Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 58 : Debat (2)

Mocca's PoV

Di ruang makan istana.

"Cukup!" jeritku tidak tahan lagi dengan perdebatan ini. "Kalau kau ingin punya sembilan atau lebih dari itu, kau carilah wanita yang lain! Kau tidak tahu, seorang ibu perlu keberanian dan kekuatan lebih dari 100% untuk melahirkan seorang anak. Karena kau adalah laki-laki, kau tidak bisa mengerti soal itu!"

Hallow juga beranjak dari kursinya. Dia ingin menghampiriku, tapi aku menunjukkan jari telunjukku padanya dengan bentakan, membuatnya tidak dapat mendekatiku.

"Berhenti di sana. Jangan dekati aku," kataku seperti memerintah. Padahal dia raja, yang paling berkuasa dalam hal memerintah. Aku tidak peduli.

"Mocca, kau berpikir jika melahirkan banyak anak, nyawamu mudah terancam?" Pertanyaan Hallow membuatku terkejut. "Tidak. Kau akan baik-baik saja. Itu tidak akan terjadi padamu, karena kau adalah wanita yang kuat."

Aku menggigit bibirku. Hallow tahu maksudku, tapi bukan berarti aku sayang dengan nyawaku dan bukan berarti aku tidak sudi melahirkan banyak anak. Akan tetapi, kenapa hatiku merasa resah? Aku merasa masih tidak setuju dengan keinginan Hallow.

Hallow perlahan berjalan mendekat. Aku masih siaga agar dia tidak bisa dekat-dekat denganku. Tapi, percuma saja aku mencegahnya agar tidak mendekat, dia berhasil menarikku ke dalam pelukannya. Aku meronta-ronta untuk melepaskan diri dari jeratan ini. Tapi percuma saja, tenaga Hallow jauh lebih kuat.

"Lepaskan!" suruhku sambil mencubit bagian pinggangnya. "Lepaskan aku, bego!"

"Kau akan baik-baik saja. Kau dan semua anak kita nanti. Percayalah," kata Hallow berbisik di telingaku. "Mocca, aku yakin kau bisa melakukannya. Untuk kita, untuk anak kita, dan untuk kebahagiaan semua orang yang akan tahu nanti."

Aku tidak menjawab. Kebingungan kini melanda pikiranku. Jawabanku masih kosong. Hallow sudah meyakinkanku, tapi aku masih saja tidak yakin.

"Mocca, kau dengar aku, kan?" tanya Hallow yang kujawab dengan anggukan kecil. "Jadi, apa jawabanmu? Kau mau kita punya sembilan penerus kerajaan?"

Aku tetap tidak menjawab. Hallow mengelus rambut panjangku dengan lembut. Dengan sabar dia menunggu jawabanku. Aku tidak akan menjawab dulu pertanyaan itu, karena aku masih tidak menemukan jawabannya.

"Oh iya! Kalau anak pertama kita perempuan, kau mau menamakan dia apa?" tanya Hallow memecahkan keheningan ruang makan.

"Gloresa," jawabku dengan lirih. "Atau Locca."

Hallow semakin mengeratkan pelukanku sambil terkekeh senang. Dia mendengar jawabanku.

"Nama yang indah. Kalau laki-laki?" tanya Hallow lagi.

Aku sedikit berpikir lama. Namun akhirnya aku mendapatkan jawaban.

"Aku bingung kalau merangkai nama laki-laki."

Hallow tertawa. "Baiklah, kita bagi tugas. Kalau anak yang perempuan, kau beri dia nama. Kalau anak yang laki-laki, aku yang akan beri dia nama. Bagaimana?"

Aku tersenyum di dalam pelukannya. "Tapi, kita berdua harus mendiskusikannya sekali lagi. Aku takut kalau kau tidak setuju dengan nama yang kuberikan."

"Baiklah jika itu yang terbaik bagi mereka nanti," balas Hallow.

Kami terdiam lagi. Tapi tangan Hallow tidak berhenti mengelus rambutku. Rambutku sudah tumbuh sekitar selutut. Aku ingin memotongnya menjadi setengah punggung, tapi Hallow tidak memperbolehkanku. Katanya, dia lebih suka melihat rambut panjangku yang sekarang. Aku pun tidak jadi memotong rambutku, lagi pula aku juga suka rambut panjang.

"Aku tidak sabar," kata Hallow membuatku penasaran.

"Tidak sabar apa?" tanyaku.

"Tidak sabar melihat anak-anak kita nanti," jawab Hallow membuatku menyungging senyum geli.

"Hahaha! Aku belum mengandung anak pertama, kau sudah lebih dulu memikirkan bagaimana wajah mereka," tawaku.

"Tapi, kita sudah merencakanannya untuk malam ini, kan?" bisik Hallow membuat pikiranku melayang ke mana-mana. Dasar Hallow.

"Jangan membuat pikiranku tercemar, Hallow," kataku membuatnya tertawa lepas.

"Kalau pikiranmu tidak tercemar, kau tidak akan bisa melakukannya denganku."

"M-melakukan apa?"

"Itu, lho!"

"Hallow mesum!"

"Harus. Kau juga."

"Aku tahu, tapi pembicaraan ini terlalu memalukan!"

Hallow kembali tertawa. Dia melepaskan pelukannya dan mengecup dahiku.

"Aku tanya sekali lagi. Kau setuju dengan kita akan memiliki sembilan penerus kerajaan? Atau masih tidak?"

Diam menjadi jawabanku atas pertanyaan itu. Kalau aku tidak menjawab, harusnya Hallow tahu kalau aku sedang tidak ingin diberikan pertanyaan itu.

Begitu mengagetkan, Hallow tiba-tiba mencium bibirku. Berusaha menguasaiku, dia mengunci tubuhku dengan cara memegang wajahku dan menahan punggungku agar aku tidak bisa menjauh. Terlalu dalam, menyantap tidak sabaran. Merasakan rasa manis baginya, sedangkan aku hanya bisa memilih satu pilihan, yaitu membalasnya. Lama kami berciuman, akhirnya Hallow melepaskan ciuman ganasnya. Napasnya terengah-engah dengan wajah yang merona. Sebentar dia mengontrol napasnya kembali sedikit normal, dia lalu menggendongku tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menggendongku sambil melangkah keluar dari ruang makan lalu sampai di kamar.

Dia meletakkanku lembut penuh kehati-hatian ke kasur sambil menatapku lekat. Sesudah itu dia menghampiri pintu kamar dan menguncinya. Di kamar yang redup oleh penerang cahaya bulan di luar, setengah sanggup aku melihatnya sedang melucuti jas dan kemejanya dengan datar. Begitu sudah, aku menenggak salivaku penuh susah payah melihat dia melepas satu kancing celana panjangnya. L-lalu ...

Aku langsung menutup kedua mataku bersamaan kedua tangan menutup wajahku. Seumur hidup aku tidak pernah mau melihat orang yang tidak memakai busana! Meskipun dia suamiku, tetap saja ini memalukan bagi seorang perempuan yang melihatnya. Apa aku belum siap?

Kasur yang kutempati terasa tertindih oleh seseorang di sampingku. Sebuah tangan yang hangat menyentuh punggung tanganku. Rasa geli muncul membuatku membuka wajah. Dan aku refleks terkaget-kaget melihat wajah Hallow berada tepat di depan wajahku. Dia duduk di sampingku. Dengan keadaan telanjang ... dada. Apa dia tidak jadi melepas celananya?

Mata biru langit siang itu terlihat mengkilap dan tajam memancarkan kehausan akan sesuatu. Tangannya bergerak nakal menuju tali bajuku. Perlahan jari-jarinya bergerak menjepit tali itu lalu menariknya dan terlepas. Tanpa tali simpul itu, aku tidak dapat memakai baju tidur ini dengan sempurna. Aku ingin mengambil tali itu darinya, tapi dengan tanggap dia menangkap tanganku lalu menciumnya.

"Mocca, aku mencintaimu."

Jantungku berdebar maksimal ketika dia mengatakan itu dengan tatapannya yang sangat menggoda. Mendadak dia mengejutkanku lagi dengan ciumannya sambil mendorongku jatuh ke kasur. Sedikit namun jelas aku mendengarnya mengerang. Lama setelah itu, dia menyentuh bagian-bagian yang lain. Ketika rasa sakit membuatku merintih kesakitan, dia memelukku dan berbisik mengatakan untuk tetap bertahan sampai akhir. Kesakitan itu perlahan memudar seperti luka yang disembuhkan oleh waktu. Hingga akhirnya kami terlelap.

Pagi pun muncul membawa hari baru. Aku bangun dari tidurku dan lantas terkejut melihat pakaianku dengan Hallow berada di bawah lantai. Aku memeluk diriku sendiri dengan perasaan malu yang luar biasa setelah aku mengingat kejadian malam itu.

Sebelum Hallow bangun dan bisa saja dia menyerangku lagi, aku beranjak dari kasur, cepat-cepat mengambil handuk dan pakaian, kemudian melesat ke kamar mandi.

🎃

Setiap pagi aku pergi ke rumah kaca untuk menyiram tanaman obatku. Kadang aku meracik tanaman obat di ruanganku dan menjadikannya sebagai obat yang nanti bisa digunakan untuk orang sakit. Obat-obatku sangat berguna untuk rakyatku yang membutuhkan obat. Aku senang bisa membantu mereka.

Selain Hallow yang memiliki ruang kerja, aku juga mempunyai sebuah ruangan yang dapat mengasah kemampuanku, mengolah obat. Untuk Hallow, aku membuat obat penambah nafsu makan. Kadang, Hallow mendadak tidak nafsu makan. Ternyata kebiasaan buruk itu belum sepenuhnya hilang. Jadi, aku membuatkannya obat dan menyuruhnya meminum obat itu secara rutin. Jika tidak mau minum obat, ancamannya adalah disuntik.

Setelah kejadian malam itu dengan Hallow, aku pikir tubuhku tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Sebaliknya, tubuhku terasa lebih segar dan ringan. Rasa sakit yang beralih nyaman itu telah selesai dijalankan pada jam tidur itu. Aku bingung kenapa cara memalukan itu bisa menghasilkan anak.

Aku membalikkan badanku ke belakang begitu merasakan ada seseorang di belakangku. Dia berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan. Ketika aku berbalik, dia mendadak tidak bergerak dari posisinya. Terkejut melihatku.

"Apa, ya?" sarkasku.

Hallow tersenyum geli. "Sekarang, kau bisa membaca gerakan orang yang akan menghampirimu. Aku ingin memelukmu. Boleh?"

"Tidak," jawabku singkat tanpa penjelasan. Hallow merengut.

"Kenapa? Sambil memelukmu, aku ingin menanyakan sesuatu padamu."

"Bertanya apa? Langsung saja katakan!"

"Ih, kok jutek begitu padaku?" rengek Hallow.

"Itu saja yang kau tanyakan?" tanyaku dengan malas tanpa niat.

"Serius, Mocca!" balas Hallow semakin merengut jelek.

"Hari ini aku malas bicara denganmu. Pergi sana! Aku sedang sibuk menyirami tanamanku!" usirku.

Hallow menghela napas. "Ya sudahlah, aku pergi."

Dia berjalan keluar dari rumah kaca. Aku memandang orang aneh itu dengan tidak percaya kalau dia benar-benar menyerah sampai di situ saja. Sesudah dia pergi, aku berjalan untuk mengecek keluar kalau dia sungguh pergi. Saat aku lihat keluar, ternyata memang pergi.

Dasar payah.

Eh, tangan siapa ini yang memelukku dari belakang?

"Mencariku, ya?"

"H-Hallow!!"

Aku kaget ternyata Hallow yang memelukku. Dari mana dia muncul? Bukankah tadi dia sudah melenyapkan diri dari rumah kaca ini?

"Aku lewat pintu belakang, hehe," kekehnya.

"Memangnya aku tanya, ya?" ketusku.

"Mungkin kau akan bertanya, jadi aku jawab lebih dulu," jawab Hallow kemudian menghirup kepalaku. "Mocca wangi. Rambutmu juga sedikit basah. Pasti baru mandi."

Aku hanya diam. Kepalaku terasa dihirup olehnya dari belakang. Terakhir, dia mengecup lama puncak kepalaku. Saat itu, jantungku berpacu lebih cepat.

"Mau menanyakan hal kemarin?" tebakku.

"Iya. Aku penasaran dengan keputusanmu. Apa jawabanmu?"

Aku mendongak untuk melihat wajah Hallow. Dia juga ikut menengok. Senyuman lembutnya seperti biasa dengan mudahnya dapat membahagiakanku. Tapi, akan lebih bahagia jika melihat semua anak-anak kami kelak.

"Kau mau berdebat lagi?" tanyaku dengan lembut, membuat Hallow melepaskan pelukannya dan mencubit kedua pipiku gemas. "Hallow, apa maksudmu mencubitku?"

"Sepertinya aku tahu jawabanmu!" kata Hallow dengan kedua tangan masih mencubitku.

"Sakit!" Aku memukul kedua tangan Hallow sampai akhirnya dia menyudahi cubitannya yang memang terasa sakit. "Sok tahu!"

Melihat Hallow tertawa, aku juga ikut tertawa. Pagi ini Hallow malas mengerjakan tugasnya di ruang kerjanya. Aku memberinya ancaman jika dia malas, aku tidak akan tidur lagi dengannya. Bergegas dia melesat pergi ke dalam istana. Sebelum pergi dari rumah kaca, dia memberi pesan padaku.

"Yang benar menyiram tanamannya!"

Aku tersenyum lebar penuh bahagia. Tentu saja, aku akan menyiram tanaman yang ada di sini dengan benar. Satu pun takkan aku lewatkan.

🎃TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro