21.
Sudah hampir seminggu ini Arkhan tidak ada kabar. Adel mengembuskan napas kasar sambil sesekali melirik jam dinding, kurang satu jam lagi les ini berakhir.
Suasana kelas hening, meskipun Pak Haryo dengan semangat menerangkan materi tentang grammer di depan. Jiwa Adel memang berada di tempat tersebut, tetapi raga bergentayangan ke mana-mana. Pikiran tentang Arkhan seakan terus menghantui.
"Adel!" panggil Pak Haryo, "kamu sakit? Ngelamun aja."
Adel menoleh kikuk, ia tersenyum kecut tanpa merespons sambil menggaruk tengkuk yang sebenarnya tidak gatal. Melihat Pak Haryo kembali menerangkan, membuat Adel duduk bersandar pasrah sambil memasang eorphone di kedua telinga dan menyalakan musik melalui ponsel. Menatap pepohonan yang berada di luar, membuat jiwa Adel sedikit lebih tenang dari pada sebelumnya. Kebetulan Adel duduk paling belakang dekat jendela.
Kelopak mata Adel langsung melebar dan segera melepaskan eorphone lalu menegapkan badan saat melihat semak-semak itu bergerak dengan sendirinya. Hal itu justru membuat buku-buku Adel yang berada di atas meja yang tergabung dalam kursinya langsung berantakan jatuh di lantai. Sontak semua orang yang berada di sana langsung membuat Adel menjadi pusat perhatian.
"Maap!" tutur Adel, lagi dan lagi ia terlihat kikuk sambil memunguti buku-bukunya yang berserakan di lantai.
"Adel, Adel ... ya udah. Ayo, kembali fokus belajar," perintah Pak Haryo yang langsung diangguki dengan lainnya.
Adel mengucek bola matanya pelan. Ia menatap lekat-lekat semak-semak tersebut yang tiba-tiba saja keluar sosok di balik. Adel terkejut, mulutnya mengaga saat melihat sosok itu adalah Arkhan.
Dengan segera Arkhan meletakkan jari telunjuk di tengah mulut, bermaksud agar Adel tidak bersuara.
Perempuan itu menurut, untung saja dengan cepat Adel bisa membekap mulutnya sendiri dengan tangan sebelum mulut itu menjerit karena kaget.
Adel memerhatikan gerakan tangan Arkhan dengan teliti, memberikan kode-kode tertentu yang membuat Adel mengangguk karena paham.
Setelah itu Adel langsung membereskan bukunya ke dalam tas dan memberikannya kepada Arkhan melalui jendela, sedangkan Adel mengangkat tangan kanan ke atas, hingga membuat Pak Haryo menoleh kepadanya.
"Iya, Adel, ada apa?"
"Izin ke kamar mandi, Pak."
"Ya, silakan."
Dengan segera Adel berjalan ke kamar mandi, memasuki rumah pribadi tentor ini karena tempat bimbingan les bergabung langsung dari rumahnya. Ternyata di dalam sudah ada Abe yang menunggu, seakan paham terhadap situasi yang terjadi. Abe langsung mengantarkan Adel ke belakang pintu rumahnya.
Adel hanya diam, menurut tanpa berkata apa pun. Setelah pintu belakang berhasil terbuka, di sana sudah ada Arkhan yang menunggunya menggunakan motor vespa dengan banyak stiker di sekujur motor dan helm.
Adel naik di jok belakang dan Arkhan memberikan helm kepada Adel. Perempuan itu langsung memeluk Arkhan dari belakang, mereka saling berhadapan dan tersenyum. Adel sangat merindukan kekasihnya ini.
"Be, thanks ya!"
"Iya, Ar. Tapi harus diinget ya, cuman setengah jam. Pokok dalam tiga puluh menit lagi kalian harus kembali! Gue takut kakek marah."
"Iya, gampang! Bye, jomblo!" teriak Arkhan meninggalkan Abe yang masih terlihat khawatir bahwa sahabatnya itu tidak menepati janji.
***
Udara kota Jakarta malam ini terasa sejuk. Embusan angin terasa masuk ke sela-sela telinga, membuat Adel semakin mempererat pelukannya. Rasa kesal saat seminggu ini tidak ada kabar seakan lenyap dengan perlakuan Arkhan yang lembut padanya.
"I love you!" bisik Adel tepat di depan telinga Arkhan yang membuat cowok itu menoleh dan tersenyum padanya. Sungguh, senyuman itulah yang Adel sangat rindukan.
Entah, sudah hampir sepuluh menit mereka berkendara tidak jelas di atas motor. Arkhan tidak juga menjelaskan ke mana ia pergi tanpa kabar. Padahal Adel benar-benar butuh penjelasan darinya. Namun, lagi-lagi ia terlalu gengsi bila harus memulai percakapan. Perempuan itu takut, penjelasan yang terlontar dari mulut Arkhan akan membuat hatinya kembali sakit, saat kali ini sudah berangsur membaik.
"Del!" panggil Arkhan.
Mungkin Arkhan mau bercerita, batin Adel.
"Iya?" jawabnya lembut.
"Denger suara kodok, nggak?"
"Hah?"
"Itu perutmu bunyi."
Bluuush kata-kata Arkhan langsung membuat Adel tersipu malu, ternyata perutnya yang lapar ketahuan juga.
"Makan, yuk! Mau makan di mana?"
"Terserah aja. Aku ngikut!"
"Restoran terserah nggak ada, Del. Ke mana?"
"Okelah, di pinggir jalan situ aja!"
"Yakin?"
"Iya."
"Okis!"
"Maksudnya okis?"
"Singkatan dari oke siap!"
"Singkatan yang aneh!" ucap Adel sambil tertawa terbahak-bahak, entah lelucon seperti ini, tawa seperti ini yang sangat ia rindukan. Adel seperti pulang dari perjalanan panjang saat bersama Arkhan. Cowok yang selama ini ia cari. Adel mengagumi segala hal yang berhubungan dengan Arkhan.
***
Abe mondar-mandir bagaikan setrikaan yang sedang panas. Sudah hampir sejam mereka belum pulang, sedangkan bimbingan ini sudah berakhir setengah jam yang lalu.
Pak Haryo terlihat bingung saat melihat anak didiknya yang tiba-tiba saja menghilang. Ia terlihat semakin keriput dengan mulutnya yang terus mengomel tidak jelas.
Beberapa kali Abe mencari alasan agar Pak Haryo tidak menelopon Wirya-ayah Adel-sambil terus mencoba menghubungi Arkhan yang masih tidak aktif. "Sial!"
Pak Haryo sudah mencari ke segala tempat yang ada di rumah ini. Namun, perempuan itu benar-benar tidak ditemukan. Apalagi melihat motor Adel yang masih bertengger setia di parkiran rumahnya, menyakinkan Pak Haryo bahwa gadis tersebut masih berada di sekitaran sini. Hingga Pak Haryo pasrah, ia menelepon Wirya untuk menanyakan kabar apakah putrinya sudah berada di rumah.
Abe yang melihat kejadian itu seakan mati berdiri, hingga panggilan yang entah ke berapa kali akhirnya tersambung. "Halo, Arkhan! Gawat, lo harus segera balik ke rumah, cepetan!"
Beberapa menit setelah itu Wirya datang ke tempat les dengan ekspresi penuh emosi. Adel dan Arkhan belum juga datang, membuat Abe kebingungan sambil menggigit bibir bagian bawah, tubuh Abe berkeringat hebat dengan suhu adem-panas.
Entah, Abe seakan pasrah dengan nasib sahabatnya. Sekarang Wirya sudah pulang dengan membawa motor Adel yang meminta bantuan terhadap orang lain untuk mengendarai motornya.
Sesampainya Wirya di rumah yang tidak sengaja melewati pintu kamar Adel yang terbuka. Pria itu mengintip anaknya yang ternyata sudah tidur berbaring di kamar tidur. Emosinya sedikit mereda, ia mendekati anaknya. Memasuki kamar Adel yang membuat putri tercintanya terbangun.
"Ayah, udah pulang?" ucap Adel seperti khasnya orang yang bangun tidur.
"Sejak kapan kamu tidur? Bukannya kamu les?"
"E-em anu, Yah. Tadi aku nggak enak badan. Jadi pulang duluan."
"Pulang sama siapa? Kenapa nggak izin dulu ke Pak Haryo? Tadi Ayah barusan dari sana, ambil motormu."
Deg, betapa Adel merutuki kebodohannya. Ia lupa bila berangkat tadi menggunakan motor. Sebenarnya setelah Abe menghubungi bahwa Wirya marah-marah di tempat les, Adel meminta Arkhan untuk membawanya pulang ke rumah. Katanya bila kita kembali ke tempat tersebut waktunya tidak akan cukup. Inilah jalan satu-satunya, berpura-pura sakit dan terpaksa harus berbohong demi melindungi dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya Adel berani berbohong kepada Wirya.
"Iya, Yah. Mana sempet, keburu badanku limbung. Tadi aku naik Ojol, Yah!"
Setelah mengatakan itu, Wirya langsung berbalik. "Ya, udah. Istirahat!" Melangkah pergi dari kamar Adel hingga menghilang dari sudut pandang.
Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro