Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

❬ 12 ❭ @XhneyNimra - Ardes


AKU menatap ke sekeliling dengan bingung. Tempat apa ini? Kenapa aku bisa berada di sini? Namun, aku tidak bisa melihat apa-apa sebab tempat ini sangatlah gelap.

REB!

Tiba-tiba saja ruangan yang tadinya sangat gelap tanpa penerangan apapun, semakin lama semakin terang. Aku dapat melihat banyak pintu di sebelah kanan dan kiriku. Sekitar ada puluhan pintu yang tertutup maupun pintu yang terbuka. Apa aku berada di mimpiku?

Merasa penasaran, aku melangkahkan kakiku menatap setiap pintu yang terbuka. Ini mengerikan! Setiap pintu ada banyak makhluk yang berbeda di dalamnya. Aku bisa melihat kumpulan Mermaid, Peri, hingga Gnome. Bahkan, makhluk bertanduk pun ada di balik salah satu pintu tersebut. Ternyata aku salah, semakin aku berjalan semakin banyak pula pintu-pintu yang ada. Bukan lagi puluhan pintu, kurasa ada ratusan hingga ribuan pintu yang ada di sini.

Berjalan cukup jauh, aku berhenti di depan salah satu pintu. Pintu itu menarik perhatianku karena seekor kupu-kupu cantik terbang keluar dari pintu tersebut, seperti Eden. Semakin penasaran, aku melangkahkan kakiku hingga melewati perbatasan dari pintu itu.

SEG!

Karena sudah melewati garis perbatasan, tubuhku merasa ditarik sedemikian rupa hingga masuk ke dalam pintu yang tadinya menarik perhatianku.

BOP!

Aku terjatuh pada rerumputan. Aku mengalihkan pandanganku ke sekeliling. Kurasa aku terjatuh di sebuah hutan. Bau pohon dan tanah yang basah tercium pekat. Udaranya juga sangat segar. Entah di mana aku ini. Semua ini sangatlah nyata untuk ukuran mimpi. Kupandang pakaian yang kupakai. Sedikit aneh, sebab aku memakai piama. Apa benar ini hanya mimpi? Mendengar langkah kaki mendekat, aku segera bangkit. Sial, bokongku menjadi sakit akibat terjatuh tadi.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya seseorang pria padaku dari kejauhan. Ternyata langkah kaki dirinyalah yang aku dengar tadi.

"Aku tersesat," jawabku. Pria itu berjalan mendekat, kini aku dapat melihat wajahnya. Wajah pria itu pucat dan tampaknya ia sebaya denganku. Tinggiku hanya mencapai bahunya mungkin.

"Ini sudah menjadi area kerajaan. Kau tidak diperkenankan masuk," ucapnya. Aku mengernyit. Apa aku melakukan kesalahan besar? Dan, apa tadi? Kerajaan? Negara apa ini? Tidak, tidak! Bahasa pria ini jelas adalah Bahasa Indonesia. Tapi, bukankah Indonesia sudah Republik?

"Apa yang kau pikirkan, nona?" tanya pria itu.

"A-aku memasuki sebuah pintu dan akhirnya aku terjatuh di sini," jujurku. Pria itu pun tampak terkejut.

"Kau ... manusia?" tanyanya. Aku hanya mengangguk bingung. Untuk apa pria itu menanyai hal yang tidak perlu dijawab. Tentu saja aku manusia!

"Dengar! Kau adalah manusia pertama yang masuk dunia dimensi. Kau pasti melalui sebuah ruangan dengan ribuan pintu di dalamnya 'kan?" Aku mengangguk. Dia pun melanjutkan ucapannya, "Itu adalah ruangan dimensi. Semua makhluk yang ada di balik pintu merupakan makhluk yang tak diketahui manusia. Dan kau, memasuki Dunia Ardes. Aku adalah Ardes, nona. Panggil aku dengan Arlendra. Itu namaku." Aku memijit pelipisku dengan bingung.

"Ardes?" beoku. Arlendra mengangguk.

"Ardes secara fisik mirip manusia. Hanya saja kami memiliki Arja masing-masing. Arja adalah sebuah kekuatan yang tumbuh secara alami sejak kami lahir. Ah, aku harap kau berjanji untuk tak memberitahu siapapun mengenai dunia dimensi atau Ardes," ucapnya.

"Baiklah, aku berjanji. Jadi, bagaimana bisa aku berada di dunia dimensi?" tanyaku.

Arlendra tampak berpikir, kemudian ia membuka mulutnya, "Kau bermimpi," ucapnya.

Aku mengernyit, "Bermimpi? Tapi, ini sangat nyata," kataku. Arlendra mengangguk.

"Ketika kau bermimpi, tubuhmu ditarik ke dunia dimensi. Aku tidak tahu pasti karena kau manusia pertama yang bisa memasuki dunia dimensi. Ah, kurasa sebentar lagi kau akan kembali terbangun. Ingatlah pada Dunia Ardes dan aku, Arlendra Artleto. Aku yakin kau pasti akan kembali lagi," ucapnya. Aku mengangguk.

"Aku, Liona. Tujuh belas tahun," kataku memperkenalkan diri. Arlendra mengangguk sembari melambaikan tangannya. Aku pun melambaikan tanganku ketika aku menyadari tubuhku melayang keluar dari pintu Dunia Ardes.

Cahaya silau mengenai mataku membuatku menggeliat pelan di tempat tidur. Kubuka pelan mataku. Ternyata aku hanya mimpi. Atau, apakah aku memang kesana dan akan kembali ke Bumi kalau aku terbangun? Tak ambil pusing, aku segera bersiap-siap ke sekolah.

****

Sudah seminggu sejak aku bermimpi memasuki Dunia Ardes. Selama itu pula, aku belum bisa memastikan diriku benar-benar mimpi atau tidak. Aku sudah mencoba berbagai cara untuk memasuki dunia dimensi, namun aku tetap tidak bisa pergi kesana.

Pikiranku kembali melayang ke pertemuanku dengan pria itu. Dia bilang, dia adalah Ardes. Aku adalah manusia pertama yang memasuki dunia dimensi. Apa lagi? Aku tidak ingat apa yang dia katakan. Apa dia mengatakan cara memasuki Dunia Ardes? Kurasa ada.

Lama ku berpikir hingga aku menjentikkan jariku. Benar! Aku perlu mengingat namanya untuk kembali ke Dunia Ardes. Siapa namanya? Arlendra apa? Ah, tidak! Aku benci dengan penyakit pelupaku. Arlendra Artio? Bukan-bukan! Arlendra Arteto? Arlendra Arseto? Arlendra Lateto? Arlendra Arleto? Benar! Arlendra Artleto. Aku berhasil mengingat namanya. Lalu, apa yang terjadi saat aku telah mengingat namanya? Kenapa tidak terjadi apa-apa?

Menghela nafas adalah hal yang kulakukan setelahnya. Tidak ada yang terjadi bahkan setelah aku mengingat nama pria itu. Apa benar hanya mimpi? Seharusnya aku tidak perlu terlalu memikirkan itu. Hanya membuang waktuku saja. Aku pun memutuskan untuk tertidur sebentar. Badan dan pikiranku sangatlah lelah.

Aku terbangun karena merasakan diriku ditarik paksa oleh angin ribut.

BOP!

Aku terjatuh. Berhasil! Aku berhasil memasuki Dunia Ardes. Kutatap intens pemandangan hutan di depanku. Sungguh aku merindukan tempat indah ini. Dan, kemana perginya Arlendra? Apa dia tidak berada di sini untuk menunggu kedatanganku? Haa! Seharusnya aku meletakkan sebuah kasur empuk di sini agar ketika aku terjatuh, aku tidak akan merasa kesakitan seperti ini.

"Kau datang?" Aku menoleh dengan cepat ketika menyadari sebuah suara yang aku yakini milik Arlendra.

"Arlendra!" panggilku riang. Dia tersenyum membalasku. 'Tampan', batinku berteriak.

"Selama apakah kau mengingat namaku hingga kau baru datang di tahun ketujuh?" Aku mengernyit kening. Apa?

"Tahun ketujuh? Ini baru seminggu, Arlendra. Tunggu-tunggu! Apakah waktu di Ardes lebih cepat dari di Bumi?"

Arlendra menaikkan bahunya, "Kurasa iya," jawabnya.

Aku menggelengkan kepalaku. "Kau pasti sudah berumur ribuan tahun," kataku.

"Kau benar, Liona. Aku berumur enam ribu seratus delapan puluh delapan. Itu berarti jika aku hidup di bumi, aku baru berumur tujuh belas tahun," kata Arlendra.

Aku menggelengkan kepalaku dengan tak percaya. Dia sangat pandai menghitung. "Hey! Kau memang sebaya denganku." Arlendra tersenyum dan mengangguk.

"Ehm, Liona. Aku akan membawamu ke kotaku." Aku mengangguk mengiyakan.

Kami pun berjalan cukup jauh untuk sampai ke kota. Di kota, aku dapat melihat dengan jelas bagaimana Ardes berkomunikasi dan menggunakan Arja mereka.

"Arlendra," panggilku. Arlendra menoleh. "Mengapa bahasa Ardes seperti bahasaku di Bumi?" tanyaku.

"Dengar, Liona. Sesungguhnya Ardes memiliki bahasanya sendiri. Bahasa Ardes dapat dipahami makhluk manapun termasuk di Bumi. Kau mengira kami memakai bahasa yang kau pakai sehari-hari, itu karena kau secara alami bisa langsung berbicara dalam Bahasa Ardes," jelasnya. Aku menggangguk walau tidak sepenuhnya mengerti.

Aku kembali menatap ke sekeliling lagi. Astaga! Ternyata makhluk bernama Ardes adalah kumpulan makhluk menyerupai manusia yang tampan dan cantik. Apa Ardes merupakan bentuk sempurna dari manusia? Apa Ardes diciptakan?

"Hey, dia siapa?" tanya seseorang gadis yang mungkin sebaya juga denganku. Arlendra tersenyum kecil kemudian berbisik padanya. Aku hanya menaikkan bahuku.

"Apa? Bagaimana bisa?" tanya gadis itu. Wajahnya menyiratkan keterkejutan. Gadis itu kemudian menatapku. "Apa kau keturunan Ardes?" tanyanya. Aku menggelengkan kepala. Papa dan mama tidak pernah bercerita mengenai Ardes atau makhluk dimensi. Aku ragu mereka tahu mengenai ini.

"Eh, sepertinya kau akan terbangun. Ayo, bawa dia ke tempat sepi. Jangan sampai ada yang tahu dia bukan makhluk Ardes," ucap gadis itu lagi. Kami pun berjalan ke sebuah gedung tua yang gelap.

"Aku Jessie Almera. Berjanjilah kau akan datang ke dunia Ardes lagi di sini. Kami akan selalu menunggumu di sini. Pertemuan kita selanjutkan akan kutunjukkan keindahan Dunia Ardes." Aku mengangguk mantap. Tentu saja aku harus berkunjung lagi. Aku harus tahu lebih banyak mengenai dunia Ardes.

Sekali lagi, tubuhku melayang dan kemudian menghilang. Aku membuka mataku. Benar saja, aku terbangun dari tidurku. Namun, untuk kali ini aku percaya ini bukanlah mimpi. Aku pun segera bersiap-siap untuk ke sekolah.

***

Aku kembali ke Dunia Ardes. Di tempat janjian, aku mencari mereka. Namun, aku sama sekali tidak menemukan mereka di bangunan gedung tua ini.

BRAK!

Tanpa sadar, aku menabrak makhluk Ardes lain yang tak kukenali. Dia tersenyum senang melihatku. Dia merupakan pria paruh baya versi makhluk Ardes.

"Akhirnya aku menemukanmu, manusia." Aku menjelarkan mataku. Tangan pria paruh baya itu mencengkram pergelangan tangaku dengan keras. Aku meronta kesakitan sembari berharap Arlendra dan Jessie datang menemuiku.

"Tidak ada makhluk lain yang bisa masuk ke Dunia Ardes, terutama manusia. Manusia sangatlah tamak. Kau pasti telah menceritakan semua yang kau temui pada orang lain," ucap pria itu. Aku menggeleng.

"Aku tidak menceritakan apapun mengenai Ardes. Aku tahu kalian sangat membencinya. Aku berusaha untuk mematuhi aturan ini agar aku bisa kembali lagi ke Dunia Ardes. Ini dunia yang indah. Aku menyukainya," kataku sembari terisak.

Entah mengapa tiba-tiba kami sudah berada di sebuah ruangan besar. Apa Arja dari Ardes paruh baya ini bisa berteleportasi?

"Ini Yang Mulia," kata pria paruh baya tersebut.

Aku pun menatap seseorang di hadapanku yang sedang duduk di sebuah singgasana. Apa mungkin pria paruh baya ini adalah seorang penguasa atas Dunia Ardes?

"Wahai manusia, maafkan aku. Aku terpaksa menyuruh orang untuk membawamu kemari. Itu karena aku ingin memberitahukanmu sesuatu yang sangat mengejutkan." Pria itu berdiri dari singgasananya. Berjalan perlahan menuju ke arahku. "Sejak lama aku memerintah, aku baru bertemu manusia yang bisa memasuki dunia dimensi dengan bebasnya. Aku puji kau adalah manusia yang memiliki nyali besar. Itu sangat bagus! Namun, karena keberadaanmu keseimbangan dimensi akan rusak. Aku sudah diperingatkan para penghuni dimensi lain untuk menutup aksesmu datang ke Dunia Ardes ini. Aku harap setelah ini kau tidak mencoba untuk datang ke Dunia Ardes lagi. Aku tidak ingin hal buruk terjadi di sini hanya karena keberadaan satu orang manusia. Tolong mengertilah!" ucapnya panjang lebar.

Aku menghela nafas. Aku pikir Dunia Ardes ini sangatlah sempurna. Kesempurnaan tidaklah cukup sekarang karena aku tidak akan menikmatinya lagi. Aku bahkan belum mengucapkan perpisahanku pada Arlendra dan Jessie.

"Ayah, jangan melarangnya untuk kesini. Dia temanku!" ucap seseorang yang baru datang. Ia baru membuka pintu ruangan ini. Aku menoleh ke sumber suara dan mendapati Jessie sedang berdiri di ambang pintu.

"Jessie, Dunia Ardes bisa lenyap karenanya. Makhluk penghuni dimensi lain tidak menyukai ini," ucap pria paruh baya tersebut.

Jessie berjalan menatapku. "Benarkah?" tanya Jessie pada ayahnya sementara ia tidak mengalihkan matanya dariku.

"Benar," jawab ayahnya. Jessie tersenyum. Kemudian merogoh saku celananya. "Pantas saja Arlendra menitipkanku gelang ini," katanya. Jessie berdiri di hadapanku. Setetes air mata jatuh dari matanya. "Ini dari Arlendra," ucapnya. Aku mengambil sebuah gelang dari tangannya dan segera memeluknya.

"Maafkan aku! Aku tidak bisa menemuimu lagi," kataku. Jessie menggeleng dengan cepat. "Tidak, akulah yang minta maaf. Aku berjanji akan menunjukkan keindahan Dunia Ardes," ucapnya.

Aku tersenyum menenangkannya. Kuraba rambutku hingga tanganku menemukan sebuah jepitan rambut. "Jessie, ini untukmu. Ingatlah aku selalu." Jessie mengangguk. Kemudian, dia mulai mengikutiku. Dia meraba rambutnya dan menemukan sebuah sangul. Ia pun menarik sanggul itu dari rambutnya.

"Ini untukmu, sanggul khas putri kerajaan Ardes. Aku menyukainya, aku yakin kau juga akan menyukainya." Aku mengangguk mendengarnya. Kemudian memegang sanggul Jessie dengan erat.

"Pintu dimensi akan ditutup!" ucap seorang pengawal yang berada di samping Raja Ardes. Aku pun menghela nafas panjang kemudian bersiap untuk segala kemungkinan kalau aku tiba-tiba terbangun di Bumi.

BRAK

Aku mendengar pintu dibuka paksa, menampakkan wajah Arlendra yang basah karena keringat. "Aku akan merindukanmu, Liona!" ucapnya sedikit teriak karena tubuhku mulai melayang. Terakhir, aku melambaikan tanganku pada Arlendra dan Jessie.

"KAK!" Aku terkejut saat mendengar sebuah teriakan berasal dari telinga kananku. Aku membuka mataku, kemudian melihat siapa yang membangunkanku.

Berdesis adalah hal yang pertama ku lakukan ketika melihat Diana, adikku 'lah yang melakukan itu.

"Se-ko-lah!" ucapnya tanpa merasa bersalah. Sembari menahan kesal, aku segera memasuki kamar mandi.

"AKH!" teriakku seketika saat melihat apa yang ada di saku baju piyamaku, sebuah gelang dan sanggul.

Arlendra, Jessie! Aku akan selalu mengingat kalian.

***

Aku menatap sanggul Jessie dan gelang dari Arlendra dengan intens. Ini aneh! Kenapa aku bermimpi bahwa Jessie mengajakku datang ke Dunia Ardes tadi malam?

Apa benar aku bisa pergi kesana tanpa harus dunia Ardes tersebut lenyap? Kugenggam lagi sanggul khas putri yang diberikan Jessie kepadaku. Benar sekali! Setiap aku memegang sanggul ini aku merasa sengatan luar biasa yang membuatku semakin ingin kembali ke Dunia Ardes.

Baiklah! Aku akan mengikuti kata hatiku kali ini. Aku pun segera memikirkan Arlendra, Jessie, dan Dunia Ardes. Dalam beberapa menit, aku pun jatuh ke tanah Dunia Ardes melalui mimpiku lagi.

Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Namun, baik Jessie atau Arlendra tidak ada yang menyambutku. Berjalan ke luar gedung tua, aku pun terkejut melihat ke sekelilingku.

Wajar jika Raja Ardes menyuruhku untuk tidak kembali ke Dunia Ardes lagi. Ternyata mereka akan berperang. Ya, yang kulihat di depanku adalah sebuah peperangan. Segera, kakiku melangkah menjauh dari sana. Tetapi, sebuah tangan membekap mulutku dengan erat.

"Mereka berperang karena mereka tahu kau adalah keturunan Ardes legenda," ucap seorang pria yang membekapku. Dari suaranya, aku mengenalinya. Dia adalah Arlendra. Setelah itu, Arlendra pun melepaskan tangannya dariku.

"Bangsa Peri tidak ingin kau kembali ke bumi karena memang harusnya kau tinggal di sini. Jadi, mereka mengajukan perang karena ayah Jessie menentang keputusan Bangsa Peri. Sedangkan ayah Jessie, tidak ingin kekuasaan Ardes menjadi milikmu. Entah bagaimana, ternyata kau adalah Ardes legenda jika diteliti dari garis keturunanmu," jelas Arlendra.

Aku terkejut sembari menunjuk diri dan berkata, "Aku?" Arlendra mengangguk.

"Aku akan mendukungmu. Ayo, kita lawan orang yang ada di balik semua ini," ucapnya.

Aku tersenyum sembari mengangguk senang. Mungkin setelah peperangan ini selesai, aku akan mencari tahu semua hal mengenai silsilahku dan siapa aku sebenarnya.

"Bagaimana dengan Jessie?" tanyaku. Arlendra tersenyum lebar dan menjawabku, "Tentu saja dia mendukungmu. Ayahnya terlalu keji untuk didukung 'kan?"

Nah, inilah cerita awalnya bagaimana aku bisa tinggal di Dunia Ardes bersama kedua orang tua biologisku.

~ THE END ~


A/N

Sebenarnya genre cerita yang paling Xhney suka itu Fantasi. Tapi, gak tau kenapa cerpen ini Xhney bikinnya gak nyambung. Mungkin karena efek Xhney terlalu meremehkan genre ini. Maafkan Xhney kalau di luar ekspetasi. Xhney nyesal banget udah meremehkan sebuah cerita hanya karena genre-nya. Deadline udah beberapa jam baru Xhney bikin. Moga lain kali Xhney bisa menarik pelajaran untuk nggak meremehkan cerita lagi. 💚

Silakan cek work di akun pribadi XhneyNimra. Love you semuaaa...

Salam

Xhney Nimra

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro