Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 44 : Hadiah

Author's PoV

Jantung Mocca berdetak semakin kencang mendengar suara langkah kaki seseorang akan menghampirinya di balkon yang menjadi tempat melarikan dirinya yang terakhir. Jalan buntu. Habislah sudah.

Wush...

Angin tiba-tiba berhembus kencang. Bulu kuduk Mocca langsung merinding begitu saja. Rasa dingin angin siang memyambut tak diundang. Kenapa angin dingin menerpa di siang hari? Bukankah angin dingin selalu datang pada malam hari?

"Hai, Ratu Mocca!"

DEG!

Suara itu... Mocca tidak terlalu yakin, tapi dia merasa tak asing dengan suara yang menyahutnya. Suara laki-laki yang tidak ingin ia dengar di istana ini. Di mana pun.

Mocca membalikkan badan. Mendapati seorang lelaki berjubah hitam berdiri seimbang di tiang balkon. Sudah diduga, ia tidak salah menebak. Mata Mocca seketik menajam. Lelaki itu juga menatapnya tajam namun senyumannya tidak terlepas untuk sekedar menghormati orang yang lebih terhormat. Tapi, sebenarnya ia tidak terima, sih.

"Keinz."

Cukup satu nama itu disebutkan, suara Mocca terasa dingin dan tajam seperti tatapannya kepada lelaki berambut putih itu. Mocca kesal. Kenapa makhluk itu harus muncul di saat membahagiakan seperti ini?

"Senang bisa melihat Anda sehat, Ratu. Dan juga tetap cantik." Seramah apapun Keinz padanya, Mocca tidak mau membalasnya dengan ramah juga.

"Mau apa kau ke sini?" Langsung ke pertanyaan, Mocca ingin mengetahui apa yang diinginkan Keinz hingga jauh-jauh ke sini tanpa ketahuan oleh penjaga gerbang prajurit-prajurit untuk menggantikan Beethov dan Greethov yang sibuk mendekorasi ruang makan.

Keinz turun dari tiang balkon menghadap Mocca. Ia melangkah mendekati Mocca. Sedangkan Mocca mundur untuk menjaga jarak dari Keinz. Tapi tetap saja Keinz melangkah mendekatinya. Mocca sudah mengepalkan tangan, ingin meninju wajah Keinz. Namun, Keinz tahu apa yang akan Mocca lakukan. Keinz menangkis kepalan Mocca, membuat Mocca tak dapat melakukan perlawanan lagi. Mocca hanya diam menatap bengis vampir itu.

"Untuk membangkitkan Ratu Mona Ferlendian, kami perlu darah Anda, Ratu Mocca Mixolydian."

PLAK!

Refleks tangan Mocca menampar Keinz sampai pipi sebelah kanan Keinz menjadi merah. Tamparan yang cukup keras. Keinz terkesiap dengan perlawanan Mocca.

Mocca menyeringai.

"Kau ingin menyelamatkan Ratumu? Dan kau ke sini hanya meminta bantuanku melalui darahku? Kau pasti sudah tahu apa jawabanku, Keinz. Dia musuh Hallow. Itu berarti dia juga musuhku. Kau pun juga musuhku dan Hallow. Jadi, sebelum Hallow melihatmu dan melenyapkanmu, pergilah dengan damai. Jangan tampakkan wajahmu lagi padaku."

Keinz menatap kecewa.

"Tapi..."

"Perlukah aku katakan? Aku tidak mau darahku diambil untuk menyelamatkan nyawa Ratu Mona. Lagi pula dia sudah meninggal. Biarkan dia hidup di dunia yang berbeda. Jangan mengganggu ketenangannya di sana."

Keinz mengepalkan kedua tangannya. Menunduk menatap ke bawah lantai. Walaupun Ratu Mona telah meninggal, bagi vampir, nyawa yang sudah mati dengan raga yang masih baik masih dapat diselamatkan. Hanya satu modal saja agar itu bisa berhasil, yaitu darah Mocca.

Mocca terkejut melihat Keinz tiba-tiba berlutut di hadapannya. Ia membuang pandangan dari Keinz tidak mau memberikan kesempatan padanya. Jika saja Ratu Mona tidak pernah menyakitinya dan Hallow, sudah pasti Mocca mau menyelamatkan Ratu Mona. Tapi, Ratu Mona itu licik dan jahat. Kalau sudah mati, Mocca tidak ingin melihat perempuan itu hidup kembali.

"Moccaaaa!" Suara Hallow yang kekanak-kanakan mencari Mocca, tidak digubris oleh Mocca dan Keinz.

Hallow langsung sadar kalau di depan Mocca ada musuh yang telah berhasil menyusup masuk ke dalam istananya. Amarah membakar dirinya untuk menebas Keinz. Pedang di pinggangnya ia tarik keluar dan menodongkannya tepat di leher Keinz.

"Berani-beraninya kau berhadapan dan berbicara dengan Ratuku. Mau dibunuh, ya?" Hallow memandang keji Keinz di bawah kakinya. Ia benar-benar menginginkan vampir itu lenyap dari dunia ini.

Keinz beralih berlutut untuk Hallow, membuat Hallow yang melihat tingkah Keinz yang tak biasa mengerutkan dahinya. Hallow menatap datar.

"Ada apa, Keinz?"

Pertanyaan dari Hallow membuat Mocca menatap ke arahnya. Keinz tetap berlutut dan menjawab.

"Ratu Mona tidak merasa tenang dalam kematiannya, Yang Mulia."

Mocca terkejut mendengar jawaban itu. Tapi, benarkah yang dikatakan Keinz? Bagaimana jika Keinz berbohong?

"Apa yang membuatnya tidak tenang?" tanya Hallow lagi.

"Ratu Mona... tidak ingin mati," jawab Keinz pelan. "Ratu Mona menginginkan kehidupan untuk memperbaiki semua yang telah dia rusak."

"Rusak?" Mocca tidak mengerti, tapi Hallow mengerti.

"Dengan dirimu mengambil darah Mocca, kau akan menghidupkan Ratu Mona?" tanya Hallow memastikan dugaannya yang benar itu. "Tapi maaf, aku tidak bisa mengizinkan itu. Untuk kami, menghidupkan orang yang sudah mati itu mustahil. Pergilah dari sini sebelum aku berubah pikiran untuk membunuhmu."

"Saya mohon! Berikanlah sedikit darah Ratu Mocca untuk Ratu Mona! Saya akan lakukan apa saja untuk mendapatkannya!" Keinz tetap bersikeras, tapi Hallow dan Mocca tetap bersikap dingin.

"Tidak bisa." Hallow menodongkan pedangnya lagi yang sempat ia turunkan. "Pergi dari sini."

Keinz beranjak dari lututan dan membungkuk hormat untuk Mocca dan Hallow. Setelah itu, Keinz melompat dari atas balkon dan menghilang dengan kekuatan vampirnya.

Hallow mendengus. Menyimpan pedangnya kembali ke sarung pedang. Ia yakin vampir itu tidak akan semudah itu menyerah untuk mendapatkan darah Mocca. Ia tidak boleh lengah sedikit saja. Tak akan ia biarkan setetes darah pun keluar untuk menghidupkan Ratu Mona.

Mocca menghela napas lega setelah Keinz sudah menghilang dari hadapannya. Sebenarnya, ia takut berhadapan dengan orang-orang yang ia katakan sebagai musuhnya karena sudah menyerang dirinya dan Hallow beberapa kali ini. Tapi, ia tidak mau Keinz melihat dirinya ketakutan. Berusaha ia bersikap datar dan dingin seperti Hallow sering seperti itu saat berhadapan dengan musuh-musuhnya. Usahanya berjalan sukses.

Mocca mendadak kaget mendengar Hallow mendadak tertawa lepas.

"Kenapa lagi dia?" gumam Mocca tidak mengerti.

"Kau tahu Mocca, mana ada orang yang sudah mati itu bisa dihidupkan kembali. Bahkan tak ada mantra seperti itu diciptakan. Kelihatannya bangsa vampir sudah benar-benar gila!" Hallow tertawa-tawa sampai mengeluarkan air mata.

"Lucu, ya?" Mocca tidak bisa ikut tertawa karena menurutnya itu tidaklah lucu untuk menjadi sebuah lelucon.

Hallow selesai tertawa. Ia meraih tangan Mocca dan menggenggamnya.

"Kau kira di sini tempat yang bagus untuk mengucapkan selamat ulang tahun untukku?"

"Sebenarnya sih bagus, karena aku jadi teringat saat kau pernah mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Kalau aku ucapkan untukmu di sini juga, kan jadi sama."

Hallow tertawa lagi.

"Tapi, waktu itu saat malam hari di mana langit gelap bertabur bintang menghiasi hari ulang tahunmu. Jadi, terlihat pas saat aku mengucapkannya untukmu."

"Tapi, kau belum melihat langit yang satu ini. Coba lihat ke atas sana."

Mocca menarik Hallow mendekati tiang balkon. Jari Mocca menunjuk ke atas di mana langit menampakkan warna biru cerahnya. Hallow melihat ke langit seperti yang Mocca suruh. Langit biru siang berkilau terang menerangkan permukaan. Mocca memperhatikan mata biru terang Hallow menatap langit. Mocca tersenyum menyimpulkan warna mata Hallow sama persis dengan warna langit siang.

"Kau melihat sesuatu?" tanya Mocca sambil masih melihat Hallow tanpa ikut melihat ke langit.

"Tentu saja, langit yang sedang kulihat. Sekarang apa?" jawab Hallow ingin kembali mengarahkan wajahnya ke Mocca, tetapi Mocca langsung mendorong kembali wajah Hallow untuk tetap melihat ke langit.

"Itulah dirimu. Seperti langit siang yang cerah ini. Biru terang tanpa ada sesuatu yang menutupi. Walaupun kadang awan selalu melintas, birumu tetap terpancar kuat menenangkan siapa saja yang melihatnya. Matamu telah menggambarkan dirimu yang sesungguhnya."

Hallow tertegun menikmati kata demi kata yang Mocca berikan. Ada ketenangan alami memasuki dirinya. Ketenangan yang dapat membuatnya tersenyum damai. Melupakan masalah untuk sementara waktu. Kehidupan yang paling penting baginya sekarang adalah Mocca. Tidak akan ia biarkan siapa pun menyakiti Mocca.

"Jadi, aku inginnya mengatakan ini padamu saja di sini," Mocca meraih tangan kanan Hallow dan menjabatnya. "selamat ulang tahun, Hallow."

Hallow langsung merengut.

"Terlalu formal, Mocca. Setidaknya berikan ciuman atau pelukan sebelum mengucapkannya! Aku ini kekasihmu, masa cuma diberi ucapan dan jabat tangan saja?" protes Hallow tidak puas dengan pemberian Mocca.

Mocca tertawa. Ia tidak terlalu bisa melakukan hal-hal romantis seperti yang dikatakan Hallow.

"Banyak maunya."

"Aku kan lagi ulang tahun, ya pasti banyak maunya, lah!"

Oh iya, mereka masih berjabat tangan ala resmi.

"Hm, aku tidak membuat kado untukmu. Setidaknya aku yang menancapkan lilinmu di atas kue ulang tahunmu."

"Kalau begitu hadiahnya ciuman!"

"Mana mungkin aku mau."

"Mocca!"

"Cie, yang lagi marah di hari ulang tahunnya."

Hallow merengut sejadi-jadinya. Mocca tertawa lepas melihat Hallow kesal padanya.

Hallow berhenti merengut. Matanya menatap sekeliling. Menyadari sesuatu yang akan mengancam. Mocca langsung ditarik ke dalam rengkuhannya. Angin ini. Ia benar-benar tidak menyukai angin dingin ini. Tidak akan. Ia tidak akan menyerahkan Mocca kepada siapa pun.

"Hall--"

"Sstt!"

Hallow tidak membiarkan Mocca bicara dulu. Mocca diam menahan mulutnya untuk bertanya. Ia bingung, ada apa sampai Hallow memeluknya? Ekspresi Hallow juga menampakkan kecemasan dan kewaspadaan.

Angin dingin itu berhenti menerpa meninggalkan keheningan. Membawa kelegaan pada Hallow yang tadinya merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Pelahan Hallow melonggarkan rengkuhan, melihat wajah mutiara Mocca yang mengekspresikan kebingungan. Keheningan itu membawa dua pasang mata itu saling menatap lama. Hingga Hallow mendekatkan wajah sampai jidat mereka bersentuh lembut.

Mocca tidak tahu harus apa. Ia hanya bisa menatap Hallow sambil berusaha mengondisikan jantungnya tetap stabil. Namun percuma saja, wajahnya memerah dan tidak dapat disembunyikan dengan apa pun. Ia berusaha untuk tidak goyah, kakinya sedikit bergetar karena tidak kuat menahan rasa malunya. Ingin sekali ia melarikan diri. Tapi, Hallow sudah memegang tangan dan mengelus wajahnya, membuatnya terbuai akan perhatian lembut Hallow.

"Mocca."

Suara Hallow sengaja dibuat-buat halus untuk menggoda Mocca. Mocca mengakui di dalam hatinya kalau suara Hallow tadi terdengar seksi. Pasti tujuannya adalah untuk menggodanya.

Tidak. Ia tidak boleh tergoda begitu saja. Jangan sampai Hallow menang. Satu pelukan pun tidak akan ia berikan. Ia ingin tahu, sampai di mana kesabaran Hallow bertahan.

"Kenapa?" tanya Mocca berusaha bersikap tidak tahu maksud.

Mata biru langit Hallow memancarkan permohonan. Mata itu telah mengunci pergerakan Mocca. Dari awal ia sudah tergoda dengan hanya menatap Hallow saja.

"Berikan aku hadiah."

"Baiklah, akan aku beri hadian."

"Mana?"

"Di sini, hadiahmu sudah ada di depan matamu."

Penglihatan Hallow mengabur berkat ia berusaha menahan air matanya untuk tidak keluar. Mocca tersenyum melihat mata biru itu berkaca-kaca dengan cepatnya. Hallow memang cengeng.

Hallow menggenggam kedua tangan Mocca dan mengecup punggung tangan itu beberap kali.

"Terima kasih banyak! Terima kasih! Terima kasih! Hari ini adalah hari ulang tahunku yang paling membahagiakan. Dan juga hadiah yang paling indah!" Genggaman yang begitu erat, bahkan terasa tak rela jika ingin dilepaskan.

Mocca membalas menggenggam erat.

"Terima kasih kembali, karena Hallow juga hadiah yang paling berharga untukku. Terima kasih sudah mau hadir di kehidupanku. Kehangatanmu telah membuatku juga ikut menghangat. Berkatmu, kehidupanku menjadi lebih berarti. Kau puas sekarang? Pasti belum, kan? Baiklah."

Pada saat Mocca selesai berkata, ia memberikan hadiah tambahan itu secara tiba-tiba. Ciuman yang cukup lama itu telah menjadi saksi ketulusan mereka yang tidak akan pernah pudar. Dalam pejaman Hallow, ia menyadari bahwa setetes air matanya lolos melalui pipi. Bagaimana ia tidak bisa menangis? Terlalu bahagia untuk Hallow. Sesuatu yang membahagiakan selalu saja mengundang air matanya keluar.

Mocca membuka mata dan melepaskan ciuman. Segera ia membuat jarak, tapi Hallow sudah lebih dulu menahan wajahnya.

"Lagi."

Mocca tertawa kecil. Tangannya menyentuh punggung tangan Hallow yang tengah menyentuh wajahnya.

"Nanti, ya."

Wajah Hallow langsung bersemu merah. Ia pikir Mocca akan menjawab dengan penolakan seperti yang sering Mocca tunjukkan padanya.

"B-benar?"

"Iya, sayang."

Hallow seketika terpanggang. Sangat merah melihat wajah Hallow sekarang dari sebelumnya. Mocca mengulurkan tangan untuk Hallow.

"Ayo, semua sudah menunggu di ruang makan."

Hallow tersenyum, menerima uluran tangan Mocca. Senyuman juga terpancar indah pada Mocca. Hallow akan menjaga senyum itu tetap ada. Membahagiakan Mocca dengan berbagai caranya sendiri.

Tapi siapa sangka, keinginan tidak bisa terwujud sesempurna yang diharapkan. Ada berbagai halangan yang nanti akan menjauhkan kebahagiaan itu dari mereka. Hanya saja, mereka tidak tahu kapan hari itu akan datang. Dan mereka tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya nanti.

🎃 TO BE CONTINUE ...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro