1.
CAST
Adel
Arkhan
***
"Tuhan itu adil. Dia mengajarkan arti kehilangan, lalu berganti dengan kehadiran."
#AdeliaFaranisaAgnii.
.
.
.
"Baiklah, penampilan terakhir dari regu nomor dua puluh satu, dipersilakan," ucap Atta selaku pembawa acara yang berdiri di dekat pentas. Sedangkan, Adel sebagai penonton berdiri mematung, menyenderkan badannya ke tembok penyangga bangunan sambil melipat tangannya di dada.
Adel menoleh saat merasakan bahu kanan bergerak. Pikirnya, mungkin ada seseorang yang menyenggol.
"Eh, ma-maaf, Kak." Iris pekat milik Adel bertemu dengan lensa gelap milik lelaki yang tidak sengaja menabraknya.
Lelaki itu memakai jaket hitam tebal yang di bagian dada terdapat gambar tengkorak, mengenakan topi sambil membawa gitar. Berjalan dengan wajah yang tertunduk malu menuju panggung. Karena lelaki tersebut sedang mewakili regunya untuk tampil ke pentas.
Mata Adel terus mengamati lelaki tadi, sampai laki-laki itu naik di atas panggung. Ia duduk di atas kursi dan mendekatkan microfon di bibirnya yang dikaitkan dengan penyangga. Membenahi gitar miliknya, agar pas memetikkan sebuah alunan.
Mmm, baby I don't understand this
You're changing, I can't stand it
My heart can't take this damage
And the way I feel, can't stand it
Mmm, baby I don't understand this
You're changing, I can't stand it
My heart can't take this damage
And the way I feel, can't stand it
Mmm, baby I don't understand it
Lelaki itu memulai lagunya, memejamkan mata. Seakan terhanyut dalam untaian makna yang tersirat di dalamnya. Bahkan semua penghuni aula terpaku, menyaksikan penampilan yang sangat memukau.
Girl, you're making it hard for me
Girl, you're making it hard for me
Girl, you're making it hard for me, uh
Girl, you're making it hard for me
Girl, you're making it hard for me
Girl, you're making it hard for me
Ruas jemari yang sangat piawai dalam memetik tangga nada. Perpaduan yang pas antara petikkan nada dengan suaranya yang mampu menggetarkan jiwa. Mungkin, hanya sebagian saja yang mengerti lagu berbahasa barat itu. Namun, hanya mendengarkan instrumen lagu yang bernada sedih, mampu menghipnotis penonton agar larut dalam perasaan.
Mmm, baby I don't understand this
You're changing, I can't stand it
My heart can't take this damage
And the way I feel, can't stand it
Mmm, baby I don't understand this
You're changing, I can't stand it
My heart can't take this damage
And the way I feel, can't stand it
Mmm, baby I don't understand this
You're changing, I can't stand it
My heart can't take this damage
And the way I feel, can't stand it
Mmm, baby I don't understand it
Adel terpaku di tempat. Ia menelan salivanya kasar. Lagu berjudul Changes by xxxtentacion selesai dinyanyikan. Sukses membuat kaum hawa harus merasakan perihnya mata bengkak dengan hidung merah. Suara tepuk tangan menggema setelah sedetik lalu hanya keheningan. Lelaki itu berdiri membungkukkan badannya seolah memberi hormat lalu turun. Berjalan melewati Adel yang masih terpukau.
***
Adel berbelok di sebuah gang yang hanya muat untuk satu mobil melintas. Hari ini pulang lebih awal karena di sekolah terdapat kegiatan penutupan masa perkenalan lingkungan sekolah baru satu angkatan di bawahnya.
Adel turun dari ojek online di sebuah rumah dengan desain sederhana yang menghadap ke arah barat. Rumah itu didominasi warna abu-abu, hitam dan kuning. Di halaman rumahnya dipenuhi tanaman hias yang sangat cantik.
Mata Adel membulat saat melihat semua barang-barang milik Rose berceceran di halaman rumah. Beberapa menit setelah itu muncul seseorang dari balik pintu rumahnya. Ternyata itu adalah Wirya yang sedang menyeret tangan Rose dengan paksa dan mengakibatkan wanita itu menangis tanpa henti.
Tepat saat Wirya mendorong tubuh Rose keluar rumah, Adel langsung menangkap wanita tersebut. Memeluk erat sambil ikut menangis karena terbawa suasana.
"Bun-Bunda mau kemana?" tanya Adel terbata-bata. Menangkup kedua pipi wanita tersebut dengan wajah ibunya yang basah karena air mata.
"Biarkan wanita yang tidak tahu terima kasih itu, pergi! Adel," teriak Wirya dengan kobaran api yang tampak jelas di balik bola mata, bahkan dada pria tersebut sudah naik turun dengan hebat.
Adel menoleh, tetapi Rose semakin erat memeluk dirinya.
"Lepaskan Adel. Pergi! Tunggu surat perceraian dariku, Ros!" Lagi, pria tersebut berteriak, amarahnya sudah tidak terbendung lagi.
"Ayah!" Jelas Adel tidak terima saat mendegar ucapan Wirya yang berkata demikian. Baginya sebuah perceraian itu bukan main-main.
"Lepaskan, anakku, Ros!" Emosi pria itu sudah mencapai puncak. Kemurkaan itu pun datang, Wirya yang sejak tadi hanya mematung di ambang pintu, kini berjalan menghampiri Adel.
Sedangkan perempuan itu menangis sejadi-jadinya saat Wirya melepaskan Adel dari pelukan Rose. "Bun ... Bunda! Nggak mau, Yah. Aku mau ikut Bunda."
Sebuah tamparan dahsyat mendarat di pipi Adel saat ia dengan sekuat tenaga ingin berontak dari tindakan Wirya. Dengan paksa Wirya menarik tubuh Adel agar masuk ke dalam rumah, membiarkan Rose mematung sendirian, memunguti barang-barangnya yang berceceran di lantai dengan buliran bening yang terus mengucur membasahi wajah.
***
Motor Adel melenggak-lenggok melewati kendaran demi kendaran, mengingat waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Mata Adel melebar, ia tak membiarkan kelopak matanya berkedip sedetik pun. Gas berpacu sangat cepat, hingga mampu menerbangkan apa yang dikenakan Adel saat tidak sejalan dengan angin yang melaju.
Tangannya mencengkeram setang motor dengan kuat, lalu membelok melewati perkampungan warga yang masih asyik menikmati sinar mentari. Pandangannya tertuju pada rumah berlapis lumut paling pojok dengan sumur tepat di samping rumah tersebut.
Adel menaruh helm ke spion motor, memarkirkannya ke halaman rumah-lebih tepatnya kantin-yang bergandeng langsung dengan sekolah. Seperti kantin pada umumnya, menyediakan makanan dan minuman lengkap dengan bon yang bisa dibayarkan kapan pun. Ini yang menjadi ciri khas kantin Ibuk tampak berbeda dengan kantin Sekolah saat menjadi akses keluar masuk untuk bebas dari lingkungan sekolah.
Hari ini untuk pertama kalinya Adel bangun kesiangan. Biasanya Rose yang akan menyiapkan segala kebutuhan Adel. Kejadian kemarin masih meninggalkan luka batin yang mendalam. Entah, kenapa Adel tidak terlalu dekat dengan ayahnya. Padahal tadi pagi Adel diberi kejutan dengan dibelikan motor baru oleh Wirya. Namun, tetap saja ia masih terasa canggung mengingat kejadian Rose yang diusir tanpa memberi penyebab pasti dan membuat Adel tambah kesal terhadap Wirya.
Apalagi dulu Adel memang jarang sekali berkomunikasi dengannya. Bahkan Adel sering sekali mendapat teguran dari Rose, karena setiap kali Adel meminta sesuatu kepada Wirya, ia tidak berani melakukannya sendiri. Harus melalui Rose pesan itu bisa tersampaikan.
"Dia Ayah kandungmu, bukan orang lain, Del. Ngapain kamu malu berbicara dengan Ayahmu sendiri?" Suatu waktu obrolan kecil Adel dengan Rose. Ia tersenyum miring. Adel sudah menganggap Rose sebagai teman dekatnya sendiri.
Sekelebat bayangan Rose hadir. Beribu pertanyaan masih menghantui jiwa Adel yang hilang. Hatinya teriris, bahkan Adel tidak pernah berpikir akan menjalani hari ke depan bersama Wirya, lalu kepada siapa nantinya yang akan menjadi pelantara Adel bila ingin berbicara sesuatu kepada Wirya saat tidak ada Rose?
Perempuan itu bergidik ngeri, membayangkannya saja sudah menjadi bencana bagi Adel.
"Mbak Adel, Mbak," panggil seorang wanita paruh baya sedang membawa beberapa bahan makanan yang akan diolah hari ini. "Bengong aja, nanti ke sambet lho." Wanita itu berjalan melewati Adel dan berhasil membuyarkan lamunannya.
Ruang antar dimensi itu menghilang, Adel sudah kembali dari kesadaran. "Eh, iya, ya, Buk!" balas Adel gelagapan.
"Pak Ojak baru saja dari sini, mengecek keadaan anak-anak sudah masuk kelas apa belum," tutur Ibuk, pemilik rumah sekaligus kantin ini yang sedang sibuk memotong sayuran. Ojak adalah guru BP yang sangat terkenal di sekolah ini. Kebiasaannya setiap pagi berkeliling mencari murid yang terlambat.
Sepertinya dewi fortuna sedang bersahabat dengan Adel. Tak terasa ia membuat lengkungan tipis di sana sambil berucap, "Kalau seperti itu mending aku langsung ke kelas, Buk, sebelum ketahuan sama Pak Ojak." Adel bergegas pergi dari tempat itu, melenggangkan langkah hingga badannya menghilang dari sudut pandang.
***
Arkhan yang memiliki tinggi badan 1,74 m sering sekali mendapat teguran karena menutupi pandangan ke papan, sehingga mau tidak mau ia pindah duduk ke belakang dan melihat bangku sebelah Abe yang tidak berpenghuni, hingga Arkhan memutuskan untuk duduk di sana. Ini adalah hari pertama mereka memulai kegiatan belajar-mengajar setelah menyelesaikan rangkaian MOS untuk murid baru.
Abe adalah teman Arkhan pertama kali saat menjadi murid SMA Pelita Bangsa. Ia memiliki tinggi badan 1.69 m dengan sikap kekonyolan yang dimiliki, perlahan Abe mampu merubah sifat ketus yang dimiliki Arkhan.
Berulang kali Abe mengajak Arkhan untuk pergi ke kantin, tetapi pantat Arkhan tidak berpindah posisi sedikit pun, bahkan lelaki itu malah memusatkan pandangan ke papan tanpa berkedip. Mungkin karena takut ada penjelasan guru yang terlewat, sehingga mengabaikan ucapan Abe. Perbedaan sifat yang kentara dengan perbedaan fisik yang terasa berbanding terbalik.
Melihat tidak ada tanggapan dari Arkhan, Abe menoleh. Dengan seksama ia melihat buku catatan Arkhan yang sudah penuh dengan coretan-coretan penjelasan guru tersebut. Tiba-tiba saja bibir Abe tersungging, sebuah ide terlintas di benaknya.
***
Jangan lupa meninggalkan jejak 🌟🌟🌟
7920
AlfinNifla
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro