Modus #22: Say Goodbye
Kelas X.3 mendadak hening ketika sosok itu melangkah masuk. Semua mata tertuju padanya, mengikuti setiap langkah dan gerak-geriknya. Hingga akhirnya sosok itu berhenti di depan meja Joya. Memperlihatkan senyum charming yang selama ini mampu membuat banyak cewek luluh dan terpesona.
Sementara itu, Joya tidak bisa berkata apa-apa. Tatapannya hanya tertuju pada sosok di hadapannya. Terlalu mengagumi senyum indah di depan matanya. Saking terpesonanya, Joya sampai tidak sadar sejak tadi Friska menginjak kakinya.
"Ke kantin, yuk!" ajak sosok itu, yang tak lain adalah Gailan.
Satu ajakan itu sukses memicu bisikan-bisikan. Tapi Gailan tidak peduli. Lagi pula ia sudah terbiasa dengan hal seperti ini, menjadi pusat perhatian.
"Ayo, ntar keburu bel masuk," ajaknya lagi sambil mengulurkan tangan, membuat banyak cewek mendesah.
Joya mengerjap, menatap tangan Gailan yang menunggu sambutannya. Ia masih tidak percaya Gailan datang ke kelasnya dan mengajaknya makan di kantin. Joya merasa ini seperti mimpi. Mimpi yang luar biasa indah.
Joya sebenarnya ingin menerima ajakan Gailan. Tapi Joya ingat saat ini ia masih menghindari Gailan. Masih malu karena insiden ciuman memalukan itu. Sekarang aja wajahnya kembali memerah.
Tapi, Gailan bertindak lebih cepat. Ia memutari meja Joya, lalu meraih tangan cewek itu. Dengan satu kali tarikan, Joya berhasil dibuatnya berdiri. Lalu, Gailan menyelipkan jarinya di jemari Joya. Menggenggamnya. Joya menatap Gailan, dan cowok itu tersenyum lebar.
Gailan mengangkat tangan mereka yang saling menggenggam di depan mata, lalu berkata, "Tangan kamu kecil, ya."
Joya diam dengan kepala menunduk, menyembunyikan wajahnya yang tersipu. Apalagi saat ini mereka berada di kelas dan ditonton teman-temannya.
"Nggak apa-apa tangan kamu kecil. Lebih baik malah. Aku jadi lebih mudah untuk menggenggamnya," bisik Gailan yang sekali lagi mampu memicu desahan para cewek yang menonton.
"Ayo!" ajak Gailan sambil membawa Joya keluar dari kelas.
Sepeninggal mereka, kelas X.3 seketika heboh. Ada yang cemburu dengan Joya. Ada yang mengagumi sikap Gailan yang menurut mereka keren dan romantis. Dalam waktu sekejap Gailan dan Joya berhasil jadi bahan gosip cewek-cewek kelas X.3.
***
Ghazi melirik Dimas yang masih belum mau bicara kepadanya. Padahal ini sudah tiga hari. Ghazi mendesah. Sudah lebih dari cukup baginya untuk menunggu. Kalau Dimas tidak mau memulai, maka biar ia yang ambil alih.
"Mas, kita harus bicara," Ghazi memulai.
Dimas tidak merespons. Ia masih tetap terpaku pada buku cetak di hadapannya. Meski begitu, Ghazi tahu Dimas mendengarkannya.
"Lo harus tau kalo gue nggak ada apa-apa sama Krisan. Jadi, jangan musuhi gue seperti ini. Lo teman terbaik gue. Nggak mungkin gue ngerebut cewek yang lo sukai," jelas Ghazi.
Dimas menutup bukunya. Lalu menoleh kepada Ghazi. Tatapan mereka bertemu. Dimas menarik napas panjang. Sejujurnya, ia tahu ini bukan salah Ghazi. Krisan yang menyukai sahabatnya itu. Nah, di sanalah letak permasalahannya.
"Gue tau. Lo nggak suka sama Krisan. Tapi jujur, tetap aja gue sakit hati."
Ghazi menunduk lalu berbisik, "Gue minta maaf."
Dimas mendengkus. "Kenapa lo minta maaf? Emangnya lo yang salah?"
"Tapi tetap aja gue yang bikin lo sakit hati."
Dimas mengangguk. "Yaudah nggak usah bahas ini. Bikin gue tambah sakit hati karena Krisan lebih milih lo daripada gue."
"Gue nolak Krisan," beritahu Ghazi kemudian.
"Terus apa hubungannya dengan gue?"
"Ya lo bisa ngejar dia kalo emang suka,"
"Gue emang suka dia.Tapi sayangnya, dia nggak suka gue."
"Terus lo nyerah?"
Dimas mengangguk. "Lebih baik menyerah saat ini, sebelum perasaan gue tumbuh makin besar dan tidak terkendali. Menurut gue memperjuangkan orang yang nggak mau sama kita itu tindakan bodoh. Karena hanya akan melukai hati kita sendiri."
Dimas benar. Mungkin inilah yang membuat Ghazi terluka selama ini. Karena ia memperjuangkan perasaannya yang tidak bisa diterima Hazel. Hingga akhirnya ia terluka. Bukan salah Hazel, tapi ini adalah kesalahannya. Perasaannya sendirilah yang melukainya.
"Lagi pula ini mungkin hanya sekadar perasaan suka. Umur kita masih enam belas tahun. Apapun bisa terjadi. Gue nggak mau nyia-nyiain masa remaja gue hanya karena perasaan cinta yang bisa gue tebak ke mana akhirnya." Dimas tersenyum.
"Trus kenapa lo nyuekin gue beberapa hari ini?"
Dimas tertawa. "Ya biar lo merasa bersalah aja. Setidaknya itu cukup buat membalas rasa sakit hati gue."
Ghazi merengut. Dijitaknya kepala Dimas. "Jahat lo!"
Lalu keduanya tertawa. Tembok pemisah itu telah runtuh. Saat ini mereka sadar, persahabatan mereka lebih penting dari segalanya. Sebab, mencari sahabat yang bisa berbagi apa pun itu sulit, bahkan teramat sulit. Mereka beruntung sudah saling menemukan.
"Ke kantin, yuk!" ajak Ghazi.
"Lo yang traktir, ya!" sahut Dimas.
"Gampang!"
Keduanya pun berdiri. Lalu berangkulan menuju kantin.
***
Ghazi menatap Hazel yang sejak tadi diam dan mengaduk-aduk gelas es krim miliknya.
Sepulang sekolah Hazel tiba-tiba menghampiri Ghazi. Cewek itu mengajak Ghazi untuk pergi ke suatu tempat. Ada hal penting yang ingin dibicarakan, begitu kata Hazel. Hingga akhirnya mereka sampai di sini, di IScream, sebuah kedai es krim yang lokasinya tidak jauh dari SMA Harapan.
IScream hanya sebuah ruko kecil satu lantai yang disulap menjadi kedai es krim. Cat dindingnya berwarna-warni, seperti pelangi. Pintu masuk terbuat dari kaca tembus pandang yang di atasnya terdapat fuurin, lonceng angin yang berbunyi ketika ada pengunjung masuk. Meja-meja kayu berwarna putih dan bangku-bangku plastik warna warni memenuhi hampir seisi ruang. Dua orang pelayan hilir mudik menanyai pesanan pembeli, yang kebanyakan anak-anak sekolahan, dilihat dari seragam yang mereka kenakan. Satu cewek berambut sebahu duduk di belakang kasir, terlihat serius membaca buku.
"Udah lama kita nggak jalan berdua, ya?" Akhirnya Hazel bersuara setelah keheningan yang cukup panjang.
Ghazi mengangguk. Terakhir kali mereka jalan berdua setahun lalu. Sebelum Ghazi menyatakan perasaannya.
"Kadang aku kangen masa-masa kita dulu. Masa di mana aku bisa lepas bercanda sama kamu. Masa di mana aku tidak perlu khawatir untuk melukaimu."
Sejujurnya Ghazi juga rindu masa-masa yang mereka lewati dulu. Ia tahu, hubungan mereka berubah sejak Ghazi menyatakan perasaan sukanya kepada Hazel. Sekarang Ghazi tahu kenapa Hazel berubah. Hazel tidak ingin memberi harapan semu kepadanya. Hazel hanya tidak ingin melukai Ghazi.
"Sayangnya kita nggak bisa memutar waktu, ya," kata Hazel yang disertai tawa kecil yang terdengar miris.
Ghazi tidak membalas kata-kata Hazel. Cowok itu memilih menyendok es krim cokelat miliknya, lalu memasukkannya ke mulut. Rasa dingin dan manis es krim lumer di lidahnya.
"Minggu depan aku akan pindah ke Milan."
Ghazi tersedak. Ia batuk sambil memukul pelan dadanya. "Pindah?" tanya Ghazi dengan wajah tak percaya. Matanya melotot. "Ke Milan?"
Hazel mengangguk.
"Kenapa mendadak seperti ini?"
Hazel menarik napas panjang. "Sebenarnya sudah tiga bulan lalu Grandma mengajak aku tinggal di sana."
Ghazi tahu Hazel memiliki nenek dan kakek yang tinggal di Milan. Papa Hazel adalah WNA yang bekerja di negeri ini.
"Tapi, aku belum kasih jawaban. Sekarang setelah aku pikirkan lagi, aku akhirnya menyetujui ajakan Grandma. Di sana aku bisa belajar lebih serius di bidang fashion. Aku ingin memperjuangkan impianku lagi."
"Apa ini karena Ilan?"
Hazel tersenyum kecil dan mengangguk. "Setidaknya dengan begini aku bisa yakin untuk mengejar impianku."
Ghazi menunduk lalu menghela napas panjang.
"Tapi kita masih bisa berteman, kan?" tanya Ghazi.
Hazel mengangguk. "Dari dulu pun kita selalu berteman. Sampai kapan pun kita akan tetap berteman."
"Lalu Ilan gimana?"
Hazel menatap es krimnya, lalu berbisik. "Aku menyerah. Mungkin udah saatnya aku melepaskan dan mengucapkan selamat tinggal untuk perasaanku kepada Kak Ilan. Sekarang aku sadar bahwa cinta juga memiliki masa kadaluwarsanya."
Hazel sudah menyerah. Mungkin sekarang Ghazi pun harus melakukan hal yang sama. Mengucapkan selamat tinggal kepada perasaannya. Sudah waktunya ia bangkit dan melepaskan Hazel dari hatinya.
***
Halo jumpa lagi hari Senin. Yeiii ... Pada senang nggak? Apa masih ada yang megang prinsip I HATE MONDAY?
Oke, author nggak bakal banyak ngoceh. Langsung aja ke Q&A kemarin.
Adelcshfssjsg: Zi, kenapa orang kaya kamu nggak dilahirkan di Tegal aja?
Ghazi: Emangnya gue bisa milih gitu? Kalo pun bisa milih mending gue lahir di Vieena aja. Kota impian gue. Btw ... emang Tegal itu dimana, ya? *pasang wajah serius
Fatayaable: Ilan, sebenarnya lo itu pengin nyium jo nggak waktu itu? Jujur lho!
Gailan: Oke gue jujur. Sebenarnya gue kaget waktu itu. Nggak kepikiran apa-apa. Soalnya ini pengalaman pertama buat gue. Oh iya boleh gue ketawa, kan? Soalnya tiap ingat ini gue pengin ketawa bawaannya. Hahahaha ... *ketawa sambil megang perut
Suis_eka98: Joy, kenapa lo itu ajaib?
Joya: Kenapa ya? Mungkin karena gue itu Joya. Udah itu aja. *pasang wajah polos
Pmy_chan86: Zel, kamu sakit hati nggak di-bully sama para readers?
Hazel: Coba aja lo di-bully satu sekolahan, lo sakit hati nggak? *lalu melongos pergi
Tsabita_aviaaf: Krisan, kenapa lo muncul di sini?
Krisan: Kamu tanya aja sana sama authornya. Aku juga nggak tahu kenapa muncul di sini. Dibikin kisahnya tragis lagi. Jahat amat tuh author. Hiks hiks hiks *menangis sesegukan
Ashgombal: Dimas, lo kenal gue nggak? Ingat gue nggak? Gue mantan lo lho!
Dimas: Mantan?! Eh ... lo siapa? Jangan ngaku-ngaku deh. Gue belum pernah pacaran. Gimana mau punya mantan? Salah orang kali lo *pasang wajah shock
FeraniSN: Thor, kenapa ngambil judul cerita ini Modus? Apa alasan terbesarnya?
Author: Sebenarnya judul awal cerita ini Princess Boy. Tapi, editor minta cuma satu kata dalam bahasa Indonesia. Biar diseragamin dengan cerita yang lain. Waktu itu editor nyaranin CINTA. Tapi aku belum sreg dengan cinta. Maka aku ngajuin judul alternatif. Di antaranya: Naksir dan Modus. Akhirnya kepilih MODUS, dengan alasan kata NAKSIR itu kesannya jadul banget. Dan aku pribadi MODUS kayaknya emang cocok. Mengingat perjuangan Joya yang penus modus buat dapatin Ilan.
Nah itu tadi Q&A-nya. Buat pertanyaan yang belum dijawab jangan bersedih, ya. Tenang aja. Minggu depan akan ada sesi Q&A untuk pertanyaan yang belum dijawab. Tenang aja. Pasti kebagian kok.
Sampai jumpa lagi hari Kamis. Selalu setia ya. Kalo nggaaaak ... awas! Hihihi
Bubay
K. Agusta
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro