Modus #13: Jadi Cewek Gue, Ya!
Tips #13:
Jangan pernah pingsan ketika doi mengajak pacaran. Sebab itu bakal buang kesempatan lo buat jadian sama dia.
***
"Kecut amat tuh muka. Kayak asam purut aja!" komentar Dimas yang sejak tadi memperhatikan teman sebangkunya itu.
Ghazi yang lagi malas berbicara karena suasana hatinya buruk, hanya bergumam tidak jelas. Ia memilih tetap menyalin catatan di papan tulis. Lagi pula sekarang kelas Pak Kamal. Ketahuan bicara di kelas Matematika sama saja mencari malapetaka. Bisa-bisa dikuliahi tentang perilaku tidak sopan karena berbicara ketika guru mengajar. Ghazi kadang suka heran dengan gurunya satu itu. Suka sekali mengomel. Salah sedikit, langsung ceramah panjang lebar. Mengalahkan panjangnya kacang panjang dan lebarnya daun kelor. Apa itu efek jomlo kali, ya?
"Lagi sakit gigi?"
Sakit gigi mah mending. Ini yang sakit hati, tau! dumel Ghazi dalam hati.
"Halo Ghazi Airlangga. Di sini Dimas ganteng memanggil lo." bisik Dimas sambil menjawil bahu Ghazi yang dari tadi cuek terhadapnya.
Ghazi menarik napas panjang lalu menoleh kepada Dimas. "Sekali lagi lo ganggu gue, hidup lo bakalan tamat hari ini," ancamnya geram.
Dimas pura-pura bergidik. Lalu berbisik dengan lebay. "Ih atuuuut!"
"Apa yang atut, ha?"
Tiba-tiba sebuah suara serak menyela pembicaraan Dimas dan Ghazi. Mendadak wajah keduanya pucat. Mereka tidak perlu menoleh ke belakang untuk tahu siapa yang tadi berbicara.
"Dimas, Ghazi, silakan keluar sekarang!" bentakan itu membuat suasana kelas menjadi hening dan mencekam.
Ghazi memejamkan mata. Mengepalkan tangan kuat-kuat. Lalu dia menatap sengit Dimas. Seandainya mata Ghazi adalah pisau, dijamin saat ini tubuh Dimas sudah tercabik-cabik sangat mengerikan.
"Kalian keluar sekarang atau saya tambah hukumannya?!"
Tanpa diteriaki untuk ketiga kalinya, Dimas dan Ghazi berdiri dari bangku dan buru-buru berjalan ke luar kelas. Disuruh keluar jauh lebih mending daripada disuruh bersihin toilet.
Di depan pintu kelas, Ghazi menampol belakang kepala Dimas dan berkata, "Gara-gara lo ini!"
"Sorry," kata Dimas merasa tidak enak kepada Ghazi.
Ghazi menarik napas panjang. Dia tahu Dimas tidak bermaksud membuatnya diusir dari kelas. Mereka hanya sedang sial tertangkap sedang berbicara oleh Pak Kamal.
"Kali ini lo gue maafin. Lain kali, gue jamin hidup lo akan tamat."
Setelah mengatakan itu Ghazi melangkah pergi. Tujuannya adalah perpustakaan. Ia tidak ingin ketahuan oleh guru piket sedang berkeliaran saat jam belajar. Bisa-bisa ia kena hukuman tambahan.
"Zi, tungguin gue!" teriak Dimas yang mengikuti langkah Ghazi.
Perpustakaan berada di lantai atas. Ghazi melompati dua anak tangga sekaligus. Saat Ghazi sampai di anak tangga paling atas, dirinya terkesiap saat seseorang menabrak dirinya.
Tubuh Ghazi sedikit oleng. Beruntung tangan kirinya berhasil berpegangan pada pembatas tangga. Sementara tangan kanannya menahan lengan orang yang tadi menabraknya--yang juga hampir jatuh.
"Lo nggak apa-apa?" tanya Ghazi kepada cewek di hadapannya.
Mata bulat dengan alis lentik cewek itu mengerjap. Lalu dengan pelan kepalanya menggeleng.
Ghazi menarik napas lega. "Syukurlah," kata Ghazi. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasib cewek itu kalau jatuh di tangga. Dijamin gegar otak.
"Kalian nggak apa-apa?" tanya Dimas yang sudah berada di samping Ghazi. Tadi Dimas sempat melihat insiden yang terjadi.
Ghazi dan cewek itu menjawab bersamaan, "Nggak apa-apa."
"Lo, sih, naik tangga kayak kabur dari kejaran penagih utang," omel Dimas.
Cewek itu segera menyahut. "Bukan salah dia. Aku yang tadi buru-buru mau kembali ke kelas," katanya berusaha menjelaskan kejadian sebenarnya. "Aku yang nggak hati-hati," lanjutnya kemudian.
"Ya udah. Yang penting kalian nggak kenapa-napa," kata Dimas akhirnya.
Cewek itu mengangguk. Lalu, ia menatap wajah Ghazi. Saat Ghazi menoleh, cewek itu buru-buru memalingkan wajah. Ada rona merah menjalar di wajahnya.
"Aku mau balik ke kelas," kata cewek itu sambil menatap tangannya yang masih dipegang Ghazi.
Ghazi tersadar lalu melepaskan pegangannya. "Oh, iya silakan," kata Ghazi.
Dimas menepi, memberi cewek itu jalan. Lalu cewek itu pun menuruni tangga. Saat di anak tangga paling bawah, cewek itu menoleh kembali ke arah Ghazi dan Dimas, lalu tersenyum.
"Manis juga tuh cewek," komentar Dimas setelah cewek itu pergi. "Anak kelas mana, ya?"
"Mana gue tahu!" sahut Ghazi acuh tak acuh sambil kembali melangkah.
"Sial! Gue lupa nanyain namanya lagi tadi," umpat Dimas sambil mengikuti langkah Ghazi.
"Dasar bekicot! Nggak bisa liat cewek manis dikit aja!"
"Itu tandanya gue normal."
"Terserah lo, deh!"
***
Kejutan apakah yang paling berkesan dalam hidupmu? Yang membuatmu tidak bisa berkata-kata saking senangnya? Yang membuatnya merasa itu semuanya hanya mimpi dan kamu tidak ingin bangun lagi? Yang membuatmu beranggapan kalau saat ini kamu sedang berada di surga?
Kalau kamu tanya Joya Pradipta, jawabannya cuma satu, dihampiri Gailan Airlangga sepulang sekolah. Ah, cuma dihampiri Gailan kok lebay gitu. Biasa aja keles!
Mungkin bagi kamu itu biasa. Tapi, bagi Joya ini adalah kejutan paling indah dalam hidupnya. Bahkan dalam mimpi pun ia belum pernah dihampiri Gailan seperti ini.
"Hai, Joy!" sapa Gailan sambil mengeluarkan tangan kanannya dari saku dan melambai pada Joya.
"H-hai, Kak Ilan," balas Joya. "Kok tumben pulang sekolah hampiri aku? Ada perlu apa?" tanyanya kemudian.
Gailan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, lalu tertawa. "Lo benar-benar hebat, ya. Bisa tau kalo gue cari lo karena ada perlu."
"Kak Ilan aja yang selama ini kurang peka," sahut Joya.
"Eh? Maksud lo?" Gailan menatap Joya bingung.
Joya tertawa lalu menggerakkan tangannya di depan dada, "Nggak apa-apa."
Gailan menatap Joya intens. Jujur tatapan itu membuat detak jantung Joya menjadi tidak ritmis. Gailan itu punya mata hitam yang teduh. Membuat siapa pun ingin tetap tinggal dan tersesat di sana untuk selamanya.
"Joy ...," panggil Gailan.
"Ya, Kak?"
"Jadi cewek gue, ya!"
Joya menatap Gailan dengan mata membulat dan mulut terbuka lebar. Omaigat-omaigat-omaigat! Gue nggak lagi mimpi, kan?
"Ma-maksud, Kak Ilan?" tanya Joya tergagap. Ia ingin memastikan apa yang baru saja ia dengar itu nyata, bukan halusinasinya di siang bolong.
"Lo mau jadi cewek gue?"
Joya tidak bisa menjawab karena dirinya keburu pingsan mendengar permintaan Gailan yang tiba-tiba dan tidak pernah ia sangka.
***
Halo semuanya. Ketemu lagi dengan Ghazi, Joya dan Gailan. Karena chapter tadi agak pendek, gue memutuskan untuk up dua kali. Gimana? Kurang baik apa gue sama kalian? Hahaha ...
Oke, semoga akhir chapter ini bikin kalian gregetan. Nggak sabar nunggu hari Kamis untuk baca chapter #14. Semoga stok sabar kalian cukup, ya. Hahaha ....
Oke, sampai jumpa hari Kamis. Jangan lupa voment. Sebab ada paket buku selama setahun menantimu.
Bubay
K. Agusta
(Pak Kamal, salah satu siswa dan piala guru disiplin)
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro