Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30.

Hari ini adalah hari terakhir masuk sekolah sebelum liburan semester. Setelah tiga hari serangkaian acara perlombaan classmeeting usai, sekarang dilanjut kegiatan penutupan classmeeting.

Arkhan sudah berada di atas pentas. Ia sedang memainkan gitar dengan penampilannya yang memukau. Kemudian disusul suara lagu dari vokalis band-nya.

Gemuruh suara sorak-sorai yang sedang memanggil nama Arkhan, seakan memenuhi gendang telinga Adel saat perempuan itu sedang berdiri di samping pentas. Apalagi status Arkhan—yang mereka ketahui sedang sendiri—membuat pengagum Arkhan secara terang-terangan mengucapkan kata syukur karena sudah putus dengannya. Namun, perempuan itu berusaha tak acuh, bagaimana pun kenyataannya Arkhan tetaplah miliknya.

Adel sebenarnya ingin mengabadikan penampilan Arkhan melalui ponselnya. Namun, status backstreet membuat Adel harus berpikir dua kali agar teman-temannya tidak merasa curiga, sehingga ia mengurungkan niat tersebut. Namun, kening Adel tiba-tiba saja berkerut saat menatap tiga perempuan yang muncul di antara kerumunan. Siapa lagi kalau bukan tim perusuh kelas dua belas IPS tiga. Alessa, salah satu dari ketiganya yang paling heboh. Terlihat dengan jelas Alessa sedang berusaha menarik simpati Arkhan yang sedang bermain gitar di atas pentas. Hal tersebut membuat Adel tersenyum geli saat sikap Alessa yang dibilang murahan hanya sesekali ditoleh tak acuh oleh Arkhan.

Melihat kelakuan Alessa yang semakin menjadi, tampaknya Ifa paham dan segera menarik lengan Adel untuk meninggalkan tempat tersebut.

"Ikut gue ke kantin sebentar, Del!"

***

Beberapa jam kemudian Ifa dan Adel kembali lagi ke tempat itu saat memasuki acara pembagian hadiah lomba. Adel sudah bersiap-siap akan naik ke pentas untuk mewakili timnya mengambil reward. Namun, tiba-tiba saja seseorang menyenggol bahu Adel dan mendahuluinya naik ke atas pentas. Adel mendongak, mencoba mencari tahu siapa orang yang berani berbuat demikian. Ternyata orang tersebut tak lain halnya adalah Alessa.

Adel tertegun saat melihat Alessa dengan bangga memegang piala yang seharusnya diperuntukkan untuk timnya.

"Perhatian semua!" ucap Alessa sambil mengambil mikrofon yang dipegang oleh Atta yang kebetulan sedang menjadi pembawa acara.

"Kalian harus inget dan catet," Alessa menatap Adel, "gue bakalan nyerahin hadiah ini ... yang apa, ya? Mungkin kasian kali, ya? Sampek tim gue relain kalah biar tim dia bisa seneng."

Suasana penonton bertambah ramai. Terdengar suara bisik-bisik tetapi cukup terdengar jelas di telinga Adel. Alessa mengatakannya dengan kepercayaan dirinya yang penuh, sedangkan Adel menegang di tempat. Apa katanya? Kasihan? Adel tidak salah dengar, kan? Secara tidak langsung Alessa menganggap kemenangan tim Adel hanyalah kebetulan. Mendengar hal tersebut, membuat perempuan itu semakin kesal. Namun, seakan tak puas membuat Adel malu. Alessa meraih lengannya dan menuntun Adel untuk naik ke atas pentas, lalu menyerahkan piala dan meminta sie PDD untuk mendokumentasikan momen tersebut. Sebenarnya Adel ingin berontak, tetapi mentalnya tidak terlalu kuat, mengingat tubuhnya sulit dikendalikan saat menjadi pusat perhatian.

Perempuan itu hanya bisa pasrah sambil mendesah panjang saat dipertontonkan oleh banyak orang. Ia menggigit bibir bawahnya dengan salah satu tangannya memegang piala dan satu tangannya yang lain meremas ujung kaos olahraganya dengan kuat.

Adel menoleh, mencari sosok Arkhan—yang ia anggap sebagai pahlawan kesiangan—hingga menemukan Arkhan sedang berdiri menyembunyikan setengah badannya di belakang pentas. Menatap Adel dengan tatapan kosong. Sayangnya keinginan Adel agar Arkhan membelanya, hanya ada dalam list impian. Nyatanya Arkhan hanya diam, tak berdaya, tanpa perlawanan, tanpa pembelaan membiarkan Adel menjadi bahan leluconan di hadapan banyak orang.

Di lain sisi Atta yang melihat hal itu, ia langsung meraih mikrofon dari tangan Alessa dan menyembunyikan tubuh Adel yang sudah bergemetar hebat dari tatapan aneh orang sekitar.

"Bubar! Acara ini selesai!" Hingga suara sorak sorai dan botol minuman bekas melayang dan memenuhi pentas.

***

Adel menangis sejadi-jadinya di kamar mandi, menumpahkan rasa sesak yang daritadi bersarang di dada. Tadi setelah Atta menyelamatkan Adel dan membawanya ke kamar mandi, Atta menitipkan Adel ke Ifa karena Atta harus menyelesaikan urusannya. Bagaimana pun sumber kekacauan tadi itu berasal dari Atta yang membubarkan acara sebelum waktu yang ditentukan. Iya, untuk pertama kalinya proker Osis gagal.

Atta tidak pernah menyesali perbuatannya yang ceroboh, meskipun sebentar lagi akan dimarahi habis-habisan. Menurutnya perbuatan Alessa bisa dikatakan lebih ceroboh bila tidak segera dihentikan. Anehnya mengapa semua bungkam? Seakan tidak ada yang membela korban perundungan yang jelas-jelas sudah berada di depan mata.

Atta berani melakukan hal tersebut, hanya ingin menebus kesalahannya kepada Adel yang telah mengkhianati kepercayaan yang telah diberikan oleh sahabatnya.

Di lain sisi sudah hampir lima belas menit Adel dan Ifa berdiam diri di kamar mandi, hingga sebuah telepon membuat Ifa terperanjat dan menjauhkan badannya ke tubuh Adel, saat menjadikan Ifa sebagai tumpuan di pundak. "Bentar ya, Del. Gue mau angkat telepon dulu."

Adel hanya mengangguk sebagai respons. Kemudian beberapa menit setelah itu Ifa kembali dengan raut wajah yang gelisah. "Del, gue balik dulu nggak apa-apa, kan? Ada urusan di rumah. Sorry, nggak bisa nemenin lo lama-lama,"Ifa membereskan buku paket dan tasnya yang berada di wastafel, "gue cabut dulu ya, Del. Sorry."

Adel mengusap air mata yang mulai mengering di antara pojok kelopak matanya. "Eh iya, Fa. Nggak apa-apa kali. Thanks, ya."

Adel menatap kepergian Ifa hingga menghilang dari sudut pandang.

Keadaan sekolah sudah sepi, hanya ada beberapa orang saja di sana. Adel lupa mengabari Wirya kalau hari ini pulang lebih awal. Dengan langkah malas, Adel melangkah keluar dari lingkungan sekolah.

Beberapa kali Adel menendang minuman kaleng yang ada di hadapannya. Sekolah Adel dengan jalan raya berjarak sekitar 100 M, sehingga ia berniat menunggu angkutan umum di halte bus. Namun, belum sampai Adel ke tempat tersebut tiba-tiba sebuah motor Vespa menghadangnya. Adel mendongak, menatap pemilik motor itu di balik helm tanpa kaca.

"Naik!" ucap Arkhan sambil mengangkat dagunya ke arah jok motor.

Adel sebenarnya ingin menolak. Kejadian beberapa menit yang lalu langsung terngiang di benaknya. Bagaimana Arkhan tak acuh saat Adel dipermalukan di hadapan orang banyak. Namun, seakan dihipnotis saat Arkhan memegang erat pergelangan tangan Adel, hingga perempuan itu menurut.

Hanya keheningan yang menghiasi perjalanan tersebut. Sebenarnya Adel sangat merindukan kekasihnya tersebut. Bagaimana bisa, perasaan jengkel dan sayang mampu bercampur aduk seperti sekarang?

Adel mengaku kalah saat tangan Arkhan menarik dan menyatukan kedua tangannya agar memeluk tubuh Arkhan dari belakang. Seperti ada bunga-bunga yang meletup dengan indah di perut Adel, tak terasa denyut jantung Adel berdetak lebih cepat, hingga terdengar keras dengan bibirnya yang tersenyum tidak jelas.

Amarah yang dari tadi ingin Adel luapkan seketika lenyap saat Adel mempererat pelukannya lalu perlahan meletakkan wajahnya di pundak Arkhan, dan merasakan bagaimana lelaki itu mengelus puncak kepala Adel dengan lembut.

Jika ini mimpi. Tolong siapa pun jangan bangunkan gue, batin Adel sambil memejamkan kelopak matanya sambil merasakan belaian tangan dan parfum Arkhan yang melekat dengan jaket yang sedang dikenakan kekasihnya.

Namun, seketika mimpi indah itu berubah menjadi mimpi buruk saat Adel membuka kelopak matanya, badannya menegang dengan mulutnya yang menganga tak percaya saat melihat Wirya yang sudah bertengkar hebat dengan Arkhan di halaman rumahnya.

Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro