Modus #20: Aku Suka Kamu
Mata yang terpejam, bibir dimonyongkan, tubuh masih tersangkut sabuk pengaman, dan wajah yang akhirnya memerah. Setiap kali mengingatnya, Gailan masih tertawa geli dibuatnya. Seperti malam ini. Gailan sudah seperti orang tidak waras karena terus tertawa sendirian di teras rumah.
Ghazi yang sejak tadi memperhatikan Gailan, mengerutkan kening. Tidak pernah ia lihat Gailan tertawa sendirian seperti sekarang. Biasanya Gailan tertawa seperti ini setelah berhasil menjaili Ghazi. Tapi, kali ini Gailan tidak mengusilinya.
"Ngetawain apa, sih?" tanya Ghazi sambil menarik bangku di depan Gailan.
Gailan menoleh, lalu menutup wajahnya dengan telapak tangan, mati-matian meredam tawanya. Tapi, ternyata tidak bisa. Kejadian tadi sore masih membekas di ingatannya. Setiap kali mengenangnya, membuat perutnya tergelitik.
"Joya," kata Gailan di sela tawanya.
Joya? Jadi dari tadi Gailan ketawa karena Joya?
"Kenapa dengan Joya?" tanya Ghazi penasaran.
"Tadi dia ... hahahaha."
"Tadi dia kenapa?" kejar Ghazi tidak sabaran.
Gailan mengangkat tangan kirinya. Meminta Ghazi untuk sabar. Gailan berdeham sesaat, berharap hal itu mampu meredam tawanya.
"Joya tadi nekat cium gue," kata Gailan. Sesaat kemudian cowok itu kembali tertawa. Sementara Ghazi menatap Gailan dengan mata memelotot saking kagetnya.
"Dia nyium lo?" Ghazi memperjelas. "Jadi kalian udah ...," Ghazi membuat gerakan tanda kutip dengan kedua tangannya, tak sanggup mengatakan kata 'ciuman'.
"Ya nggaklah!" sangkal Gailan.
Lipatan di kening Ghazi makin menjadi. Tadi Gailan bilang Joya menciumnya. Lalu membantah kalau mereka sudah berciuman. Maksudnya apa, sih?
"Maksud lo gimana, sih? Dia nyium lo, kan?"
Gailan mengangguk.
"Trus kenapa lo bilang kalian belum ciuman?"
"Ya emang belum. Gara-gara sabuk pengaman."
Sabuk pengaman? Apa hubungannya coba?
"Gue makin nggak ngerti."
Gailan menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya. Dilakukannya berkali-kali hingga tawanya terhenti.
"Jadi gini ceritanya ...." Gailan pun mulai menceritakan kejadian tadi sore. Ghazi menyimaknya dengan serius.
"Gitu ceritanya," kata Gailan mengakhiri ceritanya dengan senyum geli di bibir.
Sementara Ghazi tidak bisa berkata-kata. Ia hanya geleng-geleng kepala, benar-benar tidak habis pikir dengan kenekatan Joya.
"Gue rasa, gue mulai suka sama Joya," ungkap Gailan.
"Lo suka Joya?" tanya Ghazi memastikan pendengarannya tidak salah.
Gailan mengangguk. "Jujur, dada gue berdebar kencang saat dia mau nyium gue, dan ini bukan pertama kalinya. Kalo bukan suka, kenapa gue bisa berdebar-debar terus di dekat dia?"
***
Sepertinya gue suka sama Joya
Ghazi masih ingat kata-kata Gailan tadi malam. Kata-kata yang diucapkan begitu saja dan terasa sangat jujur. Meski sering dikelilingi dan jalan dengan banyak cewek, Gailan tidak pernah bilang suka pada siapa pun. Kalau Gailan sudah bilang suka seseorang, berarti suka itu mengarah ke jatuh hati.
Ghazi menarik napas, berusaha melupakan pembicaraan mereka semalam. Bagaimana pun perasaan Gailan, itu bukan urusannya. Berarti Joya berhasil membuat Gailan suka padanya.
"Zi, ada yang nyariin lo, nih!"
Ghazi mengangkat wajahnya dan mendapati Feiza, teman sekelasnya, berdiri di dekat pintu. Ia tidak sendirian. Ada Krisan.
Kenapa Krisan nyariin gue?
Ghazi mendorong bangku ke belakang, menimbulkan bunyi berderit, lalu berdiri dan berjalan ke arah Krisan yang sudah ditinggal pergi Feiza.
"Hai," sapa Krisan canggung.
Ghazi mengangkat tangan kanan dan berkata, "Hai."
"Aku nggak ganggu kamu, kan?" tanya Krisan dengan tangan saling meremas.
"Nggak, kok."
Lalu Krisan menoleh ke kiri dan ke kanan. Ghazi pun ikut melakukan hal yang sama. Saat ini jam istirahat. Kelas sepi. Pada ngungsi ke kantin. Hanya tinggal mereka berdua. Sebenarnya tadi Ghazi mau nyusul Dimas ke kantin.
"Ada perlu apa, nih?" tanya Ghazi karena Krisan tidak kunjung bicara.
Krisan menatap Ghazi. Saat mata mereka bertemu, cewek itu tersentak, lalu menundukkan kepala dengan wajah memerah. Sementara kening Ghazi berkerut melihat tingkah Krisan.
"Aku mau bilang sesuatu sama kamu," kata Krisan dengan suara hampir berbisik.
"Apa?"
Krisan mengangkat kepalanya. Kedua tangannya terkepal. Sekarang atau tidak sama sekali, bisiknya. Setelah memejamkan mata sejenak, dan menarik napas dalam-dalam, Krisan akhirnya mengatakannya.
"Aku suka kamu!"
Aku suka kamu. Hanya tiga kata, tapi butuh nyali dan keberanian yang ekstra besar untuk mengungkapkannya.
***
Dimas baru mau memesan bakso ketika sadar uangnya ketinggalan di dalam tas. Gara-gara cacing diperutnya sudah memberontak, ketika bel istirahat berbunyi, Dimas langsung kabur ke kantin. Bahkan ia tidak sempat menunggu Ghazi yang sedang mengemasi buku.
Dengan berat hati, Dimas memutar arah, kembali ke kelas dengan langkah lebar. Saat Dimas berbelok di koridor menuju kelas, ia melihat sosok Krisan di depan kelas. Krisan tidak sendirian. Cewek itu sedang berbicara dengan Ghazi.
Senyum Dimas merekah. Ternyata tidak sia-sia uangnya ketinggalan dan kembali ke kelas. Mungkin ini sudah takdir yang menuntunnya untuk bertemu Krisan. Dimas mempercepat langkahnya. Tapi, tiba-tiba langkah Dimas terhenti. Senyum di bibirnya lenyap tanpa bekas.
"Aku suka kamu!"
Itu suara Krisan, dan kata-kata itu sudah jelas ditujukan untuk Ghazi. Dimas merasa ada pisau yang ditusukkan ke dadanya. Rasanya begitu sakit.
Dimas masih membeku di tempatnya. Tidak bisa berbuat apa-apa. Kedua tangannya terkepal kuat. Telinganya masih menangkap pembicaraan Ghazi dan Krisan.
"Aku suka kamu," kata Krisan sekali lagi.
Dimas tidak pernah menyangka bahwa menyukai cewek yang malah menyatakan cinta kepada sahabatnya akan sesakit ini.
***
Tidak pernah terbesit dalam pikiran Ghazi ia akan mengalami momen pernyataan cinta dari seseorang. Apalagi dari seseorang yang baru ia kenal. Apa cinta seajaib itu? Bisa membuat seseorang jatuh cinta dalam sekejap.
Ghazi tahu ada kasus yang namanya cinta pada pandangan pertama. Tapi, Ghazi tidak pernah percaya dengan itu. Perasaannya pada Hazel saja tumbuh dan berkembang setelah kebersamaan mereka selama setahun. Tidak langsung muncul begitu saja. Itu pun butuh beberapa waktu bagi Ghazi untuk meyakini bahwa perasaannya kepada Hazel adalah sebuah cinta.
"Bagaimana bisa?" Itulah yang bisa Ghazi ucapkan untuk merespons pernyataan Krisan. Ya, bagaimana bisa Krisan jatuh hati padanya?
"Apa kamu lupa cewek yang kamu lindungi dari sengatan matahari di hari pertama MOS?"
Kening Ghazi mengernyit. Mencoba menggali lagi ingatannya yang tertimbun. Lalu Ghazi tersentak saat teringat kejadian itu.
"Cewek itu kamu?"
Senyum di bibir Krisan merekah. Ia mengangguk.
"Ya, itu aku. Hari itulah pertama kalinya aku suka sama kamu."
Ghazi menatap Krisan. Ia melihat kejujuran di sana. Saat Ghazi menoleh ke kiri, ia melihat Dimas.
"Dimas!" Ghazi memanggil.
Tapi, Dimas sudah berbalik arah dan pergi dengan langkah lebar.
Ah, sial! rutuk Ghazi dalam hati. Dimas yakin tadi mendengar pembicaraannya dengan Krisan. Sekarang Dimas pasti salah paham. Padahal Ghazi tahu betul kalau Dimas punya rasa kepada Krisan.
Ah, kenapa ia harus terjebak di cinta segitiga begini, sih?
***
Halo semuanya. Udah pada kangen dengan author belum? Hihihi ....
Pertama author mau minta maaf karena telat ( lagi) untuk up ceritanya. Semoga kalian mau memaafkan author. Sebab ini bukan disengaja. Ada agenda yang tidak bisa author tinggalkan. Jadi mohon maklumnya.
Oke, segini aja. Semoga masih setia menunggu kelanjutannya ya.
Sampai jumpa hari Kamis.
Bubay
K. Agusta
PS: Yuk follow akun wp pribadi author di kamalagusta dan IG: kamalagusta juga. Oke? 💋💋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro