Chapter 50 : Kuasa
Author's PoV
Berantakan.
Satu kata yang menjadi pendapat Reo ketika ia memandang seluruh isi kota Mejiktorn dari atas atap istana. Keseimbangannya yang sempurna membuatnya bisa berdiri lurus di puncak salah satu atap berbentuk kerucut tersebut.
Sebagian besar kota tengah terbakar oleh api. Sudah banyak korban dari serangan pasukan kerajaan Ferlendian mati sia-sia di bawah sana. Reo mengeratkan pegangan pedangnya. Ia marah, sedih, panik, takut dan khawatir. Tangannya bergetar begitu memandang pilu kota Mejiktorn yang awalnya baik-baik saja, berubah hancur dalam waktu yang singkat.
"Apa dia baik-baik saja?"
Untuk siapa pertanyaan itu? Entah siapa yang Reo khawatirkan. Rasa takut akan kehilangan seseorang menjadi ketakutannya yang baru. Apa ia akan berakhir dengan kesedihan seperti Mocca dan Lof? Ia sama sekali tidak mengharapkan hal itu terjadi padanya. Tapi, orang yang dicari-cari tidak juga ia jumpai di kota maupun di aula istana. Keputusasaan mulai menelingkupinya. Setetes air mata jatuh tak terasa. Sekuat mungkin ia berusaha tegar dalam menghadapi cobaan ini.
"Hei, kau terlihat tampan!"
Reo terkejut luar biasa mendengar suara seruan seorang gadis tampak sedang berbicara padanya. Suara itu terdengar tidak asing sama sekali. Ia menoleh dan mendapati sosok seorang gadis bergaun cantik berwarna hitam. Rambut hitam gadis itu berkepang dua. Gadis itu melihatnya dengan seringaian tajam. Ia juga ikut berdiri di salah satu puncak atap.
"Violet?" Reo tak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Air matanya turun sekali lagi. "Apa itu benar kau?"
Melihat mata gadis yang ia kenal sebagai Violet Odoreta, sekali lagi Reo dibuatnya terkejut begitu mata Violet yang seharusnya berwarna ungu lembayung, berubah total warna merah darah.
Violet menyeringai.
"Yap, itu benar. Tapi sekarang, Violet telah menjadi seorang RATU FERLENDIAN!" seru Violet dan segera menyerang Reo dengan sihir esnya.
Beberapa es runcing muncul dari sihir Violet dan melayang cepat menuju Reo. Tapi, Reo langsung menangkis semua es itu dengan pedangnya dan es itu pun lenyap tak tersisa. Reo menggeram murka. Ia telah mengerti bagaimana cara Ratu Ferlendian brengsek itu kembali hidup, yaitu berpindah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Dan ia masih ingat tentang Ratu Mocca pernah dirasuki oleh Ratu Mona. Sekarang korban selanjutnya adalah Violet.
Mengesalkan.
"Keluar kau dari tubuhnya sekarang!" suruh Reo tampak sangat marah.
Violet tidak menghiraukan kata-kata Reo. Ia sibuk melepas dua ikatan rambut yang mengucir rambutnya. Rambut panjang itu pun tergerai bergelombang dan diterpa oleh angim halus yang berlalu. Ia memandang jijik kedua ikat rambut itu dan membuangnya secara asal.
"Aku lebih suka digerai," cerocos Violet yang sama sekali bukanlah Violet.
Seorang Violet Odoreta yang dikenal lembut, pemalu dan menerima apa adanya, tidak pernah bersikap semena-mena seperti yang Reo saksikan sekarang. Tentu saja Violet bukanlah Violet. Melainkan Violet telah dikuasai oleh Ratu Mona.
Violet kembali tersenyum kepada Reo. Ia mengangkat satu kakinya seperti ingin berjalan di udara dan bagi Reo itu terlihat seperti sedang mencoba untuk bunuh diri. Tapi, bayangan buruk itu langsung sirna begitu Violet sampai di depan matanya dengan memijak kristal es yang tumbuh dari sihirnya. Tangan Violet menyentuh lembut wajah Reo seraya menyeringai.
"Ah, tidak. Raja Hallow jauh lebih tampan," ucap Violet.
Reo langsung sigap menangkap pergelangan tangan Violet dan mencengkeramnya. Ia tidak ingin bertarung dengan Violet meski di dalamnya adalah Ratu Mona. Jika ia menyerang, pedangnya bisa melukai tubuh Violet. Ia menatap tajam.
"Kau tidak dengar? Keluar dari tubuh Violet sekarang juga!!" suruh Reo untuk yang kedua kalinya.
Violet tertawa lebar.
"Untuk apa aku keluar dari tubuh ini? Tubuh gadis ini sangat ringan dan mudah dikendalikan. Tidak sesulit waktu aku masuk ke dalam tubuh Mocca. Bahkan sihir es milik gadis ini bisa kugunakan juga. Keren, kan?"
Tangan kiri Violet yang tidak dicengkeram oleh Reo dengan mudahnya mendorong tubuh Reo dari hadapannya.
BRAKSS!! TRAKK!!
Reo terdorong dengan hempasan ke bagian salah satu atap besar yang membuat atap itu sukses besar berlubang. Ia masuk ke dalam sana dan terebah lemas dengan rasa sakit menjalar di bagian belakang tubuhnya. Violet kembali tertawa menggelegar dan melompat dengan halus masuk ke dalam istana melalui atap.
"Oow... lemahnya dirimu!" Violet menyentuh ujung dagu Reo sambil tersenyum tajam.
Berusaha keras Reo tidak menghunuskan pedangnya. Ia ingin Violet sadar dari tidurnya. Tidak akan ia biarkan tubuh Violet dikuasai selamanya oleh Ratu Mona. Tapi, ia tidak tahu cara membuat Violet sadar dan membuat Ratu Mona bisa keluar dari tubuh Violet.
"Apa yang sebenarnya kau inginkan, Ratu Mona?" tanya Reo datar. Ia tidak terlalu berminat bertanya apalagi berbicara panjang lebar dengan Ratu Mona. Ia hanya ingin tahu apa maksud dari Ratu Mona mengadakan perang besar-besaran ini.
"Apa yang aku ingin? Haha! Kau tidak akan pernah mengerti apa yang aku inginkan meski aku menjawab pertanyaanmu itu. Diam saja sana dan matilah untukku!" Violet mengarahkan kedua tangannya ke leher Reo dan mulai mencekik.
Reo hanya bisa menarik tangan itu menjauh darinya dengan sekuat tenaganya dan berusaha tidak melukai Violet. Lehernya yang dicekik membuatnya sulit untuk bernapas. Perlahan, tenaga Reo berangsur-angsur berkurang dan semakin tercekik.
"REO!!"
Sebuah garpu dan dua bilah pisau dilempar ke arah Violet oleh Ai yang sedari tadi mencari keberadaan Reo dan menemukannya di loteng istana. Violet sigap menjauh untuk menghindari serangan itu. Termasuk mengakhiri aksi pembunuhannya dengan terpaksa. Violet mendecih mendapati seorang gadis berambut coklat panjang diikat sebelah kanan dan bermata warna karamel.
Ai ingin menyerang Violet lagi. Tidak kalah cepat gerakannya dengan vampir, ia melesat ke depan Violet dan berusaha membuatnya terluka. Violet dengan telaten menghindari tiga pisau milik Ai yang diletakkan di sela-sela jarinya. Beberapa barang rongsokan di loteng itu berhamburan karena Ai tidak sengaja menyerang benda mati tepat Violet selalu berhasil menghindar.
Reo terbatuk-batuk begitu lehernya telah bebas. Napasnya kembali normal. Ia segera meraih pedangnya di lantai dan berdiri. Mata hitamnya melebar ketika melihat Ai dan Violet sedang bertarung.
Bagaimana ini? Apa yang harus ia lakukan agar Ai tidak melukai Violet?
"Hei pelayan, kau lumayan juga, ya!" kata Violet seraya masih menghindari serangan Ai. "Tapi, kenapa aku tidak terkena seranganmu sama sekali, ya? Apa jangan-jangan, kau tidak bisa mengalahkanku?"
Ai langsung dibuatnya emosi. Ia menambah kecepatan melalui sihirnya dan Violet juga semakin menambah kegesitannya dalam menghindar. Tapi, tiba-tiba saja kepala Violet terasa berdenyut sakit. Lantas ia berhenti dan memegang kepalanya. Dan pasti, Ai tidak akan menyianyiakan kesempatan itu. Ia melempar lurus ketiga pisaunya ke hadapan Violet. Di dalam Violet, Ratu Mona tidak terlalu mementingkan tubuh ini. Ia bisa berpindah lagi ke tubuh yang ia inginkan. Hanya saja, ia tidak bisa lagi merasuki tubuh Mocca.
"VIOLET!!"
JLEB!!!
Tiga pisau itu lantas mengenai Reo ketika ia melesat ke hadapan Violet untuk melindunginya. Ketiga pisau itu hanya mengenai punggungnya. Rasa sakit menjalar cepat. Ringisan kecil dari Reo terdengar jelas di telinga Violet, sebab Reo melindunginya dengan cara memeluknya.
Terkutuk sudah! Ai sudah salah menyerang. Tapi, apa ini? Kenapa Reo mendukung musuh? Siapa Violet itu? Dari mana Reo mengenal gadis itu? Air mata mengucur pelan begitu ia melihat ketiga pisaunya melukai punggung Reo. Ia berlari cepat menghampiri Reo dengan perasaan bersalah besar dan amat cemas.
"Reo! A-aku tidak bermaksud--"
"Tidak apa, Ai. Kau tidak salah."
Ai terdiam. Memandang perih luka Reo yang sudah sedari tadi mengeluarkan cairan merah.
"Tapi, aku tetap harus bertanggung jawab. Aku akan menarik semua pisauku dari punggungmu," kata Ai.
Ratu Mona merasa aneh. Tidak pernah ia dilindungi dengan cara yang aneh. Dan yang paling aneh, musuhnya melindungi dirinya, meskipun sebenarnya bertujuan melindungi pemilik tubuh ini. Sepertinya sudah cukup merasuki tubuh Violet. Ia akan mencari tubuh yang lain. Dan tidak lama, ia merasakan sebuah tubuh yang sangat ingin ia kuasai.
Reo menahan rasa sakitnya begitu ia merasakan satu per satu pisau di punggungnya dicabut. Ia melepas pelukannya lalu membaringkan Violet ke dalam pangkuannya. Entah sejak kapan, mata Violet terpejam rapat. Tidak ada pemberontakan terhadap perlakukannya tadi.
"Siapa dia, Reo?" tanya Ai tiba-tiba.
Reo tersenyum lembut melihat wajah Violet. Ia mengelus pipi Violet dan menyentuh beberapa helai rambutnya. "Violet Odoreta."
Ai telah selesai mencabut ketiga pisaunya. "Nama yang bagus. Di mana kau mengenalnya?"
"Aku mengenalnya di Akademi Housran, tempat di mana aku diperintahkan Raja Hallow untuk melindungi Ratu Mocca," jawab Reo. "Dia teman sebangkuku. Dan dia sangat pintar dalam mata pelajaran sekolah."
"Apa lagi?" tanya Ai lagi.
"Dia... sulit sekali untuk kulupakan," jawab Reo yang membuat Ai tertegun bercampur perih.
Ai mengerti itu. Tidak semua harapannya bisa dikabulkan. Berjuang? Tidak ada yang perlu diperjuangkan lagi. Kalau bertepuk sebelah tangan, tak apa. Lagi pula, ia tidak akan terlihat cocok jika berada di samping Reo. Namun, terasa teriris pisau, hatinya benar-benar sakit. Meski begitu, ia tetap bisa tersenyum kuat.
Melihatmu bahagia, itu sudah lebih dari cukup untukku, batin Ai.
🎃
Kecepatan dan pedang menjadi permainan baru untuk Mocca dan Hallow. Satu tujuan mereka mengadakan permainan yang tidak disarankan untuk usia anak-anak adalah membunuh pasukan kerajaan Ferlendian. Cipratan darah mulai menjadi motif baru baju pengantin berwarna putih mereka. Debu dan kelopak melati berhamburan di tanah kota Mejiktorn yang diyakini telah tak ada lagi penduduk kota.
"Sembilan ratus sembilan puluh sembilan," kata keduanya bersamaan tana rencana. Mereka menebas lawan yang mereka hadapi dan musuh terakhir berada di belakang keduanya.
Serentak, mereka membalikkan badan ke belakang dan langsung menusuk vampir yang terakhir. Dan tepat mereka melenyapkan vampir itu, tidak lupa mereka mengatakan satu kata yang sama.
"Seribu!!"
Bukan menjadi debu, bukan juga menjadi kelopak bunga melati. Vampir itu lenyap menjadi kumpulan kupu-kupu bersayap biru yang terbang bebas. Napas Mocca dan Hallow terengah-engah dan keringat membanjiri pelipis dan bagian yang lain. Mocca menenggak salivanya.
"Kau curang!" tuduh Mocca dengan napas yang masih tersenggal-senggal.
"Apa? Kau berpikir aku curang? Tidak! Kau yang curang!" hardik Hallow seraya menyimpan pedangnya ke dalam sarung pedang. "Aku yang lebih dulu melihat vampir itu! Jadi, akulah pemenangnya!"
"Itu tidak benar! Aku yang melihat vampir itu lebih dulu! Akulah yang menjadi pemenangnya!" kata Mocca tak terima.
Hallow tertawa. Ia mengangkat kedua tangannya. "Baiklah, aku mengaku kalah. Jadi, apa permintaanmu, Yang Mulia Ratu?"
Mocca tersenyum lebar. Ia berjalan mendekat ke hadapan Hallow. "Sebelum permintaanku dikabulkan, aku ingin kau menerima hukumanmu dariku. Nah, hukumanmu adalah menatapku selama 5 menit tanpa berkedip! Bisa?"
"Hah?!" Hallow menganga begitu mendengar hukuman dari Mocca. "Tanpa berkedip?"
"Ya! Tanpa berkedip. Kau bisa melakukannya, kan? Kalau begitu, mulai dari sekarang!"
Hallow tanpa mau menolak, langsung melaksanakan hukuman itu. Ia membuka matanya dan tidak kunjung berkedip. Mocca bersikeras menahan tawa melihat Hallow berusaha keras untuk tidak berkedip dalam waktu 5 menit. Belum sampai 1 menit, Hallow langsung tumbang. Ia menangis manja alias menangis jadi-jadian dan memohon-mohon pada Mocca sambil guling-guling di tanah agar diberi ampun. Tidak dapat menahan tawa lagi, Mocca pun tertawa.
"Oke, aku puas dengan hukumanmu. Sekarang adalah permintaanku," kata Mocca, membuat Hallow kembali berdiri menghadap Mocca. "Permintaanku adalah... selalu berbahagialah dirimu, Hallow."
Hallow tersenyum. Ia meraih tangan kanan Mocca, lalu mencium punggung tangannya. "Tentu saja, karena kau adalah kebahagiaanku, Mocca."
Tiba-tiba saja Hallow merasakan kepalanya terasa sakit seperti sedang ditusuk ribuan jarum. Mocca langsung menanyakan keadaan Hallow begitu melihat Hallow sedang meringis sambil memegang kepala. Ia ingin memeriksa keadaan Hallow, namun tangannya ditepis dengan kasar begitu saja. Dan yang lebih mengejutkan, tangannya ditepis oleh tangan Hallow.
Kedua tangan Hallow memegang kepalanya dengan wajah tertunduk. Perlahan-lahan, terdengar suara cekikikan yang aneh. Semakin didengar, tawa kecil itu sedikit demi sedikit naik seperti tangga dan akhirnya sampai di atas tawa yang kencang. Mocca merasa aneh. Hallow tidak mungkin tertawa jahat seperti itu. Apalagi tangannya ditepis dengan kasar. Hatinya sakit melihat Hallow mendadak seperti itu padanya. Apa Hallow marah karena ia? Atau kah ada yang lain?
"Hallow, kau--" Mocca terkejut luar biasa melihat mata Hallow ketika Hallow mengangkat wajahnya dan menatap Mocca.
Iris mata Hallow berubah warna menjadi merah darah. Hallow menyeringai kepada Mocca dengan ekspresi dan tatapan yang sangat berbeda.
"Hai, Mocca! Kau masih ingat aku? Mona Ferlendian. Ah, tidak kusangka diriku berhasil merasuki tubuh Raja Mixolydian yang terkenal akan kekuatan pedang dan sihirnya. Tidak lupa juga, ketampanannya. Kau juga menyukai Hallow karena dia tampan, kan? Bangsawan, punya banyak harta berlimpah dan menjadi idaman semua wanita. Kalau begitu, kita sama. Aku juga suka Hallow karena dia sangat sempurna di mataku. Tapi, sedihnya dia tidak mencintaiku, melainkan dia cinta kepadamu. Oke, sudah cukup. Waktunya aku melenyapkanmu, RATU MOCCA MIXOLYDIAN!!"
Empat kesatria vampir tiba-tiba datang dari arah yang berbeda untuk mengepung Mocca. Satu kesatria vampir sudah mati karena telah dibunuh oleh Hallow.
Ratu Mona telah berhasil menguasai tubuh Hallow. Ia menghunuskan pedangnya dan mengarahkan pedang itu ke depan dada Mocca. Senyuman itu menggurat kemenangan atas perang yang ia rancang. Rencana berjalan sesuai keinginannya.
Tapi untuk Mocca, perang ini sama sekali belum selesai. Bahkan belum dimulai. Sama sekali belum.
🎃TO BE CONTINUE ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro