Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Modus #16: Make You Feel My Love

Tips #16:
Manfaatin setiap kesempatan yang ada buat bikin si doi jatuh hati pada lo. Karena terkadang kesempatan tidak datang dua kali.

***

Temui gw di tmn blkg lab sains sekarang.
Gw mw ngomong sm lo!

Ghazi membaca lagi pesan yang lima menit lalu ia kirim kepada Joya. Pesan itu sudah sangat jelas, tapi kenapa Joya belum muncul juga?

Cowok itu mengesah dan memasukkan ponselnya ke dalam saku dengan gusar. Aktivitas yang paling tidak disukai banyak orang adalah menunggu. Salah satu dari banyak orang itu adalah Ghazi.

Ada alasan kenapa Ghazi meminta bertemu dengan Joya. Tentu saja mengenai jadiannya Joya dan Gailan. Gara-gara hal itu Ghazi jadi kebawa mimpi buruk. Padahal seharusnya ia senang Joya dan Gailan jadian. Itu berarti tugasnya sebagai makcomblang dan kaki tangan cewek cebol itu berakhir. Namun, yang Ghazi rasakan adalah sebaliknya. Ia merasa sangat bersalah. Tentu saja perasaan itu muncul karena alasan di balik jadiannya Joya dan Gailan.

Sekali lagi Ghazi mengesah dan mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. Ghazi menoleh ke kiri dan kanan, mencari tanda-tanda keberadaan Joya. Tapi, tidak ia temukan. Taman itu tetap sepi seperti biasanya. Satu-satunya sumber suara hanya berasal dari gemerisik dedaunan yang dipermainkan angin.

Ghazi mengambil ponselnya lagi. Ia membuka daftar kontak, lalu mencari nama Kinder Joy. Ketika Ghazi menekan tombol dial, sebuah suara menyapanya.

"Gue di sini." Suara itu milik orang yang saat ini ditunggu Ghazi, Joya Pradipta.

Ghazi memutuskan sambungan, lalu menatap cewek yang baru muncul itu dengan kesal. "Seharusnya lo datang dari tadi. Gue udah kayak anak hilang nungguin lo!"

Joya mendengkus. "Sejak kapan gue jadi nyokap lo, hm?"

Ghazi mengibaskan tangan. Mengabaikan pertanyaan Joya yang kalau diladeni pasti akan berbuntut pada perdebatan panjang. Waktu mereka tidak banyak. Jam istirahat tinggal sepuluh menit lagi--kurang lebih.

"Lo nggak boleh jadian dengan Gailan!" kata Ghazi dengan tegas dan lugas.

Joya menatap Ghazi tanpa kedip. Lalu tertawa. Seakan-akan Ghazi baru saja mengatakan sesuatu yang sangat lucu.

"Gue serius!" seru Ghazi kesal dengan reaksi Joya yang menurut Ghazi tidak pada tempatnya. Seharusnya cewek itu terkejut bukannya tertawa seperti sekarang ini.

Joya menutup mulut dengan telapak tangannya, berusaha menghentikan tawa. Setelah tawanya berhenti, cewek itu berkata, "Adik ipar tersayang, lo kan tau sendiri kalo gue cinta banget sama abang lo. Udah lama gue kepengin pacaran dengan abang lo. Sekarang masa gue harus nolak saat kesempatan itu datang? Bego banget kalo gue harus nolak."

"Tapi lo tetap nggak boleh jadian sama Gailan!" Ghazi masih bersikeras.

Joya memiringkan kepalanya, memasang wajah polos dan bertanya, "Emangnya kenapa?"

"Gailan ...," kata-kata Ghazi menggantung. Melihat sinar bahagia di mata cewek itu membuat Ghazi menelan ludah. Haruskah ia mengatakan alasan yang mendorong Gailan mengajak cewek di hadapannya itu berpacaran? Mendadak Ghazi diliputi rasa ragu. Namun, jika ia membiarkan mereka tetap jadian, Ghazi merasa itu salah. Sebab ia tahu Gailan hanya menjadikan Joya pelarian dan tameng buat menghentikan Hazel.

"Gailan kenapa?"

Jika ini satu-satunya cara untuk menghentikan Joya untuk berpacaran dengan Gailan, Ghazi tidak bisa mundur. Ia harus mengungkap kebenarannya. Lebih baik Joya tahu--juga kecewa--sekarang. Daripada nanti, dijamin rasa sakit hatinya lebih parah lagi.

"Gailan nggak cinta sama lo. Dia ngelakuin ini cuma jadiin lo sebagai pelarian. Lo cuma tameng buat dia."

Napas Ghazi sedikit tersengal. Ternyata mengungkapkan kebenaran--apalagi kebenaran itu akan menyakiti orang lain--tidaklah mudah. Ghazi menatap Joya intens, menanti reaksi cewek itu. Tapi, Ghazi luar biasa terkejut saat Joya memberinya seulas senyum. Sama sekali tidak ada kekecewaan di sana.

"Cuma itu yang ingin lo bilang?" tanya Joya dengan senyum masih menghiasi bibir tipisnya.

Ghazi mengangguk. Seharusnya Joya yang shock mendengar kenyataan itu. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Ghazi yang shock melihat respons yang Joya tunjukkan.

"Thanks lo udah bilang itu ke gue. Jujur gue sedikit terharu, nih. Nggak nyangka lo punya rasa peduli juga sama gue."

Ya, Tuhan! Apa sih sebenarnya isi kepala Joya? Mengapa cewek itu malah tersenyum dan mengucapkan terima kasih? Seharusnya kan dia marah dan kecewa? Ghazi menggeleng-geleng, benar-benar tidak mengerti dengan cewek di hadapannya itu.

"Eh, sekarang bukan saat yang tepat lo ngucapin terima kasih. Seharusnya lo itu marah. Ngamuk-ngamuk. Maki-maki Gailan karena udah berbuat jahat ke lo!" kata Ghazi kesal.

Joya tertawa. Membuat matanya menyipit.

"Sepertinya lo emang gila!" ketus Ghazi saat Joya tertawa.

"Abisnya lo aneh. Masa gue di suruh marah-marah. Sorry, ya adik ipar, asal lo tahu saat ini gue lagi happy banget. Akhirnya gue bisa jadian dengan abang lo." Joya meletakkan kedua tangannya di pipi, dan matanya menatap langit. Senyum masih betah menghiasi bibirnya.

"Tapi Gailan nggak suka sama lo!"

"Bukan nggak cinta, Gailan cuma belum cinta. Lo harus bisa bedain antara nggak cinta sama belum cinta," koreksi Joya.

Ghazi mendengkus.

"Mengenai masalah yang lo bilang tadi, tanpa lo bilang gue juga udah tau. Gue nggak mempermasalahkan itu. Terpenting gue bisa jadian dengan pujaan hati gue. Akhirnya mimpi gue jadi kenyataan juga!"

"Dasar gila!"

"Udah berapa kali gue bilang ke lo, cinta emang gila."

Setelah mengatakan itu Joya berdiri lalu ditepuknya kepala Ghazi dengan lembut. "Sekali lagi makasih lo udah peduli sama gue," kata Joya. Lalu, "Lo tenang aja, gue pasti bisa bikin Gailan jatuh cinta sama gue. Lo liat aja nanti."

Ghazi menatap Joya tanpa bisa berkata apa-apa. Sentuhan Joya pada kepalanya memberikan sensasi aneh dalam dadanya. Untuk pertama kalinya, Ghazi melihat senyum Joya terasa berbeda. Cewek itu terlihat lebih manis, tidak menyebalkan seperti biasanya.

"Aduh!" Ghazi memekik saat kepalanya dijitak Joya. "Apaan sih lo? Sakit tau!"

"Sorry, gue pikir lo kesambet penunggu taman ini," kata Joya lalu tertawa dan melangkah pergi.

Tapi baru beberapa langkah, Joya berhenti dan memanggil Ghazi.

"Apa?" respons Ghazi.

"Sekarang lo harus berjuang buat dapatin cinta Hazel. Gue yakin lo bisa."

Ghazi mendengkus. "Itu bukan urusan lo. Pergi sana!"

"Kalo lo butuh bantuan, lo bisa cari gue. Gue bakal bantuin lo."

"Gue nggak akan pernah butuh bantuan lo."

"Oh iya satu lagi."

"Apaan lagi, ha?"

"Mulai detik ini lo harus manggil gue kakak ipar."

"Nggak usah ngarep. Sampai mati pun gue ogah manggil lo kakak ipar. Pergi lo sana. Hus-hus-hus!"

Joya tertawa. Lalu melangkah pergi meninggalkan Ghazi. Tak lupa Joya melambaikan tangan, membuat wajah Ghazi makin masam.

Ghazi merasa kesal sendiri karena sejak semalam mengkhawatirkan Joya. Padahal cewek itu sama sekali tidak peduli kalau Gailan hanya menjadikannya pelarian dan tameng. Ghazi mengembuskan napas. Setidaknya dengan begini ia merasa sedikit lega. Ia tidak perlu merasa bersalah.

"Dasar cewek gila," kata Ghazi sambil geleng-geleng. Tapi, tanpa ia sadari, seulas senyum terbit di bibirnya.

Suara bel membuat Ghazi berdiri dari tempat duduknya. Lalu melangkah pergi menuju kelasnya.

Sekarang lo harus berjuang untuk dapatin cinta Hazel. Kata-kata Joya tadi bergema-gema di kepala Ghazi di setiap langkahnya. Ghazi mengepalkan tangan. Dalam hati berbisik, Joya benar, sekarang waktunya gue untuk membuat Hazel merasakan cinta yang gue punya.

***

Haloha ... akhirnya ketemu hari Senin lagi. Pasti udah kangen berat dengan author kan? *langsung ditimpuk readers.

Oke, kalian pasti udah baca dan tahu gimana reaksi Joya. Semoga habis ini kalian nggak menganggap Joya cewek bego. Joya hanyalah cewek yang sedang jatuh cinta. Hahaha ...

Oke segini dulu, ya. Mau siap-siap ke sekolah, nih. Oh iya apakah hari ini akan up dua kali? Hmm ... kita liat nanti ya. Kejutan hihihi ...

Oke sampai jumpa lagi.

Bubay.

K. Agusta

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro