Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29.


Benar kata pepatah, sepintar-pintarnya bangkai disembunyikan, pasti akan tercium juga. Semalam Adel menangis sesenggukkan, hubungan yang selama ini ditutupi dengan rapat, akhirnya terbongkar juga. Semua aktivitas Adel dibatasi. Adel ingat betul, bagaimana Wirya merebut kunci motor dan memarahinya habis-habisan. Sekarang ke mana pun Adel berada, ia harus meminta izin terlebih dahulu kepada ayahnya dan harus diantar-jemput ke sekolah, agar tidak bisa keluyuran ke mana-mana, padahal suatu saat nanti  Adel ingin mengatakan bahwa anak semata wayangnya ini berani berpacaran secara sembunyi-bunyi di belakang Wirya. 

Adel meringis, ketika orang lain yang memberitahukan rahasia itu bukan dirinya kepada Wirya hingga membuat ayahnya bertambah murka. Menurutnya ini adalah hal sensitif, maka dari itu Adel menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan semuanya.

Kalau boleh jujur, Adel memahami keputusan Wirya untuk berbuat demikian. Rasa kecewa, apalagi ayahnya tersebut mengetahui berita itu melalui mulut orang lain.

Mengapa Atta berani mengatakannya tanpa konfirmasi apa pun? Bukankah itu tindakan kriminal saat mencampuri urusan pribadi? Ada hak apa Atta sampai berani melakukan hal tersebut?

Adel mengerjap, membuyarkan lamunannya. Kemudian beberapa menit setelah itu, terdengar suara bel istirahat berbunyi dan disusul suara penghuni kelas meninggalkan ruangan. Sedangkan bangku Atta terlihat kosong, mungkin sedang sibuk Osis hingga izin tidak mengikuti pelajaran. Entah, Adel juga tidak tau. Sejak kejadian kemarin sore, Adel belum bertegur sapa dengannya.

Perempuan itu masih termenung di tempat. Hatinya masih perih, tiba-tiba saja kilas balik peristiwa itu kembali memenuhi kepala. Bahkan tamparan dahsyat Wirya masih terasa nyata di pipinya.

Setetes buliran bening merembes menjatuhi pipi saat Adel menempelkan pipinya di bangku sekolah.

Tubuh Adel tersentak saat mendengar suara seseorang menarik kursi di sampingnya—Di sekolah itu masih menggunakan meja memanjang sehingga sebangku digunakan untuk dua orang dengan kursi masing-masing yang terbuat dari kayu—gerakan refleks, membuat Adel langsung mengusap sudut matanya yang basah.

Sebuah tangan tiba-tiba saja melingkari tubuh Adel. "Sorry, ya, Del," ada perasaan bersalah di benak Atta, semalam temannya itu tidak bisa tidur hanya memikirkan hal ini, "gue terpaksa ngomong ke bokap lo. Gue tau kalau lo dan Arkhan sama-sama masih punya perasaan. Gue nggak mau lo tertipu sama muka polosnya, atau predikat baik yang melekat sama Arkhan,"tiba-tiba saja bola mata Adel berkaca-kaca, "gue ngeliat kemarin saat Arkhan natap lo dengan tatapan beda pas lo tampil, Del. Gue takut lo berubah pikiran dan balikkan lagi sama dia. Mungkin, pikir gue cuman cara itu, cara gue ngelaporin ke bokap lo supaya lo sadar dan nggak kemakan sama omongan Arkhan. Dia itu berbahaya, Del. Percayalah sama gue. Gue sayang banget sam—"

"CUKUP!" potong Adel sambil melepaskan pelukan Atta.

Hati Adel terasa perih, penjelasan Atta semakin membuat Adel muak. Dadanya kembali sakit, ujung mata Adel kembali mengeluarkan buliran bening. Entah kapan ia menangis saat emosinya kembali memuncak, bahkan Adel berteriak sambil menangis histeris lalu berlari kecil ke luar kelas, meninggalkan Atta yang termenung dan mematung di tempat.

"So-sorry, Del!"

Tak terasa sudah lima belas menit Adel berdiam diri di kamar mandi. Perempuan itu segera membersihkan dirinya, menatap bayangannya sendiri yang tampak berantakan dari cermin karena habis menangis. Dengan mengembuskan napasnya kasar, Adel melangkah keluar dari tempat tersebut.

Adel termenung, kakinya mendadak kaku saat mendengar suara seseorang berada di gazebo yang sedang berbicara di hadapan orang banyak. Tampaknya mereka adalah anggota Paskib, mengingat perawakan orang lelaki yang selalu berkepala pelontos menjadi identitas tersendiri. Bukankah waktu istirahat sudah selesai? Sebegitu pentingnyakah sampai rapat di waktu jam pelajaran dimulai?

Adel mengerjap, ia teringat sesuatu. Dengan hati-hati Adel memfokuskan penglihatannya, mengamati tiap wajah yang berada dikumpulan tersebut. Hingga Adel mendapatkan sosok yang sedang dia cari. Arkhan, sama seperti lainnya ia juga berkepala pelontos. Melihat hal itu, Adel sedikit menyunggingkan bibirnya ke atas. Ada getaran listrik yang menyelimuti, sedangkan menatap Arkhan dari jarak jauh, membuat Adel bertanya-tanya, "Lo itu nyata, apa cuman ada dalam halusinasi gue aja sih, Ar?" Bahkan sampai saat ini Adel belum percaya kalau Arkhan adalah kekasihnya.

Mereka itu seperti air dan minyak, seperti air dan batu yang tak akan menyatu.

***

Sudah hampir kenaikan kelas Adel menuruti keinginan Wirya. Diantar-jemput, belajar, berdiam diri di kamar. Melakukan aktivitas yang benar-benar mempenatkan kepala. Tak terasa ujian akhir semester itu telah usai, sedangkan hari ini adalah hari terakhir classmeeting—kegiatan lomba antar kelas sehabis ujian semester.

Adel, Ifa dan tim lainnya sebentar lagi akan memperebutkan juara pertama dalam permainan tarik tambang, sebuah permainan tradisional yang dilakukan oleh dua regu untuk menarik batas tali tengah ke daerahnya masing-masing.

Bola mata Adel terbelalak saat mendengar suara Atta melalui mikrofon yang mengumumkan bahwa XI-IPA 1 melawan XII-IPS 3, berarti dengan kata lain kelas Adel akan bertanding dengan kelas Alessa. Suara tepuk tangan bergemuruh menyambut kedatangan tim Adel dan tim Alessa.

Adel menunduk, ia takut ditatap sedemikian rupa dengan Alessa. Mengingat sudah beberapa kali Alessa berusaha merebut Arkhan darinya. Kemudian beberapa detik selanjutnya Adel mendongak, berusaha menghindari tatapan Alessa dan berharap ada Arkhan yang menyaksikan momen tersebut.

Semenjak Wirya membatasi pergaulannya, Adel merasa semakin jauh dengan Arkhan meskipun hubungan mereka masih baik-baik saja. Namun, tiba-tiba saja bibir Adel melengkung, menerbitkan sebuah senyuman saat Arkhan muncul di antara para penonton. Menatap penuh arti dengan senyuman yang amat Adel rindukan.

Suara peluit dibunyikan, Adel gelagapan saat menyadari perlombaan sudah dimulai.  Adel dan tim tidak menggunakan sarung tangan, sebagaimana tim lawan yang sudah lengkap dengan sarung tangan dan sepatu.

Sepertinya tim Adel membodohi tindakan itu karena tidak mempersiapkan pertandingan ini secara matang. Alhasil tangan Adel terasa sakit dengan telapaknya yang kaki terkena bebatuan. Namun, beberapa menit selanjutnya tim lawan terlihat kewalahan karena sepatu dan sarung tangan yang digunakan menjadi bumerang sendiri saat beberapa kali terjatuh karena licin. Kemudian suara sorak-sorai memenuhi kepala Adel saat kemenangan berada di pihaknya.

Seakan dendam selama ini yang tertanam di dadanya terbalaskan. Ada perasaan lega dalam diri Adel saat melihat wajah Alessa yang penuh kekalahan dan keputusasaan. Namun, seakan Alessa merasa lemah dan tak berdaya, Alessa berjalan menghampiri Arkhan lalu memeluk kekasihnya.

"Ar, aku sedih banget nih. Masak gue kalah tanding sama mantan kamu."

Mendengar hal tersebut, ada air mendidih yang tersulut dalam diri Adel. Apa katanya? Mantan? Seandainya semua orang tahu bahwa Arkhan masih kekasihnya, mungkin ia sekarang sudah menghampiri Alessa dan menyiraminya dengan air peceran. Apalagi memanggil sebutan Arkhan dengan ucapan 'aku-kamu'malah membuat Adel jijik dan ilfiel dengan kakak kelasnya tersebut. Namun, mengapa Arkhan hanya diam dan tidak menolak perbuatan Alessa?

Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro