safir maka Kifa akan bisa duduk pada keesokannya.
Kifa segera mendorong Safir. "Menjauh. Aku tak butuh namamu. Apa maumu?!" Nada suara Kifa sedikit meninggi.
Bukannya tersinggung, Safir malah ternyum dan laki-laki itu berjongkok. "Sudah ku katakan bahwa aku tidak akan menyakitimu. Aku akan membawamu kembali. Entah bagimana Kelam bisa membamu ke dunia ini. Dunia ini hukanlah dunia untuk kau huni."
"Maksudmu apa? Aku memangnya di mana?"
"Aku tidak di perkenankan memberitahun padamu informasi mengenai dunia ini Kifa. Aku hanya bertugas untuk membawamu kembali. Mamamu tengah cemas menanti anaknya bangun."
Safir benar. Mamanya, nyonya yang selalu menggoreng ayam sampai gosong itu pasti sedang cemas saat ini. Tapi rasa penasaran Kifa pada dunia ini begitu besar. Dunia macam apa ini. Atau ini semua hanya mimpi.
Ah mimpi!
Iya. Bisa saja dua sedang bermimpi.
"Hahahaha. Astaga, bagaimana sih aku ini. Ini semua pasti cuma mimpi. Astaga. Astaga. Mimpi yang ternyata indah dan di kelilingi orang aneh berwajah tampan tapi juga seram. Hahaha." Kifa tertawa sambil memeluk perutnya yang mulai terasa keram karena terlalu lama tertawa. Dia menertawakan dirinya sendiri yang terlalu mendalami peran dalam mimpi hingga menganggap semua adalah nyata. Melupakan fakta bahwa hal demikian tidak akan terjadi di dunia nyata. "Hahaha, aduh! Sakit perutku." Diliriknya Safir yang tengah menatapnya heran. Tadi dia ketakutan setengah mati, lalu sekarang tertawa seperti tidak ada hari esok.
"Kau baik-baik saja?"
Kifa mengibaskan tangan kanannya di depan wajahnya. "Ah tidak perlu cemas. Astaga, mimpi ini begitu dahsyat. Baru kali ini aku mimpi tapi rasanya seperti nyata."
Safir menghela nafasnya perlahan. "Iya anggap saja ini semua mimpi." Di tatapnya sekitar lalu dia kembali menatap Kifa. Safir berjongkok di sisi peti mati tempat Kifa duduk saat ini. Tangannya memegang pinggir peti berdinding kaca itu. Kifa yang pada awal menatapnya takut telah hilang berganti dengan tatapan bingung. Apa yang akan Safir lakukan selanjutnya?
Trak!
Kifa menjadi waspada ketika telinganya menangkap suara sesuatu yang, suara itu mirip ke suara kaca yang retak. Belum sempat Kifa berfikir apa itu, kaca di leti yang dia huni pecah. Sepertinya hobi baru Kifa saat ini ada berteriak.
Prang.
"Arhh!"
Kaca di peti mati pecah, Kifa menutup wajah dengan telapak tangan takut pecahan kaca itu mengenai wajahnya. Dia menunggu beberapa saat, tapi rasa sakit yang dia tunggu akibat terkena serpihan kaca tidak kunjung datang. Bola matanya mengintip melalui celah jari-jari tangan, apa yang terjadi? Pikir Kifa.
Kifa memberanikan diri melepaskan tangannya dari wajah. Dan dia di buat terbengong, kemana serpihan kaca itu. Bukankah tadi itu pecah. Astaga, baru kali ini dia mendapatkan mimpi seaneh ini.
Safir tahu Kifa bingung, tapi sudah tidak ada waktu menjelaskan. Jadi dengan membiarkan Kifa menganggap bahwa semua yang terjadi adalah mimpi merupakan hal yang terbaik. Karena jika Safir tidak membawa kifa kembali dengan kembal, maka para pemberontak negeri akan terus menguncar Kifa.
"Ayok ikut aku, pegabg tanganku."
Kifa enggan mengikuti mau Safir. Tapi Safir memaksa dengan menarik tangan Kifa dan menggenggamnya erat. Tangan Safir yang tidak menggenggam tangan Kifa memutar di udara. Dari putaran itu muncul cahaya yang kali ini bukan biru, melainkan putih. Safir menarik tangannya, mereka berdua memasuki cahay itu. Saat memasuki cahaya, kifa merasa seperti ada yang menyengatnya. Rasanya lebih ke seperti di sengat tawon. Rasanya benar-benar membuat tubuh tidak nyaman.
Ketika Kifa melihat sekeliling,lagi-lagi pemandangan aneh yang tertampang. Mereka berada di sebuah tempat yang tak berujung yang berwarna biru. Beberapa langkah di depan mereka, ada sebuah pintu yang di kelilingi oleh bunga yang tidak Kifa ketahui. Pintu itu berwarna biru dengan cahaya putih.
Sebuah pemikiran melintasi kepala Kifa, itu bukan pintu ke akhirat 'kan? Kifa panik. Jangan-jangan dia benar-benar sudah mati.
"Tidak! Lepaskan tanganku. Aku belum mau mati, aku mau pulang. Lepas!" Kifa terus meronta. Tapi kekuatannya tentu saja tidak akan setara dengan kekuatan Safir yang notabennya adalah seorang laki-laki dengan catatan memiliki kekuatan gaib.
Safir memerangkapkan kedua tangan Kifa dengan satu tangann dan tangan yang satu mengukung tubuh Kifa agar gadis iu berhenti meronta. "Dengar Kifa, kau justru akan mati bila tidak melewati pintu itu. Dan pintu itu tidak akan terbuka jika tidak ada keinginan dari seseorang untuk melewatinya. Membuka lintu itu tidak bisa di wakilkan, jika aku yang membuka maka aku yang akan melewatinya tidak akan bisa kalau mau mau mencoba melewati pintu yang aku buka."
"Aku tidak perduli dengan pintu. Ini semua hanya mimpi, setelah aku bangun dari tidurku semua akan menghilang." Nada suara Kifa bergetar karena ketakutan.
"Kifa,ini bukan mimpi. Kamu di culik oleh Kelam dari duniamu ketika kamu dan temanmu kecelakaan motor. Temanmu hanya mengalami luka ringan-sedangkan dirimu di nyatakan koma karena terpental dari atas motor beberapa meter dan tidak menggunakan helm. Kepalamu terbentur dan ada sedikit retakan. Lalu di keadaan itulah Kelam menculiknya dan juga kecelakaan itu adakah ulah Kelam. Entah bagaimana dia bisa menemukan pintu ke duniamu. Sudah hampir satu bulan kamu koma, mamamu sudah seperti mayat hidup. Dia tidak pernah pulang, dia selalu menunggumu di rumah sakit. Dan aku mendapatkan perintah dari pemimpin negeri yang kau anggap aneh ini jika kau akan di korbankan, dan bila itu terjadi tapa menunggu besokpun kau akan mati. Jadi, sekarang kita harus kembali Kifa. Pemimpinku mengatakqn bahwa kau bisa mati di duniamu bila tidak segera kembali."
Kifa terdiam mendengar penjelasan Safir. Samar dia bisa mengingat kecelakaan itu. Memang benar dia dan Lika kecelakaan karena di tabrak truk dari belakang. Dan dia terpental. Astaga. Kifa bergidik ngeri ketika ingatan tentang bagaimana nyeri yang dia rasakan setelah terpental. Astaga.
Safir mengusap lembut rambut Kifa. "Jadi Kifa, kamu harus kembali sekarang. Ini sudah tengah malam, dan sebentar lagi akan masuk dini hari. Bila itu terjadi kamu kan mati. Kamu hanya perlu menguatkan tejat dan buka pintu itu lalu melewatinya.
"Benarkah? Kau tidak sedang berbiat jahat sepertu Si Laki-laki gila tadi?"
"Tentu. Aku adalah oemiik kekuatan pelindung Kifa. Aku mengemban tugas melindungi dan menjaga keamanan dan keseinambungan. Aku akan di hukum kekuatanku bila aku menyalahgunakannya. Kita harus bersigera." Seru Safir.
Kifa ragu. Astaga. Dia di fekap oleh kebibgungan dengan begitu erat.
Keraguan adalah batu keci yang bisa menjatuhkan karena kta menganggapnya remeh. Safir sadar bahwa Kifa ragu untuk percaya akan semua yang telah terjadi. Tidak ada pilihan lain.
Safir menagkup kedua pipi Kifa, mengarahkan gadis itu menatap matanya. Mata Safir sudah seperti bioskop 4D bagi Kifa. Dia melihat bagaimana dia kecelakaan. Dan...
Mama.
Mama Kifa sedang duduk di samping brangkar yang menyanggah tubuh Kifa dengan mata yang sembab. Wanita yang baru saja berumur 43 tahun itu terlampau sering mengeluarkan air mata sejak putrinya di nyatalan mengalami koma. Hati Kifa berdenyut sakit melihat putrinya koma. Mamanya yang kadang memasak nasi saja kadang seperti bubur, atau menggoreng ayam sampai gosong atau paling mending hampir gosong. Tapi meski begitu Kifa tetap nenyayangi mamanya itu. Ibu Julianti Sari. Satu-satu yang dia miliki di atas dunia.
Setets air mata jatuh dari pelupuk mata Kifa. "Mama..." lirihnya.
Safir mengusap air mata Kifa. "Jadi adik kecil. Kamu harus kembali. Waktu yang kita miliki semakin menipis. Yakinkan hatimu, mantapka lalu buka puntu itu dan peluk mamamu."
Kifa mengangguk. Dia mencoba meyainkan hatinya. Dia ingin kembali pada mamanya. Apapun dunia ini, entah itu mimpi atau nyata dia tudak perduli. Karena mamanya adalah yang utama.
Pintu itu tidak memiliki handle. Kifa mencoba untuk mendorongnya tapi belum juga terbuka.
Safir memberi instruksi dari tempatnya berdiri. "Tekatkan niatmu kifamu."
Kifa menghitung dalam hati.
Satu
Dua
Tiga
Pintu itu terbuka. Cahaya yang sangat terang nampak di balik pintu itu. Kifa merasa seperti tertarik oleh cahaya itu. Kifa berbalik menatap Safir yang melambai padanya. Kifa balas melambai, dia melihat Safir tengah tersenyum tampan. Kifa tidak sempat terpesona, karena cahaya itu menyeretnya entah ke mana. Cahaya putih itu semakin terang membuat kifa kesulitan membuka mata. Mata Kifa terpejam erat.
Beberapa saat berlalu, Kifa tidak merasakan apa-apa. Tapi beberapa detik setekahnya, terdengar suara monitor. Dan suara.... Ibu Juliana sari. Kifa mencoba membuka matanya yang entah kenapa sekarang terasa begitu berat.
Juliana, yang selalu mengajak Kifa berbicara selama koma tertegun ketika melihat kelopak mata Kifa yang berkedut dan juga jemari putrinya yang bergerak. Dengan panik Juliana menekan tombol yang berada di bagian atas tempat tidur Kifa. Tak lama setelahnya beberapa dokter dan perawat datang memeriksa Kifa.
Silau. Kifa kesulitan menyesuaikan cahaya yang masuk. Di pejamkan kembali matanya. Setelah beberapa saat, dia kembali membuka mata. Beberapa orang asing nampak di penglihatannya. Apa mereka dokter? Fikir Kifa. Apa dia benar-benar sudah kembali.
"Syukurlah anda sudah sadar nona."
Kifa hanya menatap salah satu dokter itu tanpa ekspresi. Ketika dia melihat dokter yang berada di sebelah dokterbyang berbicara tadi. Dia di buat terbelalak.
Dia Safir!
-The End-
CEK 1 2 3,
Bismillahirrohmanurrohim
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Akhirnya setelah di buat pusing sama bagaimana cara buat cerita fantasy, dan pada akhirnya kelar jugaaaaa. Aduh, semoha enggak mengecewakan sih ini, aku pusing berminggu-minggu gara gara tugas ini. Aku juga enggak jago tuh buat nama buat cerita aku. Jadi, nama di crita ini aku pake nama di tugas buat anekdot
Riri
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro