Epilog
Author's PoV
18 tahun kemudian ...
"Tidak! Tidak tidak tidak TIDAK! Aku tidak mau sekolah! Mereka menyebalkan! Semua orang selalu saja menatap kepadaku! Apa mereka sudah bosan hidup?"
Lelaki itu memekik di depan rajanya sendiri, dan sekaligus seorang ayah dari lelaki itu.
Sang raja menghela napas. Ia tidak menduga kalau anak pertama dari sembilan bersaudara itu sangat keras kepala seperti batu.
Lelaki bersurai biru pudar itu menoleh menemukan sesosok wanita bersurai pirang dengan mahkota ratu menghias atas kepalanya. Ia berlari ke arah Sang ratu dan memberinya hormat. Ia merengut manja di depan ibunya.
"Ibu, Ayah kejam! Dia menyuruhku sekolah!" Lelaki itu memeluk ibu tercintanya. "Aku tidak mau pergi keluar. Banyak sekali yang melihatku."
Sang ratu tertawa lembut. Ia membalas pelukan anaknya sambil mengelus kepalanya. "Ayah tidak pernah kejam padamu. Dia menyuruhmu sekolah agar kau bisa belajar hidup. Adik-adikmu setuju-setuju saja. Masa hanya dirimu saja yang tidak mau sekolah?"
"Aku tidak setuju." Suara seorang lelaki bermanik mata merah yang rupanya adalah pangeran kedua. "Aku sudah sangat pintar karena membaca semua buku-buku pelajaran sekolah yang ada di perpustakaan. Untuk apa aku membuang-buang waktu di sana?"
Sang raja mulai kesal. Tapi, berusaha ia tetap sabar. Pangeran-pangeran di kerajaannya memang biasa seperti ini, keras kepala dan egois.
Sang raja dan ratu dianugerahkan enam pangeran dan tiga putri. Masing-masing mempunyai karakter dan kepribadian yang berbeda-beda. Tapi, mempunyai pendapat yang sama jika menyangkut tentang sekolah.
"Ahh! Sekolah? Kenapa mendengar sekolah rasanya jadi malas, ya?"
Seorang pangeran bersurai pirang itu menggerutu di ruang utama istana. Ia anak ketiga dari sembilan bersaudara.
"Yap, sekolah itu menyenangkan, sih. Tapi, aku tidak suka belajar," umpat seorang putri bersurai hitam panjang, anak keempat dari sembilan bersaudara. Mata birunya menatap sinis dengan senyuman yang mengembang manis. "Dan membuatku sakit kepala."
"Aku lebih suka menggambar di kamar," tutur seorang pangeran berusia 13 tahun sambil menggandeng tangan kembarannya, seorang putri. Mereka anak ke tujuh dan delapan dari sembilan bersaudara.
"Terserah. Aku hanya mengikuti apa yang kakak dan adik putuskan," kata seorang pangeran bersurai panjang hitam tampak tak acuh, anak kelima dari sembilan bersaudara.
"Hahahahahaha!" tawa seorang pangeran bersurai hitam dengan sehelai rambut yang panjang terikat. Ia anak keenam dari sembilan bersaudara.
Hening.
Pangeran itu menjadi pusat perhatian dalam diam. Ia menatap bingung satu per satu termasuk kedua orang tuanya.
"Apa? Kenapa melihatku seperti itu?" tanyanya.
"Minggir, kak! Kakak menghalangi jalanku!" kata seorang putri berusia 11 tahun, anak kesembilan dan terakhir. Rambutnya hitam panjang dan berwajah manis menggemaskan. "Kenapa semuanya berkumpul?"
Sang raja melangkah dan berhenti di tengah-tengah para pangeran dan putri berkumpul tanpa rencana. Ia mengibaskan jubahnya dan berkata dengan lantang.
"Besok, pembimbing kerajaan akan datang untuk mengajar kalian! Tanpa menerima penolakan, kalian harus belajar dan menerima segala yang dia suruh dan ajarkan, karena dia adalah guru kalian!"
Pangeran bersurai biru itu merasa keberatan.
"Tapi, Ayah ..."
"INI PERINTAH!"
Suara Sang raja lebih lantang dari sebelumnya, membuat suasana lebih serius. Dan juga membisukan pangeran dan putri yang memilih menundukkan kepala.
"Karena kami menyayangi kalian semua," tambah Sang ratu membuat kesembilan penerus kerajaan itu melihat ke arahnya.
Sang raja menghampiri ratunya, memberi senyuman. "Usulan ini berasal dari ibu kalian. Kalau ada yang menolak, kalian akan aku daftarkan di sekolah asrama."
Ketiga putri setuju saja akan ada pembimbing kerajaan. Sedangkan para pangeran? Ekspresi mereka dingin.
Sang raja tersenyum kemenangan. Guru pembimbing yang ia maksud bukanlah seorang guru biasa. Seorang guru luar biasa dari orang biasa yang diutus olehnya menjadi seorang pembimbing kerajaan.
Guru pembimbing yang akan menjadikan penerus kerajaan itu maju dan lebih meningkatkan kualitas mereka dalam menjadi seorang bangsawan yang kelak akan memimpin kerajaan.
🎃
Hai juga, Hallow.
Kertas yang waktu dulu kau menuliskan isi hatimu, aku tetap menyimpannya. Di tempat tersembunyi, di mana kau tidak akan bisa menemukannya dengan mudah.
Di akhir tulisanmu, kau ingin menuliskan apa? Aku penasaran. Tapi, sepertinya aku tahu apa yang ingin kau tuliskan di sana. Di terakhir kata dalam tulisanmu.
Aku juga mencintaimu.
Sangat mencintaimu.
Dan kesembilan anak kita, aku sangat bersyukur bisa melihat mereka semua.
Aku sangat menyayangi mereka.
Impian kita terwujud. Melahirkan sembilan anak untuk satu tujuan, bahagia.
Bahagia sekali bisa menjadi ibu mereka.
Bahagia sekali bisa melihat mereka tumbuh besar.
Bahagia sekali melihat kita semua masih bersama-sama.
Terima kasih. Terima kasih banyak.
Kalian semua adalah kebahagiaan yang tidak dapat tergantikan dengan apa-apa.
Sekali lagi, terima kasih banyak.
Pertanda : Mocca Mixolydian.
🎃THE END
Catatan :
Ikut terima kasih juga, ah wkwk! Yap! Terima kasih udah baca cerita fantasy-romance absurd ini. Jika ada kesalahan kata maupun dari tokoh sekali pun, mohon dimaafkan segera😂
Komentar, dukungan, SEMUANYA SANGAT MEMBANTU😘😘 Terima kasiiiiihhhhhh banget!!😂😂
SEASON 2, OII!! TENTANG ANAK-ANAKNYA!!!
Gak ada season-seasonan!! Ini udah tamat! THE END! Saya lelah!!!😂😂 baca tuh! Kalo tetep ngotot pengen lanjutan, bikin cerita baru sana!!😏
Rencananya aku mau publish cerita baru. Ada yang penasaran? Mana ada😓😂
Akhirnya tamat😂
Sampai jumpa lagi di karya anehku yang selanjutnya😋
11 April 2017
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro