Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Modus #4: Rumor dan Perjuangan Cinta

Tips #4:

Sering-seringlah minta bantuan dengan gebetan.

Dengan begitu ia merasa menjadi orang yang penting dalam hidup lo.

^-^

Pagi itu, sesampainya di dalam kelas X.3, Ghazi mendapati teman-temannya berkumpul di tengah kelas. Hari ini ada PR Matematika, ya? bisik Ghazi dalam hati. Biasanya kehebohan seperti ini hanya terjadi jika Pak Kamal, guru Matematika yang terkenal bermulut tajam, memberi tugas dan itu tidak tanggung-tanggung banyaknya.

Seketika Ghazi panik. Tidak mengerjakan tugas dari Pak Kamal berarti cari mati. Guru berusia akhir tiga puluhan—yang masih melajang—itu tidak akan segan-segan menyindir murid yang tidak mengerjakan tugas dengan kata-kata yang mampu membuat telinga panas. Ghazi pernah menjadi korban, dan ia tidak ingin mengalaminya lagi.

Tanpa membuang waktu lagi, Ghazi melangkah menuju mejanya yang berada di barisan paling sudut urutan keempat. Setelah meletakkan tasnya, Ghazi menoleh pada Dimas yang terlihat serius membolak-balik buku cetak Matematika—yang melihat sampulnya sudah membuat Ghazi pening. Matematika adalah salah satu musuh Ghazi.

"Ada PR Matematika, ya?" tanya Ghazi dengan nada cemas.

Dimas menoleh, lalu menggeleng. Membuat Ghazi menarik napas lega. Lalu Ghazi melirik kerumunan di tengah kelas. Kalau tidak ada PR, kenapa teman-temannya pada heboh?

"Mereka pada ngapain, sih?" Ghazi mengendikan dagunya ke tengah kelas, tempat teman-temannya berkerumun, seperti semut mendapatkan gula.

"Ngegosip," jawab Dimas anteng, lalu kembali membolak-balik halaman buku cetak Matematika.

"Astaga!" Ghazi mengeleng-geleng. "Pagi-pagi udah ngegosip. Mereka pikir ini lapak tukang sayur, apa?"

Dimas terkekeh pelan, lalu ditutupnya buku cetak Matematikanya. "Habis gosipnya seru!"

"Oh, ya?"

Dimas mengangguk. "Katanya, ada anak kelas sepuluh yang nggak bisa tidur tanpa boneka Teddy Bear. Parahnya murid itu cowok."

Dimas tergelak, sementara wajah Ghazi pias. Jantungnya sempat berhenti berdetak sesaat sebelum memburu cepat.

"Sayangnya nggak ada yang tau siapa cowok itu," lanjut Dimas. "Makanya teman-teman pada heboh. Menebak-nebak dan mulai berspekulasi kira-kira siapa cowok aneh tersebut."

"Oh." Hanya itu respon yang mampu Ghazi berikan. Saat ini yang ada di benaknya hanya satu, menemui Joya.

"Lo mau kemana?" tanya Dimas saat melihat Ghazi tiba-tiba berdiri dan melangkah pergi. "Bentar lagi bel. Jangan sampai lo cari masalah dengan Pak Kamal."

Ghazi tidak mendengar peringatan Dimas. Masa bodoh dengan Pak Kamal. Kata-kata tajam guru itu tidak ada apa-apa dibandingkan harga dirinya yang saat ini terancam.

***

Sudut bibir Joya terangkat saat melihat sosok Ghazi di depan kelasnya. Joya pura-pura tidak menyadarinya. Cewek itu tetap saja mengobrol dengan Retno, teman sebangkunya. Membahas tentang betapa kerennya Lee Jong-Suk, aktor Korea yang mereka idolakan. Namun, obrolan itu disela oleh Ghazi.

"Gue mau bicara!" kata Ghazi tegas. Tatapannya tajam menusuk.

"Ngomong aja di sini," jawab Joya yang sama sekali tidak takut dengan Ghazi, padahal cowok itu sudah mengeluarkan aura ingin membunuh.

Sadar saat ini Joya tidak bersikap kooperatif, Ghazi langsung meraih tangan cewek itu, lalu menyeretnya keluar kelas. Ghazi tidak peduli kalau mereka jadi tontonan. Sama tidak pedulinya jika setelah ini muncul gosip baru tentang mereka berdua. Biar saja. Mungkin ini yang terbaik untuk mengalihkan rumor tentang cowok yang tidak bisa tidur tanpa boneka Teddy Bear itu.

Ghazi langsung melepaskan tangan Joya dengan kasar ketika mereka sampai di sudut sekolah yang sepi. Sebentar lagi bel masuk berbunyi, murid-murid yang lain pasti sudah berada di dalam kelas. Joya mengusap pergelangan tangannya yang memerah karena ditarik Ghazi.

"Pasti lo pelakunya kan?!" sentak Ghazi. Rahang cowok itu mengeras, menahan amarah yang kini memenuhi dada.

"Gue sama sekali nggak ngerti apa yang lo bicarakan," sahut Joya dengan tampang polos. Namun, Ghazi tidak percaya. Kalau bukan cewek boncel rese ini, siapa lagi yang tahu rahasia memalukannya itu, coba?

"Nggak usah pura-pura. Lo tahu yang gue maksud. Mau lo apa, ha?!"

Joya tertawa. Lalu berkata, "Gue udah bilang dari dulu kemauan gue, kan? Gue mau abang lo."

"Lo sinting!"

Joya mengangguk. "Cinta memang sinting. Semua orang juga tau itu."

Ghazi menarik napas dalam-dalam, lalu mengmbuskannya dengan sekali sentakan keras. Seharusnya Ghazi tahu, berbicara dengan Joya menguras emosinya.

"Gue akan ikuti permainan lo," kata Ghazi akhirnya menyerah.

Joya tersenyum lebar, lalu disikutnya Ghazi. "Nah gitu, dong! Tapi ingat, sekali lo macam-macam seperti kemarin, lo tau kan akibatnya?"

"Kemarin gue bercanda," kilah Ghazi.

"Kalo gitu, lo bisa anggap juga gue lagi bercanda nyebarin rumor itu. Kita impas, kan?"

"Oke, kita impas."

Bel berbunyi nyaring. Ghazi berbalik dan melangkah cepat menuju kelasnya. Namun, panggilan Joya membuatnya berhenti.

"Saat ini mungkin lo nganggap gue cewek rese yang jahat. Tapi asal lo tahu, gue lakuin ini karena gue cinta sama abang lo. Gue cuma memperjuangkan cinta yang gue punya. Lo nggak akan ngerti perasaan gue karena lo nggak pernah jatuh cinta."

***

Joya salah besar tentang Ghazi yang tidak pernah jatuh cinta.

Ghazi tahu betul bagaimana rasanya jatuh cinta. Hati akan berdebar-debar senang bila berada di dekat orang yang dicintai. Sebuah senyum mampu membuat langit yang mendung terlihat cerah, dunia yang biasa-biasa saja tampak begitu indah. Salah tingkah, tersipu malu, melayang-layang, perasaan ingin jadi yang terbaik, semuanya sudah pernah Ghazi rasakan.

Ghazi juga tahu bagaimana rasanya berjuang demi cinta. Sudah banyak hal yang ia lakukan untuk merebut perhatian gadis yang dia sukai. Mulai dari mengikuti segala kegiatan yang gadis itu ikuti, menyukai hal-hal yang gadis itu suka. Banyak hal yang Ghazi korbankan demi cinta, termasuk jati dirinya sendiri. Cinta membuat Ghazi berubah jadi orang lain.

Sayangnya, tidak semua perjuangan mendapatkan hasil yang diinginkan. Tidak semua hati bisa dimenangkan. Perjuangan yang Ghazi lakukan hampir setahun itu hanya seperti mengenggam angin, berakhir sia-sia.

Gadis yang Ghazi perjuangkan ternyata menaruh hati pada orang lain, yaitu Gailan Airlangga, abangnya sendiri.

Sejak itulah Ghazi tidak mempercayai takdir. Sebab, takdirlah yang membuatnya terlahir sebagai adik Gailan Airlangga, orang yang selalu mendapatkan apa yang Ghazi inginkan.

***

"Kak bisa bantuin aku?"

Saat itu sedang latihan Taekwondo di aula sekolah. Joya menghampiri Gailan yang sedang duduk beristirahat setelah melakukan pertandingan ringan dengan salah satu anggota klub. Memang klub Taekwondo sering melakukan pertandingan ringan antar sesama anggota. Tujuannya tentu untuk melatih mental jika menghadapi pertadingan yang sesungguhnya.

"Aku masih belum bisa batangson momtong makki. Aku mau minta bantuan Kakak untuk berlatih."

"Oke," jawab Gailan dengan senang hati membuat Joya tidak bisa menyembunyikan senyum lebarnya.

Gailan berdiri, lalu melakukan beberapa lompatan-lompatan kecil. Kemudian ia mengajak Joya untuk berlatih.

"Gue kasih contohnya dulu. Lo perhatiin baik-baik."

Gailan memasang kuda-kuda. Lalu mengangkat tangan kanan. Telapaknya dibiarkan terbuka dan posisi pergelangan sejajar dengan bahu. Sementara itu tangan kirinya diluruskan ke depan seperti akan memukul.

"Sekarang lo coba pukul gue," pinta Gailan.

Joya mengangguk. Lalu mulai melakukan serangan pada Gailan. Gailan menggerakan tangan kanannya ke arah depan, tepat di tengah badan, menangkis pukulan Joya. Lalu tangan kiri Gailan melakukan gerakan menyikut ke belakang, berbarengan dengan tangan kanan yang dibuang ke depan. Gerakan itu berhenti dengan telapak tangan tepat berada di tengah badan.

"Lo udah ngerti dasarnya?" tanya Gailan setelah memberikan contoh.

Joya mengangguk.

"Sekarang lo coba, biar gue liat," pinta Gailan.

Joya pun melakukan hal yang sama dilakukan Gailan tadi. Memasang kuda-kuda, lalu melakukan batangson momtong makki dengan baik. Gailan bertepuk tangan dengan bangga.

"Ternyata lo hebat juga. Bisa cepat belajarnya."

Joya tersipu malu sambil memainkan rambutnya. Bersikap seimut mungkin. Gailan tidak pernah tahu bahwa ia baru saja ditipu cewek tersebut.

***

Halo, semuanya. Gue kembali lagi. Nah, ada yang kangen Ghazi, Joya dan Gailan, nggak? Pastinya ada doooong! Hihihi (Authornya kepedean).

Kalo lo mempunyai saudara sesempurna Gailan, gimana perasaan lo?

a. Senang

b. Bangga

c. Tertekan

d. Sebal

e. Benci

f. Biasa aja

Yuk divoting. Jangan lupa alasannya ya. Juga krisan (kritik dan saran) untuk cerita ini. Ingat, masih ada hadiah PAKET BUKU SELAMA SETAHUN dari BENTANG yang menanti lo.

Oke, sampai jumpa hari Kamis.

Bubay!

K. Agusta

Batangson momtong makki: gerakan menangkis sambil menekan ke bawah

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro