Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Modus #34 : Pilihan Hati (Ending)


Sekali lagi, Ghazi balik kiri, mengubah posisi tidurnya. Sejak tadi hanya itu yang dilakukannya. Balik kiri, balik kanan. Tengkurap, lalu telentang. Tapi, tetap saja matanya tidak mau terpejam. Rasanya ada yang kurang dan hilang.

Lelah berganti-ganti posisi, akhirnya Ghazi bangun dari ranjangnya, lalu keluar kamar. Ia mengetuk pintu kamar Gailan, dan berkata, "Lan, belum tidur, kan?"

"Belum. Masuk aja!" teriak Gailan dari dalam.

Ghazi membuka pintu kamar Gailan. Ia menjulurkan kepala di celah pintu yang terbuka dan melihat Gailan sedang duduk di meja belajar.

"Lo lagi ngerjain tugas?"

"Besok ulangan Fisika. Gue lagi bahas-bahas soal," jawab Gailan tanpa menoleh.

"Kayaknya gue ganggu, nih."

Gailan terkekeh. Cowok itu meletakkan pensil, lalu menoleh kepada Ghazi. "Ganggu emang, tapi karena lo udah ke sini, gue jadi punya alasan buat berhenti. Masuk cepat."

Ghazi nyengir sambil garuk-garuk kepalanya, lalu melebarkan bukaan pintu dan masuk ke kamar Gailan. Ia langsung menjatuhkan diri di atas ranjang Gailan dan duduk bersila.

"Nggak bisa tidur?" tanya Gailan sambil memutar kursinya hingga berhadapan dengan Ghazi.

Mereka sudah tahu kebiasaan masing-masing. Kalau salah satu dari mereka tidak bisa tidur, pasti saling mampir.

"Begitulah," kata Ghazi sambil mengedikkan bahu.

"Karena nggak ada Didi?"

Ghazi menghela napas. Ternyata keberadaan Didi sangat begitu berarti baginya. Biasanya Ghazi tidur sambil meluk Didi. Tapi, malam ini Didi sudah tidak bersamanya lagi. Makanya, Ghazi tidak bisa tidur sejak tadi.

"Nggak bisa diganti dengan guling?" tanya Gailan lagi.

Ghazi menggeleng. "Gue udah terbiasa meluk Didi. Jadi kalo meluk guling beda rasanya," aku Ghazi nelangsa.

"Terus kenapa lo balikin Didi ke Joya?"

Ghazi kaget saat mendengar Gailan menyebut nama Joya. Cowok itu melihat abangnya dengan mata menyipit. "Lo udah tau?"

Gailan tersenyum lebar dan mengangguk. "Joya udah cerita semuanya sama gue."

Ya, Joya memang sudah menceritakan semuanya kepada Gailan bahwa ia pemilik Didi saat mereka berada di IScream. Sama seperti Ghazi, Gailan juga tidak menyangka awalnya. Tapi, setelah mencocokkan cerita Joya dengan peristiwa sembilan tahun lalu, mau tidak mau Gailan pun percaya. Takdir itu benar-benar penuh kejutan, begitu komentar Gailan setelah Joya bercerita.

"Apa gue minta Joya buat ngasih Didi ke lo lagi aja?" tawar Gailan.

Ghazi menggeleng cepat. "Gue kan udah janji bakal balikin Didi ke pemilik aslinya. Masa mau lo minta lagi."

"Trus lo gimana? Kan lo nggak susah tidur gini kalo nggak ada Didi."

"Mungkin gue hanya belum terbiasa. Nanti-nanti gue pasti bisa tidur tanpa Didi," kata Ghazi, tapi terlihat tidak begitu yakin.

"Yaudah, terserah lo aja. Omong-omong, tadi sore gue ngajak Joya pacaran."

Perubahan topik pembicaraan ini membuat suasana hati Ghazi menjadi buruk. Tapi, ia mati-matian menyembunyikannya dari Gailan. "Kalian kan emang udah jadian," respons Ghazi seadanya.

"Ya lo tau sendirilah. Kemarin itu kan gue ngajaknya spontan aja. Tapi, kali ini gue benar-benar serius."

Tak ingin mendengar lebih jauh, dan membuat perasaannya makin tak menentu, Ghazi pura-pura menguap. "Lan, gue tidur di sini aja, ya. Kayaknya gue emang butuh teman buat tidur. Buktinya gue udah mulai ngantuk."

"Lo nggak mau tau jawaban Joya?" ternyata Gailan tahu Ghazi hanya ingin menghindar. Semuanya terlihat jelas.

Ghazi mengibaskan tangannya. "Hubungan kalian bukan urusan gue. Lo lanjut aja lagi belajarnya. Gue numpang tidur di sini, ya?"

"Yaudah, terserah lo aja. Asal ntar jangan meluk-meluk gue kalo lagi tidur," kata Gailan.

Ghazi mendengkus lalu menjawab, "Najis!"

***

Pada akhirnya, Joya harus menentukan pilihan. Ia tidak boleh terlalu lama larut dalam kebingungan di sebuah persimpangan. Pembicaraan dengan Gailan kemarin sore semakin memperjelas arah hatinya saat ini.

Cinta harus diperjuangkan, prinsip hidupnya itu kembali bergema di kepala Joya. Sekali lagi, ia akan berjuang demi cintanya.

Joya menatap lembaran-lembaran foto di tangannya. Foto Didi. Di sana juga ada tulisan yang Joya alamatkan untuk seseorang. Joya berharap foto-foto ini dapat membawa orang yang ia sukai datang dan menerima cintanya.

Cinta butuh perjuangan, dan kali ini ia akan memperjuangkannya sepenuh hati.

Dari lantai atas Joya melihat ke lapangan sekolah. Ia masih menunggu seseorang yang ingin ia pastikan melihat foto di tangannya ini.

Lima belas menit menunggu, akhirnya seseorang itu datang juga. Tanpa membuang waktu, Joya melempar seratus foto di tangannya itu ke udara. Lalu ia tersenyum melihat foto-foto itu melayang-layang.

Tolong sampaikan perasaanku, bisik Joya.

***

Langkah Ghazi dan Gailan terhenti saat beberapa lembar foto melayang jatuh di hadapan mereka. Ghazi mendongak, lalu menangkap satu lembar foto yang melayang di dekatnya. Matanya membesar ketika menyadari itu foto Didi. Jantungnya pun ikut berdetak semakin kencang saat membaca sebuah tulisan di sana.

Didi membutuhkan kamu. Aku juga. Kita pacaran aja, yuk!

"Itu Didi?" tanya Gailan, tapi pikiran Ghazi terlalu penuh untuk menjawabnya.

Ghazi mendongak ke arah foto ini berasal. Matanya membesar saat menemukan sosok itu di lantai tiga. Sosok itu berdiri dengan senyum lebar, sambil melambaikan tangan dengan heboh.

"Joya," bisik Ghazi.

Tepukan Gailan membuat Ghazi tersadar.

"Temui sana!" seru Gailan. "Joya pasti udah nungguin lo dari tadi."

"Tapi lo?"

Gailan tersenyum dan menggeleng. "Joya nolak gue. Sebenarnya semalam gue mau ngasih tau lo ini. Tapi lo bilang udah ngantuk."

Ghazi menatap Gailan dengan alis kening mengerut dan wajah tidak percaya. Tapi, Gailan menepuk bahunya sekali lagi. "Joya udah nentuin pilihannya. Gue harus terima. Buruan temui Joya sana!" Gailan memutar tubuh Ghazi lalu mendorongnya Ghazi agar pergi menemui Joya.

"Lan, makasih, ya," kali ini Ghazi tersenyum lebar.

Gailan mengancungkan jempol. "Ntar gue tagih pajaknya." Gailan tertawa.

Tanpa membuang waktu lagi, Ghazi berlari ke gedung sekolah. Ia ingin segera menemui Joya dan menjawab permintaan cewek tersebut dengan kalimat "Ya, aku mau jadi pacar kamu."

Gailan menatap punggung Ghazi yang menjauh. Lalu ia menghela napas. Sejujurnya Gailan merasakan sakit di dadanya. Tapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Cinta memang tidak bisa dipaksakan. Lagi pula Gailan ingat pada janji itu, janji yang pernah ia ucapkan pada Ghazi.

"Kalo kita menyukai orang yang sama, gue akan serahkan semua keputusan pada cewek tersebut. Kalo dia milih lo, gue akan mundur secara jantan."

Kali ini, Gailan harus menepati janjinya itu.

Gailan mendongak, menatap langit yang hari itu berwarna biru. Awan-awan putih bergantungan seperti permen kapas. Gailan menarik sudut-sudut bibirnya, berusaha mengikhlaskan rasa cintanya yang bertepuk sebelah tangan.

***

Joya tersenyum saat melihat Ghazi berdiri di hadapannya dengan napas tersengal-sengal. Wajah Ghazi merah dan dibasahi peluh. Tapi, Joya bisa melihat binar bahagia di mata cowok tersebut. Binar yang membuat jantung Joya berdegup sepuluh kali lebih cepat dari biasanya.

"Aku ... mau ... jadi ... pacar kamu!" kata Ghazi terputus-putus.

"Apa?" Sebanarnya Joya bisa mendengar ucapan Ghazi, tapi entah kenapa ia ingin Ghazi mengucapkannya sekali lagi.

Ghazi menatap Joya. Lalu cowok itu berjalan ke depan, ke arah Joya, memangkas jarak di antara mereka. Saat mereka sudah berdiri berhadapan, Ghazi tersenyum dan berkata, "Aku mau jadi pacar kamu. Aku nggak bisa jauh dari Didi. Juga kamu."

Joya membalas tatapan Ghazi dan tersenyum. Lalu, senyum Joya berubah jadi seringai licik. Joya mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya.

"Kalo gitu, sebagai perayaan, aku siapin sesuatu buat kamu."

Joya membuka kotak bekal yang ia pegang. Ghazi menelan ludah seketika.

"Nasi goreng petai?"

Joya tersenyum lebar dan mengangguk. "Habisin, ya."

Ghazi menatap nasi goreng petai itu, lalu beralih ke wajah Joya yang tersenyum lebar. Ghazi menarik napas panjang, lalu berkata, "Baiklah, akan aku habiskan."

Cinta memang butuh perjuangan. Kali ini, demi cinta Ghazi harus berjuang menghabiskan nasi goreng petai buatan Joya.

***

Satu hari sebelumnya ....

"Maaf, Kak, aku nggak bisa," kata Joya setelah diam cukup lama. Ia menunduk, sama sekali tidak berani menatap wajah Gailan.

"Karena Ghazi?"

Mendengar nama Ghazi disebut membuat dada Joya berdebar dan jantungnya berdetak lebih cepat.

"Ternyata aku terlambat, ya." Gailan terkekeh pelan. Suara tawa Gailan itu membuat Joya berani mengangkat wajahnya.

"Aku minta maaf," kata Joya sekali lagi.

Gailan menggeleng. "Nggak perlu minta maaf. Aku nggak berhak nyalahin kamu hanya karena kamu menyukai orang lain."

"Tapi kita masih bisa berteman kan, Kak?"

Gailan mengangguk. "Tentu saja. Oh iya ada satu hal lagi," Gailan memajukan tubuhnya, menumpukan tangannya pada permukaan meja. Lalu cowok itu berbisik, "Kamu beruntung, Ghazi juga jatuh cinta sama kamu."

***

TAMAT

PEKANBARU, 22 JANUARI 2018

***

Halo semua. Udah pada nungguin bab terakhir dari Modus ya?

Oke, karena ini bab terakhir, jadi aku mau ngucapin terima kasih kepada semua pihak yang udah mendukung aku dan Modus selama tiga bulan ini. Terutama kepada pembaca yang setia menunggu dan memberikan komen dan votenya. Tanpa kalian ... aku dan modus hanyalah butiran debuuuu ... *langsung nyanyi

Oke sebelum aku mengakhir sesi kali ini. Aku mau ngajuin beberapa pertanyaan mengenai pendapat kalian tentang Modus. Tolong dijawab ya. Kalo bisa jujur.

1. Setelah membaca Modus hampir selama 3 bulan ini, bagaimana kesan kalian tentang cerita MODUS?

2. Kekurangan dari cerita Modus ini apa menurut kalian?

3. Kalo modus diterbitkan, kalian ingin ekstra part yang seperti apa?

4. Kalo Modus ada sekuel, kalian ingin ceritanya tentang kelanjutan hubungan Ghazi dan Joya, atau kisah cinta Gailan?

5. Satu kata yang ada dipikiran kalian ketika mengingat cerita MODUS apa?

Oke, aku rasa cukup 5 pertanyaan aja. Dijawab ya, kalo bisa jujur. Biar aku bisa melakukan perbaikan jika naskah ini benar-benar terbit (mohon doanya)

Sekian untuk perjumpaan kita. Semoga kalian bisa bertemu Joya, Ghazi dan Gailan dalam bentuk novel.

Sekali lagi terima kasih.

Bubay

K. Agusta

Promo proyek cerita selanjutnya di akun pribadi @kamalagusta

Judul: If loving you is WRONG, I don't wanna be Right.

Sinopsis:

Menjadi pewaris tunggal dari sang ayah membuat hidup FEIZA AMANDA terancam. Banyak orang yang menginginkan kematiannya. Kejadian demi kejadian hampir saja merenggut nyawa Feiza. Feiza harus mencari perlindungan. Satu-satunya orang yang ia percayai hanyalah KEI, sahabatnya sejak kecil sekaligus cinta pertamanya.

Tapi, benarkah KEI orang yang tepat untuk melindungi Feiza dari kematian?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro