Chapter 29 : Pasir
Mocca's PoV
Lampu di atas atap itu menyilaukan mataku. Berkali-kali aku berusaha membuat mataku terbiasa dengan cahaya luar. Aroma obat-obatan tercium kuat di penciumanku. Aku merasakan kedua pergelangan tanganku terbalut sesuatu. Seperti perban.
Akhirnya, aku sadar dan keluar dari sana. Dia adalah orang yang paling menyebalkan yang pernah aku temui. Tapi, dia kan adalah aku. Rasanya seperti berbicara kepada orang lain saja. Sifatnya pun sangat berjauhan dengan diriku yang sekarang. Jangan sampai diriku yang seperti itu dilihat oleh Hallow dan yang lain.
“Mocca! Syukurlah kau sudah sadar. Aku khawatir sekali. Kau merasa baik?” Suara Hallow yang tiba-tiba saja mengejutkan diriku yang baru bangun dari pingsan atau mimpi tentang sisiku yang lain— entahlah.
“Aku merasa tidak merasakan sakit apa-apa. Hanya saja, aku bingung,” jawabku.
Hallow tersenyum. Dia meraih kedua tanganku lalu menggenggamnya. “Katakan. Apa yang membuatmu bingung.”
“Aku bingung bagaimana cara menjelaskannya.”
“Katakan saja apa yang bisa kau beritahukan padaku. Kau bisa menceritakannya.”
Aku menggigit bawah bibirku. Sulit sekali mencari kata-kata awal yang pas. “Aku ... bermimpi.”
“Mimpi apa? Apa kau tadi memimpikanku?” Hallow tertawa sedangkan aku menatap aneh padanya.
“Bodoh. Bukan kau yang aku mimpikan. Melainkan ... aku memimpikan diriku sendiri,” sambungku.
“Aku rasa bermimpi diri sendiri itu sering dimimpikan semua orang. Apa yang membuatmu bingung dengan mimpimu itu?” tanya Hallow.
“Bukan itu maksudku. Ini lebih berbeda dan terdengar gila. Padahal, berkali-kali aku mengabaikan mimpi itu. Tapi pada mimpi selanjutnya, aku selalu berada di tempat yang sama dan bertemu dengan orang yang sama,” jawabku. “Dia sama persis sepertiku. Kalau kau melihatnya, kau pasti tidak akan bisa membedakan kami, karena kami seperti anak kembar berbeda sifat. Dia mengatakan padaku kalau dia adalah sisi lainku.”
“Sisi lainmu?” ulang Hallow tampak sedang berpikir. “Kalau yang dia katakan itu benar, apa dia nanti akan menggantikan sisimu yang sekarang menjadi sisi yang kau maksud?”
“Itulah yang dia jelaskan padaku. Aneh, bukan? Aku merasa seperti mempunyai dua jiwa yang berbeda kepribadian. Dia begitu berlawanan denganku. Sifatnya yang jelek dan kasar itu sama sekali tidak pernah aku bayangkan dalam hidupku. Hallow, kalau sisiku yang lain telah bangkit menguasaiku, apa kau akan meninggalkanku?”
“Pertanyaan macam apa itu?? Itu tidak mungkin! Aku tidak akan pernah menginginkan diriku meninggalkanmu! Sama sekali tidak!” Hallow meletakkan kedua tanganku di depan dadanya. “Aku mencintaimu. Hanya kau. Jika dirimu yang lain menguasaimu, hatiku akan tetap sama. Kau tetaplah Mocca, seperti cintaku yang hanya akan tetap menuju padamu. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Aku janji.”
🎃
Waktu terus berputar dan berputar menjalankan waktu sampai dunia akan mengakhiri. Tak ada yang tahu kapan dunia akan berakhir. Apalagi untuk menebak akhir waktu dari jam pasir yang tengah aku pandang ini. Jam pasir raksasa berwarnakan merah muda.
Hallow menyuruhku tidur dan akhirnya aku berada di tempat yang tidak asing lagi. Hanya saja, dunia ini berwarna hitam. Tak ada lantai tapi rasanya kedua kakiku memijak lantai keras. Aku tidak melihat gadis yang mirip denganku itu ada di dekatku. Aneh. Seharusnya, aku bisa langsung menemukannya.
“Jam pasir itu menunjukkan waktuku dan waktumu. Waktu saat sisiku akan muncul dan waktu sisimu akan muncul.”
Suara gadis itu terdengar nyaring, tetapi aku tidak menemukan siapa-siapa. Kata-kata itu mengalun di sekitar pendengaranku.
“Di mana kau?”
“Di atas sini.”
Aku menengadah ke atas, melihat jam pasir itu kembali. Aku melihat diriku yang lain sedang duduk santai di atas sana. Kedua kakinya bergerak-gerak bergantian dan tubuhnya yang digerakkan ke kanan dan ke kiri. Dia melihatku dari atas sana dengan seringaian menyebalkannya.
“Turun,” suruhku mengarahkan jari telunjukku ke bawah.
“Ti-dak ma-u ...”
“Aku bilang turun!!”
“Tch.”
Gadis itu turun dari atas sana dengan mudahnya. Melompat dan turun perlahan dengan mulus. Sihir apa yang dia miliki.
“Itu bukan sihir. Aku bisa turun dari atas sana karena di sini adalah tempat dua sisi kita bisa melakukan apa yang kita inginkan!” Dia seakan bisa membaca pikiranku. “Aku bisa membaca pikiranmu karena kau adalah aku!” Rupanya memang bisa membaca pikiran.
“Bisa melakulan apa yang kita inginkan? Hm, artinya, aku bisa melompat ke atas jam pasir itu juga?”
“Yap! Coba saja.”
Aku melompat sedikit saja, hasilnya lompatanku lumayan tinggi, hampir menyentuh bagian atas jam pasir. Lompatanku juga tidak terlalu cepat. Seakan waktu berjalan lambat. Aku berseru takjub. Keren.
Dia tertawa. Aku tak tahu alasan dia tertawa. Tapi kali ini, senyumannya terlihat tidak menyebalkan saat tertawa. Dia tampak bahagia seakan tak ada beban apapun pada dirinya. Bukan. Dia adalah diriku. Dia adalah aku.
Aku berjalan ke arahnya. Dia meredakan tawanya dan melihatku. Senyumannya masih mengukir cantik. Apa aku tersenyum secantik itu? Apa benar gadis cantik ini adalah aku? Kenapa sifatnya berbeda denganku? Apa dua sisi itu benar-benar ada?
“Dasar lemah.” Walaupun dia masih mengatakanku lemah, senyuman itu masih menghiasnya.
Aku memegang kedua tangannya. Dia terlihat bingung. Aku ingin tertawa. Tapi aku menahannya dengan senyuman. “Aku gila.”
“Hah?!” Eskpresinya tampak semakin dibingungkan.
Tidak tahan, aku tertawa kencang sekali. Dia mendengus sampai membuang muka padaku. Dia marah. Haha, dasar mudah sekali marahnya.
“Yap, aku gila. Berbicara dengan diriku sendiri seperti ini telah aku rasakan bagaimana rasanya menjadi gila. Menyenangkan juga, ya.”
“Oke, jadi, aku juga gila?”
“Karena kau adalah aku.”
“Aku tahu.”
Dia duduk di lantai. Menekuk kedua kaki dan memeluk kedua lututnya. Aku juga ikut duduk di sampingnya. Kepalanya mendarat miring di bahuku. Aku sedikit kaget, namun aku tersenyum dan mengelus rambutnya.
“Kenapa dia mengatakan itu padamu? Tidak akan pernah meninggalkanmu?? Itu mustahil. Semua kisah cinta itu pasti ada perpisahan. Itulah fungsi dari kematian,” katanya.
“Aku juga tahu itu. Tapi, kata-katanyalah yang membuatku merasa seperti hidup abadi. Dia adalah sumber kebahagiaan. Begitulah cinta,” kataku.
“Namun akan menjadi menyakitkan pada waktunya,” imbuhnya.
“Menyakitkan?”
“Ya.” Dia beranjak dan berjalan-jalan. “Akan ada air mata, kesalahpahaman, fitnah, dan kesakitan lainnya. Karena ada itu sisi lainmu pun tercipta. Aku akan membantumu membuat semua itu tidak akan terjadi pada dirimu yang lemah itu dengan munculnya sisi lainmu.”
Dia kembali duduk di sampingku. Meraih wajahku dan memberiku senyum. Aku memegang tangannya menerima kehangatannya di pipiku. Keheningan melanda kami hingga aku pun harus berpisah dengannya karena diriku sudah harus dari tidurku.
“Hei,” ucapku padanya sebelum aku akan pergi. Menatap tajam. “Aku tidak lemah. Tanpa bantuan sisi lainku pun, aku bisa menyelesaikan segalanya dengan caraku sendiri. Kaulah yang payah.”
Dia tertawa. “Aku akan tetap bangkit, karena kau telah menyimpan banyak sekali rasa sakit padaku. Kesakitan inilah yang membuatku ada. Maka, aku harus bangkit. Membuktikan bahwa Mocca itu tidaklah lemah.”
🎃
Aku tak menyangka Beethov dan Greethov mendadak terkenal di sekolah. Mereka disukai banyak murid perempuan yang ada di sini karena mereka tampan kembar identik. Yang membedakan adalah warna mata mereka dan sifat yang mereka miliki. Mereka selalu diajak oleh gadis-gadis ke kantin. Beethov ingin saja, tapi tidak dengan Greethov. Ia memilih tidur siang.
“Bagaimana di sekolah tadi? Menyenangkan?” tanyaku kepada mereka berdua.
Sekarang, aku ada di kereta kuda bersama Hallow, Reo, Beethov dan Greethov menuju ke istana untuk segera pulang. Beethov tampak sangat senang sekali. Sedangkan Greethov mungkin juga senang. Aku tak tahu apa isi hatinya karena wajahnya terlalu datar.
“Menyenangkan sekali! Mereka baik dan ramah padaku!” jawab Beethov terlihat gembira.
Aku menoleh ke arah Greethov. “Kalau Greethov?”
Greethov berhenti memandang ke arah jendela mendengar aku mengucapkan namanya. Dia menatapku dan menjawab. “Menyenangkan, Yang Mulia.”
Hallow tiba-tiba menekan pipiku memakai jari telunjuknya. Dia merengut padaku. “Kenapa kau tidak pernah menanyakan itu padaku? Tanya padaku.”
Aku tertawa. Menurunkan tangannya dari pipiku. “Hallow, bagaimana sekolahnya hari ini?”
Hallow menatapku sedih. “ Buruk. Kau mendapat kesakitan dari orang-orang yang membencimu dan itu membuatku sedih, Mocca. Aku ingin sekali menghukum mereka.”
Aku tahu Hallow pasti akan melakukan sesuatu kepada Greyina dan Serta. Dia akan menghukum mereka dengan caranya sendiri. Karena dia adalah Raja, aku tidak terlalu berani untuk membantah keputusannya. Sisiku yang lain akan mengatakan pasti dia mau sekali mereka berdua dihukum. Sebagian hatiku menginginkan mereka berdua mendapat balasannya, tapi aku tidak mau diriku terlihat jahat di depan mereka.
“Magiafestrada!” Sebuah mantra diucapkan oleh Greethov dengan cepat. Mengeluarkan energi sihir di tangan kanannya. Melemparkan energinya itu ke depan jendela.
“Yang Mulia! Kita diserang oleh lima kesatria vampir itu lagi!” lapor Beethov kepada Hallow dan aku. “Perintah Anda, Yang Mulia.”
Hallow memegang tanganku dengan erat lalu merengkuhku. Suara Hallow memerintah mereka terdengar jelas dan tegas di telingaku.
“Bunuh mereka semua.”
Greethov, Beethov, dan Reo menjawab perintah Hallow dengan serempak seraya membungkuk kepada Hallow.
“Laksanakan, Yang Mulia Raja.”
🎃 TO BE CONTINUE ...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro