Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 6 : Langit

Mocca's PoV

Malam Halloween, kota Mejiktorn, istana kerajaan Mixolydian, tepatnya di salah satu balkon istana.

"Tentu saja, tapi jawaban itu sebenarnya kurang tepat, Mocca."

Aku mengernyitkan alis lantaran bingung oleh kata-kata Hallow. Secara tidak sengaja otakku berpikir keras untuk memahami maksudnya. Sekeras apapun berpikir, aku masih tak bisa memahami semua yang dia ucapkan.

"Jika jawaban itu kurang tepat, kenapa kau mengatakan jawaban yang menurutmu kurang tepat? Kau membuatku bingung," ucapku.

Hallow tersenyum manis yang menurutku tak jelas maksudnya, sedangkan aku yang melihatnya tak merespon ucapanku menatapnya malas. Aku tidak terlalu suka bermain-main, namun kata-katanya tadi masih membuatku penasaran.

Beberapa menit berlalu dan kami berdua hanya bergeming lantaran dia tetap diam tidak menjawab pertanyaanku sedang tersenyum tak jelas sambil menatap mataku. Aku menatapnya dengan tatapan aneh tak tahu maksud.

"Hallow!! Hei!" kataku sambil melambaikan tanganku di depan matanya.

Sepertinya dia sedang melamun. Dia tidak tampak sadar dengan lambaian tangan dan suaraku. Lantas aku menepuk sebelah pundaknya.

"HALLOW!!"

"HA-HAH?!"

Hallow tersentak, menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan layaknya orang yang lagi senam leher, lalu berhenti mengarahku.

Ternyata benar dia baru saja melamun. Tapi melamunnya sambil menatapku sambil senyum pula. Apa apaan itu. Melamun macam apa.

"Kenapa tiba-tiba melamun? Melamun apa menatapku, sih?? Kau sama sekali tidak mendengarkanku!" kataku dengan nada kesal.

"Maafkan aku. Bukannya aku tidak mau mendengarkanmu. Hanya saja, mata biru gelapmu tampak terang jika saat malam seperti ini. Mataku seakan melihat ada sepasang bintang yang bersinar dalam matamu. Ahh bukan, lebih tepatnya matamu mengingatkanku pada langit malam yang bertabur bintang. Seperti pada malam Halloween ini," jawab Hallow padaku, lalu mengalihkan diri ke depan memegang tiang balkon, menengadah ke atas langit. "Lihatlah di atas sana."

Aku yang masih bingung hanya mendengarkan seksama dan mengikuti apa yang Hallow suruh, ikut menengadah ke atas langit. Pada saat aku melihat langit malam, mataku membelalak karena tertegun sekaligus kaget.

Langit malam bertabur bintang seperti yang Hallow katakan. Tidak, menurutku bintang-bintang di atas langit sana berjumlah lebih dari sebanyak yang orang-orang hitungkan pada umumnya. Bintang-bintang kecil bertabur cantik dan bersinar seperti kristal-kristal kecil. Membayangkan mataku terlihat seperti langit malam berbintang, apa tidak terlalu bagus? Hallow ada-ada saja. Tidak ada mata bercorak seperti itu, terlalu indah.

"Pfff!"

Lama aku memandang langit, tiba-tiba saja ada hasrat aneh yang membuatku ingin tertawa kencang. Aku ingin sekali tertawa, tidak jelas tertawa untuk apa. Tidak pandai menahan tawa, maka aku berhenti menengadah dan tertawa lepas sambil memegang jidat. Tawa yang cukup terbilang keras dan panjang, seperti Hallow pernah menertawakanku sebelumnya. Kini giliranku yang menertawakannya.

"Hahahaha!!"

"Mocca?"

Dia menatapku heran sekaligus kebingungan melihatku tiba-tiba tertawa tak jelas. Ekspresi kebingungan Hallow itu malah semakin mengundangku untuk terus tertawa.

"Ke-kenapa kau tertawa? Mocca, apa yang kau tertawakan? Mocca, tolong jawab aku jangan tertawa terus! Mocca!"

Karena kasihan melihat Hallow terlihat panik karena tidak tahu apa yang sedang aku tertawakan, aku merendahkan hasrat tertawaku dan setelah benar-benar tidak tertawa lagi, aku menjawab pertanyaannya.

"Mataku tidak seindah yang Tuhan lukiskan untuk langit siang ataupun malam. Coba kau lihat langit di atas sana sekali lagi. Kemudian bandingkan dengan mataku. Jauh perbedaan sekali, Hallow. Langit jauh lebih indah. Tidak dengan mataku, hanya berwarna biru dan tidak ada taburan bintang sama sekali. Kau benar-benar salah menyamakan mataku dengan langit," jawabku.

"AKU TIDAK SALAH!" pekik Hallow langsung membuatku terkejut. Mata biru langit siang itu menatapku penuh keseriusan. "Ada bintang di matamu. Mungkin hanya aku saja yang bisa melihat bintang di mata biru gelapmu yang mirip sekali dengan warna langit malam. Kalaupun kau tetap menganggap kata-kataku ini adalah salah, aku akan tetap bersikeras mengatakan bahwa matamu itu punya bintang yang lebih bersinar dibandingkan dengan yang ada di langit sana!"

Mulutku kelu setelah mendengarkan perkataan Hallow padaku. Aku merasa mulai mengerti maksud dia mengatakan itu dengan perjuangan lantaran aku yang sering sekali tidak paham dengan segala yang dia katakan. Sekarang aku paham, mengerti, jelas, dan itu membuatku kehilangan kosakata seakan aku tak pernah belajar bahasa.

Hallow lagi-lagi melangkah bermaksud mendekatiku lagi. Sedangkan aku berjalan mundur, kemudian dia berjalan maju, aku pun mundur lagi, dia pun maju lagi, mundur lagi, maju lagi, mundur, maju, dan seterusnya sampai belakang tubuhku menabrak dinding. Akh kepalaku.

Sial aku terjebak. Harusnya aku lari bukannya mundur dan malah bertumpu pada dinding. Aku membuang pandangan, namun sialnya Hallow memegang sebelah pipiku dan memaksaku untuk menatapnya. Sebelah pundakku tengah dicengkram olehnya. Jahat. Aku tidak bisa kabur ke mana-mana jika ditahan seperti ini. Apa yang akan dia lakukan padaku? Aku mulai berkeringat.

Dia menyingkirkan beberapa helai rambut yang menghalangi sebelah mataku, menenggerkan helai rambut yang dia singkirkan ke belakang daun telingaku. Menatap mataku begitu lama, hampir tak ingin berkedip sama sekali.

"Aku tidak salah sama sekali. Kini aku punya dua langit. Langit dari Tuhan dan langit darimu yang Tuhan berikan. Benar-benar ... indah."

Hallow tersenyum, bukan tersenyum bego, mesum, ataupun melamun, melainkan tersenyum menawan. "Hei, kau menumpukkan banyak pertanyaan dariku. Terutama lamaranku padamu. Juga senandunganmu yang merdu. Kau boleh jawab lamaranku sekarang, nanti, besok, atau besoknya lagi. Selama kau mau tinggal di sini. Dan jika aku boleh tebak, apa kau menyenandungkan lagu ulang tahun itu untuk dirimu sendiri?"

Aku mendengus. Menatap matanya dengan perasaan antara ingin dan tidak ingin, aneh sekali. Pada awalnya, aku bisa menatap matanya tanpa ada keraguan dan percaya diri. Tapi sekarang, rasanya aku tidak sanggup jika terus melihat matanya terus-terusan, seolah mataku akan terbakar jika ini masih lama berlanjut. Maunya ingin melarikan diri saja.

"Ha-hari Halloween adalah hari kelahiranku juga," jawabku setelah beberapa menit terdiam beku dalam tatapan.

Hallow membelalakkan sedikit matanya, tampak terkejut. Setelah itu dia kembali tersenyum hangat. Sebelah tangannya memegang belakang kepalaku, merasa kepalaku terdorong oleh pegangannya, dan tidak lama sesuatu yang lembab juga lembut mengenai keningku.

Dia mengecup keningku. Sensasi aneh itu berlalu singkat namun jelas, dia benar-benar mencium bagian tengah dahiku. Aku membelalak terkejut dengan apa yang dia lakukan.

"Happy birthday My love, Mocca."

Beberapa kali mataku mengerjap-ngerjap, lantaran antara gelisah dan takut bahwa ini hanyalah mimpi sialan yang sama sekali tidak pernah aku mimpikan dalam mimpiku. Hallow tersenyum lebar, memperlihatkan gigi-giginya yang tumbuh putih dan rapi. Dia menarikku ke dalam dekapannya. Lalu membisikkanku dua buah kata di sebelah telingaku.

"Aku mencintaimu."

Aku lantas mendorong tubuhnya untuk menjauh dariku, sukses membuatnya melepaskan pelukannya dan terlangkah mundur beberapa langkah. Dia terlihat kaget sekali atas perlakuanku tadi. Aku tidak peduli. Aku ingin menghindar.

Aku melihat reaksinya sebentar, berjalan was-was menuju pintu balkon, dan tanpa meninggalkan kata-kata satu pun, aku berlari kencang masuk ke dalam, meninggalkan Hallow tengah menatapku bingung dan mencegahku pergi, namun aku tidak peduli dengannya dan terus berlari. Melewati banyak tiang istana yang tebal bercat putih biru bermotif kotak-kotak dan beberapa pintu coklat yang tertutup.

Takut Hallow akan mengejar dan menemukanku, aku memutuskan untuk masuk secara asal ke dalam satu ruangan. Masuknya aku ke dalam ruangan ini, aku mencium berbagai macam aroma sedap dan ... gosong?!

"A-aku benar-benar melarikan diri," ucapku dengan napas yang tersenggal-senggal lantaran habis berlari. "Tapi .. kenapa? Kenapa aku berlari? Kenapa aku kabur?"

Aku menoleh ke arah sebuah cermin yang melekat pada dinding. Melihat diriku sendiri yang masih mengatur napas. Kakiku melangkah ke cermin tersebut. Menyentuh cermin itu tepat mengenai bayangan wajahku. Mataku yang terbilang seperti langit malam. Wajahku seketika memerah. Jantungku kian berdegup cepat.

Inikah yang namanya ...... Sakit jantung?

PRANG!!

Sesuatu dari logam yang jatuh membuatku terkejut, menolehkan kepalaku ke arah sumber suara yang mengejutkanku.

Sebuah loyang dari logam telah berada di meja pelaratan memasak. Loyang itu berisi segumpal benda gosong. Di samping loyang tersebut terdapat satu mesin kue panggang yang bisa dikatakan sebagai oven.

Tidak salah lagi, ini di ruang dapur.

"Ah, gosong lagi! Aku tidak bisa memasak makanan penutup yang seperti ini! Aku menyerah!! Aku tidak bisa memasak tanpa menggunakan sihir!!"

"Hei! Semua itu perlu proses! Sesuatu yang berhasil pasti selalu diawali oleh kegagalan. Coba lagi! Kau mau kena pukulan alat penggorengan Raja Hallow? Dia sudah baik memberikanmu pekerjaan! Ayo! Buat lagi dari awal! Kali ini aku yang akan melihat apa saja kesalahanmu selama ini."

"Kesalahan terbesarku adalah memilih bekerja di sini!" Gadis yang berambut panjang coklat terang berikat dua mencabut topi yang biasa digunakan untuk para koki saat sedang memasak itu ke meja dengan kasar. "Aku berhenti!!"

Gadis dengan warna rambut yang sama, namun seluruh rambutnya diikat di sebelah kanan kepalanya saja, menahan temannya itu dengan cara mencengkram tangan.

"Kau tidak boleh berhenti! Yang Mulia Raja membutuhkanmu!"

"Masa bodoh! Aku mau berhenti! Aku mau pulang!!"

Mereka ribut sekali, karena penasaran aku memutuskan untuk menghampiri kedua gadis berpakaian seorang koki, namun memakai rok sepanjang mata kaki berwarna hitam, dan di depan baju mereka terdapat celemek putih sampai menuju lutut.

Mereka berdua kembar identik.

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro