8.
"Lo itu kayak ulat bulu, Ar. Racun, gatelnya bikin candu, nggak malah ilfil buat gue mikirin lo terus."
#Adelia Faranisa Agnii.
.
.
.
Banyak tumpukan buku yang berjejer dengan rapi di atas rak. Adel masih mencari jenis buku apa yang akan dibaca. Sedangkan, Ifa sudah duduk tenang membaca buku sambil memasang headset.
Begitu juga dengan Atta yang seakan sudah larut dalam buku bacaannya.
Adel berjalan menyusuri ruangan perpustakaan, tangannya menyapu deretan buku yang berdiri tegak. Tatapan Adel jatuh pada buku bersampul merah dengan cover minimalis. Sangat cantik dan unik. Sepertinya Adel memerlukan bacaan yang dapat mengusir rasa bosan. Buku komik itu sepertinya cocok bagi kondisi Adel sekarang yang sedang membutuhkan hiburan.
Dengan senyum mengembang, perlahan Adel memegang buku itu, saat tangan seseorang juga berhasil meraihnya.
Mereka saling menahan beban buku agar tetap dalam posisi.
Adel mendongak, mendapati pemuda yang beberapa hari ini sedang menganggu pikirannya. Arkhan.
Dengan perlahan Adel melepaskan genggaman buku itu, begitu juga dengan Arkhan yang mendadak saling lempar pandang. Berpura-pura melihat ke arah lain dan menyodorkan buku itu tanpa melihat. Dengan gerakan yang sama tapi tak serupa.
"Lo aja!" Bahkan mereka mengucapkan kata tersebut secara bersamaan.
"Ini, lo aja."
"Ladies first. Lo aja, gue ngalah."
"Tapikan lo yang megang duluan. Jadi, lo aja."
"Enggak, lo aja. Lagian tujuan utama gue ke sini mau nyari buku pelajaran. Kebetulan tadi ngelihat sampul buku komik yang unik. Tertarik deh buat baca. Jadi, kalau lo mau minjem, ya, no problem."
Buku itu saling bergeser ke kanan dan kiri membuat deretan buku di sebelahnya ikut bergoyang seiring dengan tingkah konyol mereka.
Rak buku tersebut bergerak hingga menyebabkan deretan buku lainnya harus berakhir di lantai. Mendengar ada suara keributan, penjaga perpustakaan pun datang.
"BERSIHKAN GUDANG PERPUSTAKAAN SEKARANG JUGA!"
Penjaga perpustakaan tersebut menghampiri Arkhan dan Adel, bukannya basa-basi terlebih dahulu malah langsung berkata demikian, ia langsung mengeluarkan senjatanya. Penjaga itu memang terkenal galak. Bahkan murid di sana menjulukinya sebagai 'Nenek Gayung'. Penyebab utama kondisi perpustakaan selalu sepi.
Teriakan itu membuat Adel dan Arkhan langsung kebingungan mencari gudang perpustakaan untuk melaksanakan tugas.
***
Banyaknya buku berserakan yang berdebu, sarang laba-laba menghiasi setiap kali mata memandang, kursi yang patah, meja yang bertumpuk-tumpuk. Adanya beberapa alat elektronik, seperti komputer dengan gaya terdahulu yang mana bagian layar komputer di sisi belakang agak menonjol ke belakang dengan warna sedikit kekuningan lengkap dengan CPU yang sudah rusak.
Adel dan Arkhan berdiri saling adu punggung. Membersihkan buku dari debu lalu merapikannya di atas rak.
Suasana canggung hingga suara batuk memecahkan keheningan itu.
"Lo nggak apa-apa, Kak?" tanya Arkhan khawatir. Ia menoleh lalu melingkarkan tangannya di punggung Adel, menyuruhkan untuk duduk. "Gue bawain air minum dulu, bentar." Tanpa menunggu persetujuan Adel, ia berlari ke arah kantin untuk membeli sebotol air mineral.
Beberapa menit setelah itu Arkhan kembali. Laki-laki itu membukakan tutup botol air mineral yang baru saja ia beli, lalu menyodorkannya pada Adel. "Lo duduk aja. Biar gue yang nyelesaiin hukumannya." Setelah itu laki-laki tersebut berbalik, melanjutkan aktivitasnya.
"Thanks, Ar."
"Oke."
Hening, suasana kembali sepi. Hanya suara meja yang beradu dengan buku.
"Betewe, selamat, ya!"
Suara tersebut membuat Arkhan menghentikan aktivitasnya lalu menoleh. "Siapa?"
"Lo-lah. Siapa lagi coba? Kita di ruangan ini cuman berdua, Ar."
"Gue?"
Adel mengangguk sambil memegangi botol minuman yang ia himpit dengan kedua kakinya. "Lo udah diterima jadi anggota OSIS tahun ini. Selamat ya."
"Oh, itu. Iya, Sama-sama. Makasih, ya."
"Oh, iya, Ar. Lo ikut nggak, lomba lari yang akan diadakan di sekolah ini?"
"Males, Kak. Kalau cuman lari biasa sih gue suka, tapi kalau buat lomba, ya, sorry-sorry aja deh. Kenapa?"
"Nggak apa-apa sih," jawab Adel sambil cengengesan.
"Lo ikut?"
Kali ini Adel tidak bersuara. Ia hanya mengangguk menandakan bahwa Adel mengiyakan pernyataan tersebut.
"Ya udah. Besok aja latihan lari. Gue temenin," balas Arkhan tanpa pikir panjang. Ia mengatakannya seperti tidak ada dosa. Dengan wajah polos yang sangat menggemaskan, ia tersenyum.
Entah, seperti ada sengatan listrik yang menjalar di tubuh Adel. Perasaan aneh. Karena Adel sendiri tidak pernah merasakan jatuh cinta, ia bingung mengartikan perasaan tersebut. Lidahnya kaku, jantungnya berdegup lebih kencang. Dunia seakan berhenti berputar saat menatap senyumnya. Bagaikan dihipnotis, ia langsung mengangguk, menerima tawaran tersebut.
"Pinjem ponsel lo."
"Buat apa, Ar?"
"Nggak apa-apa, Kak. Gue mau pinjem, boleh?"
Dengan segera Adel mengambil ponsel yang ada di saku, lalu memberikan kepada Arkhan. Cowok itu mengambilnya dan mengetikkan sesuatu di dalam.
"Terima, ya. Nomor pin BBM gue."
Setelah mengatakan itu, tanpa basa basi Arkhan memberikan benda pipih tersebut kepada Adel dan berbalik, melanjutkan kegiatan sebelumnya.
Tanpa Arkhan sadari senyuman terbit di mulut Adel. Dengan wajah berseri ia memeluk ponselnya sendiri. Lalu, melihat kontak BBM milik Arkhan dan menatap foto profil cowok tersebut.
Seakan senyuman itu memudar saat melihat Arkhan berpakaian aneh di dalam foto yang berbanding terbalik dengan penampilan rapi yang biasanya ia temui.
Di foto itu menampilkan setengah badan dengan Arkhan memakai jaket Changcuters, hingga terlihat aksesori yang melingkari di lehernya tampak jelas dengan kalung Choker berwarna gelap dan berhias bandul atau taburan paku imitasi yang terlihat garang.
***
Bel pulang sekolah sudah terdengar beberapa jam yang lalu. Adel mengemasi bukunya dengan tampang ceria. Ia ingin segera pulang, hingga terlihat terburu-buru berjalan ke arah parkiran, membuat Ifa dan Atta tampak terheran dengan tingkah laku Adel.
Sesampainya di rumah, Adel langsung merebahkan badanya ke tempat tidur. Menatap langit-langit kamar dengan senyuman nggak jelas seakan bayangan Arkhan terlihat di sana.
Bahkan perempuan itu sudah tidak sabar menunggu hari esok, agar bisa segera latihan lari bersama Arkhan.Tak terasa sudut bibirnya melengkung, membuat senyuman khas orang kasmaran.
"Del! Adel!"
Sontak suara itu langsung membuyarkan pikiran Adel tentang kejadian tadi siang di sekolah.
"Ayah udah carikan guru private buatmu. Lalu, sekalian juga Ayah daftarin khusus bimbingan bahasa Inggris. Supaya nilai Toefl-mu bagus dengan begitu mudah untuk mencari beasiswa."
Deg.
Mendengar suara itu Adel langsung terbangun. Apa-apaan ini? Mengapa pria ini semakin lama malah mengatur jalan hidup Adel?
Adel menoleh, ternyata pintu kamarnya tidak ditutup. Pantas saja dengan mudah Wirya bisa masuk.
"Hah? Guru private? Adel bisa belajar send-"
"Jangan bantah, guru private-mu udah ada di depan. Cepat, siap-siap sana!"
"Kok maksa, Yah? Kalau Adel nggak mau les, gi-?"
"AYAH BILANG JANGAN BANTAH!"
Sedetik setelahnya terdengar suara gubrakan pintu kamar Adel yang sangat keras, hingga membuatnya terpejam karena ketakutan, terkejut dan kaget. Entah, perasaan tersebut seakan bercampur aduk dalam benak Adel. Kali ini Adel hanya mengangguk pasrah tanpa berniat untuk membantah. Apalagi hanya hidup berdua bersama Wirya yang tidak akan pernah habisnya mencari masalah. Atau memang Adel si pembuat masalah?
Adel diam. Dia tetap mempertahankan posisi, menunduk sambil memainkan jari-jemari. Tak terasa buliran bening menetes, dalam hati Adel berucap, "Bunda ke mana?"
***
Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟
10920
AlfinNifla.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro