Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 4 - Menyamar

Gavin mencekal tanganku. Perlahan, dia mengusap ujung jariku yang sudah sedingin es. Pertanyaannya tadi dilayangkan dengan nada menegur.

Aku menarik napas panjang lalu mengangguk tegas.

Aku membuka botol lain. Suara garing yang terdengar mengingatkanku pada tali yang putus setelah terlalu kuat tertarik ... dan tertumpahlah wine itu dari tanganku, jatuh mengalir ke atas Gavin.

MC: "Aku tahu bahwa kau selalu ingin menjauhkan bahaya dariku dan kau ingin melindungiku dengan segala cara. Hal itu sudah sering terjadi, tapi, Gavin ... hal yang sama juga berlaku bagiku. Aku tak ingin melihatmu dalam bahaya."

Aroma wine yang kental dan kuat berpusar-pusar di udara. Aku berlutut di sisi sofa, melepas kancing depan kemeja Gavin satu persatu.

Aku merasakan otot-ototnya segera menegang, dadanya naik turun oleh sentuhanku.

MC: "Sama sepertiku yang takkan menghentikanmu mengejar keadilan dan mempertahankan prinsip, kau tak bisa menghentikanku mengkhawatirkanmu. Kuharap, kau sadar akan hal itu dan tidak akan mendorongku menjauh. Meskipun itu merepotkan atau berbahaya, aku tak mau hanya menunggumu selamanya. Aku ingin menghadapi mereka dan mengatasi semua bersama-sama denganmu."

Tangan Gavin bergerak lembut, menyibak poniku. Udara hangat yang dia embuskan bercampur bau alkohol, layaknya anggur mahal berusia bertahun-tahun.

Gavin: "Apa kau tidak takut?"

MC: "Jelas ... lihat saja bagaimana tanganku gemetaran."

Aku melihat Gavin menurunkan kelopak mata, lalu tubuhnya bergerak maju.

MC: "Dibandingkan dengan mimpi buruk melihatmu terluka saat kau tak di sisiku, atau ketakutan akan terjadi sesuatu saat tidak mendengar kabar darimu ... sedikit ketakutan ini tidaklah berarti."

Gavin: "Apa kau sedang mengeluh?"

MC: "Mm!"

Gavin menatapku. Jemarinya yang kapalan dan agak kasar membelai wajahku perlahan.

Keheningan terasa semakin lama di ruangan ini. Seakan-akan, Gavin sedang melalui pergumulan panjang. Sesaat kemudian, dia akhirnya bicara.

Gavin: "Orang-orang di luar pintu itu jauh lebih kompleks dari bayanganmu. Kalau kau tinggal di sini, artinya ... untuk waktu sangat lama setelah ini, namamu akan terikat dengan Gavin Bai atau Bai Qi. Meski aku akan tetap melindungimu, kau masih akan berhadapan dengan bahaya yang sama dengan yang aku hadapi. Kau akan menjadi perhatian begitu banyak pasang mata. Hanya kau seorang saja dapat menyebabkan kehancuran eksistensiku."

Suara bip akhirnya terdengar dari luar pintu, menandakan pintu itu tak terkunci lagi. Langkah kaki ringan dan teratur kini masuk ke dalam ruangan ini.

Gavin: "Siapkah kau, MC?"

Kesempatan mengelak atau membujukku habis sudah. Sedikit demi sedikit, Gavin menarikku lebih dekat sementara aku berlutut di samping sofa. Pertanyaannya diajukan dengan lugas, seolah dia telah lama tahu jawabannya.

MC: "Aku siap."

Gavin: "Kalau begitu, jangan takut. Lihat aku."

Dalam sekejap, Gavin telah bertukar pencitraan. Dia bersandar ringan di meja kopi yang terbuat dari kaca. Pergelangan tangan yang terikat pita dibiarkan menggelantung di sekitar kepalanya.

Ujung rambutnya lembab oleh tetesan wine, berkilau bak mutiara di bawah cahaya berkabut, begitu kontras dengan lautan keemasan adiktif di sekelilingnya.

Kulit telanjangnya nyaris terlihat melalui kemeja yang transparan oleh tumpahan wine, menunjukkan garis-garis abstrak. Dasinya disampirkan sembarangan di bahu, basah, terlihat begitu sensual.

Suara langkah kaki semakin mendekat. Air hujan yang menderas di luar jendela tersembunyi oleh dinding tak terlihat. Seluruh pikiran dan napasku kini seluruhnya terpusat dan dikendalikan oleh lelaki di depanku ini.

Gavin menggigit ujung sarung tangan di jari, gerakannya begitu lambat dan dengan sengaja mengekspos jarinya ke udara penuh aroma wine.

Gavin: "MC, bantu aku."

MC: "A-apa?"

Gavin: "Tanganku telah diikat olehmu, kan?"

Dengan malas-malasan, dia mengayunkan tangan yang telah diikat itu, seolah-olah sedang terjerumus dalam perangkap yang dia buat sendiri. Ujung jarinya melengkung dan sebuah tawa kecil meluncur dari bibirnya.

MC: "Bagaimana aku membantumu?"

Gavin: "Wine."

Senyumannya begitu mengagumkan. Ujung jarinya mengetuk gelas anggur di meja hingga terdengar suara dentingan.

Gavin: "Aku ingin minum wine tapi tidak bisa menjangkaunya."

Seolah tersihir, aku mengambil gelas dengan gemetaran. Aku membungkuk, menyodorkan gelas itu ke ujung bibirnya.

Gavin: "Sepertinya kau tidak terbiasa melakukan hal-hal ini."

Dia mengangkat kepala, mendekat ke telingaku lantas berbisik lirih.

MC: "...!"

Gavin: "Lupakan saja! Dibanding wine, ini kelihatan lebih baik."

Sambil mengatakan ini, jari-jari yang terselip di rambutku menekan dengan kuat, memaksa masuk lebih dalam ke duniaku.

Namun, kali ini, dia secara aktif merayuku mengejar langkahnya, merespons segala tindakannya.

Klik- pintu kamar pun ditarik terbuka.

Dengan cepat, Gavin menarikku ke dirinya dengan kuat lalu melingkupiku dengan jas luar yang tersampir di sofa. Tatapan dinginnya segera menusuk orang yang datang.

Gavin: "Mendobrak masuk ke kamar orang lain. Apakah ini yang kau sebut bersahabat?"

MC: "Lin .... "

Gavin: "Jangan takut."

Aku meringkuk dalam pelukan Gavin. Seolah sedang ketakutan karena tidak menyadari kedatangan penyusup mendadak ini.

Ketika pria di depan pintu melihat adegan "panas" di depan, dia segera menunjukkan kekagetannya.

Pendobrak Nyebelin: "Saya benar-benar minta maaf, Tuan Lin. Hanya saja kami menerima informasi tentang beberapa orang mencurigakan di pesta. Karena itulah, kami jadi khawatir."

Dia melirik pita berantakan di tangan Gavin lalu memberi kode jelas.

Pendobrak Nyebelin: "Saya ingin tahu, apakah Tuan Lin .... "

Kuulurkan tanganku meluncur ke suspender yang kendur, kuku jariku menggores lembut punggung Gavin yang setengah terbuka. Tangan lain melingkar ke lehernya.

MC: "Apakah aku membuatmu jadi disalahpahami?"

Gavin mengeluarkan suara "hmph" halus.

Gavin: "Tak peduli cara bermain apa yang kau inginkan, aku akan melakukannya denganmu. Selama kau suka, apapun tidak apa-apa."

Gavin menunduk, manik matanya dipenuhi bayanganku. Seolah dia tak ingin ada pengganggu hadir di dalamnya.

Gavin: "Masih tidak mau enyah?"

Pendobrak Nyebelin: " ... sungguh minta maaf telah mengganggu Anda."

Suara langkah kaki menjauh tergesa-gesa. Pintu kembali terkunci. Lalu, suara-suara itu perlahan menghilang. Aku akhirnya menempelkan wajah yang memanas ke jas luar Gavin.

MC: "Aku tidak mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya kukatakan, kan?"

Gavin: "Tadi, kau melakukannya dengan sangat baik. Atau lebih tepatnya, kau bahkan terlalu baik."

Gavin menarik napas dengan berat, menegakkan diri saat berdiri. Dengan hati-hati, dia merapikan rambut yang dikusutkan olehku.

Gavin: "Kau bisa kembali. Serahkan sisanya padaku. Oh, ya. Aku lupa mengatakannya. Hari ini, kau sangat cantik."

Saat aku selesai memperbaiki riasan wajah dan kembali ke ballroom, Kak Chen telah mencari-cariku cukup lama.

Chen Yi: "Ke mana kau pergi? Kenapa badanmu bau alkohol?"

MC: "Aku baik-baik saja! Sungguh! Aku bertemu seorang kenalan yang sudah lama tidak kutemui dan kami hanya ngobrol sebentar."

Aku melirik sekilas ke sekelilingku. Gavin tidak ada di ballroom. Mungkin, dia pergi melakukan apa yang seharusnya dia lakukan.

Namun, entah mengapa, aku merasa ada seseorang mengamatiku diam-diam.

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu menegakkan bahu.

MC: "Aku melihat Sutradara Liu di sana. Ayo pergi dan sapa dia."

Kugamit lengan Kak Chen, seraya tersenyum, aku berjalan lurus ke depan.

Dalam perjamuan ini, aku akan terus melakukan apa yang seharusnya dilakukan MC: menyapa para senior, menyapa para junior, bertukar salam formal dengan para ahli yang pernah bekerja denganku, mengirimkan restu kepada calon pengantin.

Dan dalam hatiku, aku terus mengulang doa-

Semoga Gavin aman dan sehat.

Chen Yi: "Pesta ini akhirnya berakhir! Apa kau ingin aku mengantarmu pulang?"

MC: "Mm? Tentu! Terima kasih, Kak Chen!"

Chen Yi: "Tunggu aku di pintu masuk utama. Aku akan mengambil mobil dulu."

Setelah segala berkat dan kegembiraan, perjamuan pertunangan pun berakhir. Rasanya seolah tak terjadi apa-apa, tapi, juga terasa seakan beberapa hal telah terselesaikan.

Sebelum benar-benar pergi, aku memperhatikan sekeliling lagi. Sayangnya, aku tak dapat menemukan jejak Gavin.

Sepertinya tidak ada masalah terlihat. Mungkin, ini adalah berita terbaik. Namun, aku masih tak bisa menghilangkan kekecewaan dalam hati.

Sambil menunduk, aku menuju pintu masuk utama. Aku berjalan dengan lambat, sadar kalau hari ini sudah berakhir.

MC: "Huffft."

Aku menghela napas panjang, mengangkat kepala ... lalu aku melihat Gavin memegang payung, bersandar di pintu masuk. Cahaya lembut membayangi sosoknya. Gavin mengulurkan tangan seraya tersenyum kepadaku.

Gavin: "Sedang menungguku?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro