Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11.


"Entahlah, barangkali gue yang terlalu berharap atau emang lo yang lupa, Ar?"

#AdeliaFaranisaAgnii.


.

.

.


Tubuh Arkhan ditendang, wajahnya dipukul bahkan yang lebih parahnya lagi, laki-laki berbadan tinggi tersebut sampai diinjak-injak yang menyebabkan tubuh Arkhan terluka. Tak henti-hentinya darah keluar melalui mulut Arkhan.

Keroyokan tersebut membuat Arkhan tak bisa berkutik, ia pasrah bila takdir akan membawanya pergi. Perlahan pandangan Arkhan buram, hingga semuanya gelap.

Beberapa menit setelah itu terdengar suara sirine seperti mobil polisi yang menyebabkan Budi dan anak buahnya berhenti memukuli Arkhan yang sudah tidak sadarkan diri.

"Kabur! Ada polisi!" seru Budi kepada anak buahnya yang menyebabkan mereka berlarian meninggalkan tempat tersebut.

Saat dirasa sudah aman, Abe muncul sambil tertawa terbahak-bahak saat melihat rencananya berhasil. Iya, benar bahwa itu adalah perbuatan Abe yang menyalakan sirine polisi yang berasal dari suara ponsel miliknya agar mereka-para anak jalanan-bisa pergi. Dengan mudah Abe bisa menyalamatkan Arkhan yang sudah lemas dan tak berdaya. Tatapannya berubah serius saat Abe melihat kondisi Arkhan yang mengenaskan.

"Bertahan, Ar!"

***

Sudah hampir empat tahun Arkhan memasuki dunia PUNK. Komunitas yang terkenal dengan pembuat rusuh dan sumber kriminal kelas bawah yang meresahkan masyarakat.

Siapa sangka, laki-laki sopan dan berprestasi di sekolah seperti Arkhan bisa mengikuti komunitas tersebut?

Iya, sejak kejadian Melly dan Andre yang dipenjara membuat Arkhan merasa frustrasi. Ditinggal oleh kerabat dan teman terdekat membuatnya kesepian.

Berawal dari pulang sekolah yang biasanya di antar mobil kini laki-laki berparas tampan tersebut harus berjalan kaki. Ia sering melihat orang jalanan mengamen di pertigaan lampu merah, membuat jiwa Arkhan seakan tersentuh bahwa hidupnya masih lebih baik dari mereka. Seiring bergulirnya waktu karena hampir setiap hari ia mengamati dan bertemu dengan mereka. Akhirnya, Arkhan tertarik untuk terjun di dalamnya.

"Kita harus balas perbuatan mereka!" Attak bangun dari kursi. Dadanya mulai kembang kempis.

Penampilannya terlihat menakutkan karena sekujur tubuh cowok itu dipenuhi tato dan anting yang membuat telinganya berlubang membentuk cincin yang besar.

"Jangan gegabah, Bodoh!" sergah Badrud maju, salah satu tangannya mencoba menghentikan langkah Attak yang sudah terbakar emosi.

"Sampai kapan kita sabar? Sampai semua kawan kita jadi korban, hah? Gue enggak terima kalau Arkhan dikeroyok kayak gitu!" Tangan cowok itu mengebrak meja sangat keras, membuat Arkhan terbangun dari mimpinya.

Semalam setelah Abe menolong Arkhan dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Beberapa menit setelah diperiksa, Arkhan tersadar. Ia langsung mencari ponselnya yang tergeletak asal di atas nakas saat Abe keluar mencari makan. Kedua orang tua Arkhan tidak bisa dihubungi, membuat Abe sendiri yang harus mengurus sahabatnya.

Tanpa pamit, Arkhan langsung pergi meninggalkan rumah sakit disusul Badrud dengan kecepatan tinggi membawanya ke rumah produksi komunitas yang berada di Bandung.

"Aw!" rintih Arkhan sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Badrud dan Attak menoleh ke sumber suara.

"Lo nggak apa-apa, Ar?" tanya Badrud cemas, ia mendekat dan berhasil membuat amarah Attak mereda.

"Jam berapa sekarang?"

"Jam sepuluh. Kenapa?"

Sontak bola mata Arkhan terbelalak. Ia langsung berusaha bangkit, tetapi dicegah oleh Badrud.

"Lo mau ke mana? Badan lo masih lemes."

"Gue mau pergi. Gue ada janji."

"Gue antar."

"Nggak usah, gue ada janji sama cewek."

"Oke, gue kawal dari belakang. Cuman mastiin lo selamat sampai tujuan."

Tanpa bisa menolak, Arkhan bangkit dan sedetik kemudian ia menoleh ke arah Badrud.

"Apa?"

"Gue, lupa kalau semalam motor gue tinggalin di rumah sakit," ucap Arkhan polos sambil cengengesan.

Di antara kawan-kawannya, hanya Arkhan yang paling muda.

"Dasar anak bontot!" ujar Badrud tersenyum sambil mengacak puncak rambut Arkhan. Ia dijuluki anak bontot karena rata-rata penghuni di sana berumur dua puluhan dengan dirinya yang masih berumur enam belas tahun.

***

Sudah hampir tiga jam Adel menunggu kedatangan Arkhan di depan gang rumahnya. Ia tidak berani kalau Arkhan harus menjemput dirinya di rumah. Takut bila Wirya tahu dan akan menggagalkan rencananya untuk bisa latihan lari bersama cowok itu.

Beberapa kali Adel melihat jam tangan yang melilit dipergelangan tangan. Wajahnya tampak gelisah. Apakah Arkhan lupa kalau ia berjanji ingin menemaninya latihan lari untuk persiapan lomba?

Lima puluh panggilan dengan empat puluh chat yang Adel kirim, tidak ada balasan apa pun dari Arkhan.

Kamu ke mana, Ar? batin Adel sambil menunduk.

Sebentar lagi azan Zuhur berkumandang. Adel mengembuskan napasnya dengan sorot kekecewaan. Ia tak memiliki pilihan lain selain kembali ke rumah.

Sedangkan di lain sisi motor Vespa dengan stiker bergambar tengkorak memenuhi dasar motor kuno tersebut. Membelah kota Jakarta dengan kecepatan tinggi. Perjalanan melewati antar kota membutuhkan waktu kurang lebih empat jam dengan padatnya penduduk.

Terlalu sering bolak-balik Bandung-Jakarta membuatnya sedikit meremehkan hal sepele.

Arkhan mengeluarkan ponselnya, lalu mengumpat saat melihat benda pipih tersebut ternyata mati karena daya baterainya habis.

Disusul suara umpatan Badrud yang membuat Arkhan menoleh. "Ada apa, Bang?" ucap Arkhan asal saat melihat ekspresi Badrud tegang.

"Kita lupa nggak pakai helm. Mana SIM gue belum diperpanjang lagi."

"Hah?"

"Lihat, tuh!"

Badrud mengarahkan dagunya ke depan membuat Arkhan melihat arahan tersebut. Sebuah kendaraan terhenti di pinggir jalan karena polisi sedang bertugas.

"Puter balik, Bang!"

Sayang seribu sayang, saat mereka berhenti ingin memutar motor, kelakuan tersebut ketahuan oleh salah satu polisi yang sedang bertugas di sana, bahkan yang lebih parahnya lagi polisi itu juga membawa motor, membuat Badrud kesulitan untuk terbebas dari kejaran polisi.

Otak licik Badrud berpikir keras tidak seperti biasa. Beberapa kali ia mengintip kejaran polisi melalui spion motor. Badrud memilih melewati gang-gang kecil lalu masuk ke perkampungan warga. Suara ayam terdengar jelas saat Badrud dengan kecepatan tinggi hampir menabrak bapak-bapak yang sedang menggendong hewan peliharaan itu sambil meneriaki dirinya. "Dasar, anak muda zaman sekarang!"

Tawa meledak tak henti-hentinya keluar dari mulut Arkhan dan Badrud, tetapi ekspresi mereka kembali datar saat melihat polisi itu tetap mengejar.

Sedetik kemudian, Arkhan dibuat melongo saat melihat aksi Badrud yang tiba-tiba saja menghentikan motornya dibalik pepohonan saat polisi itu sedang mengikutinya dari belakang.

"Ngapain berhenti? Cari mati, Bang?"

"Lo turun, nyari angkot terus pergi sana. Kasian cewek lo udah nunggu lama."

"Apaan sih. Mana mungkin gue ninggalin lo disituasi kayak gini. Nggak ba-"

"Udah cepetan. Polisinya keburu ngejar."

"Ta-tapi-"

"Lama!"

Badan Arkhan dengan keras terjatuh ke tanah. Badrud dengan paksa mendorong tubuh Arkhan agar segera turun dari motor.

"Thanks, Bang!" ucapnya pelan saat menatap kepergian Badrud dengan kecepatan tinggi.

Beberapa menit setelah itu, motor polisi melewati Arkhan dengan segera cowok itu memasang topi yang terpasang di jaketnya lalu berjalan santai mencari angkutan umum.

***

Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟

15920

AlfinNifla.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro