13.
***
Atta dan Ifa berjalan ke koridor kelas IPS yang berada di belakang sekolah. Dengan membawa setumpuk buku LKS sejarah. Atta yang menjadi ketua kelas, diperintahkan Sarah sebagai guru sejarah lintas jurusan yang mengajar di kelas XI-IPA 1 supaya tugas yang diberikan, dikumpulkan di kelas X-IPS 3.
Kebetulan guru tersebut tidak bisa hadir karena sedang mengawas ulangan harian di kelas sepuluh. Atta yang melihat Adel sedang tidak mood seharian, memaksakan dirinya untuk mengajak Ifa. Untung saja perempuan itu mau, biasanya akan menolak mentah-mentah karena gadis itu tipikal anak uringan bila diajak tidak sesuai keinginan.
Sepanjang lorong kelas IPS terlihat sepi, tetapi di dalam kelas terdengar berisik hingga memekakan telinga. Kelas IPS tiga melewati kelas IPS satu. Tidak sengaja, Atta melihat ke arah kelas tersebut melalui kaca jendela, lalu melihat ke meja guru yang ternyata kosong. Atta mengembuskan napas kasar sambil memutar bola matanya.
Pantas saja kelas tersebut ramai, ternyata tidak ada guru yang sedang mengajar. Pandangan Atta berhenti di bangku paling belakang. Matanya menyipit memastikan sesuatu bahwa itu benar adanya, lalu sedetik kemudian Atta menepuk pundak Ifa secara beruntun.
"Apaan sih, Ta? Main pukul aja. Gue tonjok, mampus lo!" elak Ifa kasar sambil membenarkan tumpukan buku yang hampir jatuh karena ulah Atta.
"Maaf, maaf ... lihat, Fa. Kurang ajar emang, tuh, bocah!"
"Apanya, Ta?"
"Itu, Fa. Lihat! Bocah itu lagi berduaan sama cewek."
"Apanya? Siapa yang berduaan? Kalau ngomong itu yang jelas, Atta," geram Ifa dengan mengepalkan telapak tangan kanannya sambil tersenyum kecut.
"Duh, itu!" Atta merangkul tubuh Ifa sambil mengarahkan jari telunjuk tangan kirinya ke bangku paling belakang melalui kaca jendela, sedangkan tangan kanan ia gunakan untuk memeluk LKS.
Ifa yang melihat peristiwa tersebut langsung terbakar emosi. Matanya melotot dengan dada yang tertarik ke atas. "Kurang ajar tuh anak! Jadi itu penyebabnya dia ngilang dan bikin Adel sampai murung seharian di kelas, hah? Enggak guna banget Adel nangisi bocah kayak dia!"
Untung saja langkah Ifa berhasil Atta cegah. Kalau tidak, ia yakin seratus persen Ifa akan masuk ke dalam kelas tersebut. Lalu, melabrak gadis yang sedang duduk di meja bersama Arkhan yang duduk di kursinya. Mereka berdua terlihat bahagia, tertawa seakan dunia memang miliknya.
"Sabar, Fa. Tenang dulu. Percuma lo labrak dia. Bukannya masalah selesai yang ada lo bakal diseret ke ruang BK. Kita bilang aja ke Adel kalau Arkhan itu udah punya cewek. Beres, kan? Lagian Adel memang bukan siapa-siapanya Arkhan. Kalau lo ke sana dan labrak dia. Lo sendiri yang malu. Karena apa? Itu haknya Arkhan. Selama dia belum jadian sama Adel, dia bebas dekat sama siapa aja. Udahlah, daripada ngurusi cowok nggak jelas kayak dia. Mending kita pergi, ngumpulin LKS ini ke Bu Sarah."
"Ta-tapi kasihan Ad-"
"Udah. Ayo, Fa!"
Atta menarik lengan Ifa secara paksa. Membuat Ifa mau tidak mau harus meredam amarahnya. Lagi pula yang diucapkan Atta benar. Marah tidak akan menyelesaikan masalah.
***
Lima puluh panggilan dan empat puluh chat masuk memenuhi layar ponsel Arkhan. Ia baru saja mengaktifkan ponselnya saat semalaman di-charge. Mata Arkhan terbelalak, ia lupa tidak memberi kabar kepada Adel.
"Kenapa, sih?" tanya Risma, perempuan yang kini berada di hadapannya itu sedang duduk di atas meja dan membuyarkan lamunan Arkhan.
"Bentar." Arkhan bangkit, menjauhi perempuan itu. Ia berdiri di samping jendela kelas. Tangannya menyentuh sesuatu, ia sedang menelepon Adel.
"Arkhan!"
Belum juga panggilan itu diterima oleh pemilik nomor tersebut. Suara itu membuat Arkhan terlonjak, takut ada guru yang masuk kelas. Ia segera mengakhiri panggilan tersebut.
"Apa, Ma?" Arkhan berbalik sambil mengembuskan napasnya kasar.
"Ada yang nyariin elo di depan. Katanya mau kenalan."
"Siapa? Gue kira ada guru yang masuk."
"Namanya kalau nggak salah Harris."
"Hah?"
"Eh, Kak Harris."
Mendengar nama tersebut langsung membuat Arkhan menegang, lalu di detik kemudian Arkhan mampu mengembalikan ekspresi wajahnya setenang mungkin.
Sosok yang berdiri di hadapan Arkhan menoleh saat ia sudah sampai di ambang pintu. Menampilkan kecantikan yang luar biasa. Deretan gigi putih dengan gingsul yang tertutupi behel tampak jelas saat ia tersenyum ke arah Arkhan. "Hai," sapanya pelan.
Bukannya menjawab, Arkhan malah terbengong menoleh ke kanan dan kiri, mencari keberadaan Harris yang katanya mencari dirinya.
"Hei, di sini ada orang!" seru Alessa lagi sambil melambaikan kedua tangannya di hadapan Arkhan.
"Oh, iya." Dengan segera Arkhan mengerjapkan kelopak matanya. "Maaf. Siapa, ya?"
"Kenalin gue Alessa," ucap perempuan itu tanpa basa-basi.
Melihat tidak ada balasan dari Arkhan, lantas Alessa langsung meraih tangan Arkhan yang tergantung di bawah. "Lo tampan, lo pasti nggak punya pacar, kan? Karena siapa pun yang berani memikat hati lo akan berurusan dengan gue."
Karena tak ingin berlama-lama berada di sana. Arkhan berniat ingin masuk kelas, tetapi tangan seseorang menghalangi.
"Lo mau ke mana, Ar?"
Melihat tingkah Arkhan yang mencoba menghindar, membuat Alessa geram lalu dengan sengaja Alessa menendang kaki Arkhan agar keseimbangannya goyah. Tak ingin membuang kesempatan, dengan segera Alessa menangkap tubuh Arkhan dalam pelukan.
Setelah itu secara tiba-tiba Harris dan teman-temannya keluar dari persembunyian sambil berteriak, "Cie, jadian sana!"
Tanpa mereka sadari, aksi tersebut direkam oleh dua orang dari jarak jauh.
***
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Semua penghuni kelas bersorak-sorai saat pelajaran berakhir. Adel dengan tampang yang masih bete membereskan barang-barangnya agar masuk ke dalam tas.
Aktivitas itu dihentikan oleh tangan seseorang yang mendadak mencengkeram tangannya dan membuat Adel menoleh mengikuti lengan tangan itu.
"Atta! Apa, sih? Lo bikin gue jantungan," ketus Adel melotot. Amarahnya begitu kentara. Kedua alisnya terlihat menyatu, pertanda bahwa Adel benar-benar bad mood hari ini.
Melihat ekspresi tersebut membuat nyali Atta menciut untuk menceritakan kejadian tadi kepada Adel, hingga suara seseorang dengan gayanya yang memang ketus bersuara dan membuat Adel menoleh ke arahnya.
"Heh, Del. Ternyata Arkhan itu playboy. Ini buktinya." Ifa dengan gamblangnya berbicara seperti itu tanpa memikirkan perasaan Adel yang seharian ini sedang sensitif. Padahal, Atta menahan diri sejak tadi agar tidak menceritakan kejadian itu kepada Adel dan mencari momen pas agar tidak melukai hati sahabatnya.
Adel mengambil ponsel yang Ifa berikan, lalu melihat video itu. Iya, tepat di menit Arkhan yang berada dipelukan Alessa ia termenung. Jiwanya seperti terbang melayang entah ke mana. Perasaan kaget, tidak percaya, seakan menandakan tanya. Mana mungkin laki-laki itu mengkhianati Adel?
"Udah, Del. Bocah ingusan itu emang nggak pantes buat lo. Sayang juga kalau nantinya lo bakal punya pacar pertama kayak dia, kan? Udah deh lo menjauh aja, masih banyak cowok baik di luaran sana." Atta mengelus puncak rambut Adel. Ia berhasil mempengaruhi otak temannya yang masih dilanda kebingungan.
Tidak berhenti di sana. Saat Adel mengambil motornya di parkiran, ia melihat teman-teman Alessa-Rien dan Rawni-terlihat kebingungan.
Menyebut-nyebut nama Alessa yang sedang mencoba bunuh diri dan ... Arkhan.
Iya, Arkhan. Adel tidak salah lagi mendengarnya. Mereka menyebut nama Arkhan pelan seolah berbisik saat menatap kehadiran Adel. Lalu, apa hubungannya Alessa dengan Arkhan?
***
Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟
20920
AlfinNifla
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro