Hadiah(?)
Yak! Jadi ini ff hadiah dariku karena di ReBoot chapter Jenguk Soraru (Pt.2), orang ini berhasil menjalankan challenge dariku. Challengenya apa? Ituloh, nulis nama negara Reboot yang lengkap tanpa ada typo satupun.
Berikut buktinya.
OKEI! SESUAI JANJI SAYA, INI DIAAA~
☆☆☆
Just Kidding
Oneshoot! Uratanuki x Uni_Kiria94
Terlihat seorang bocah laki-laki berambut brunette dengan emerald nya sedang berlari-lari disebuah pandang rumput. Ia sedang bermain dengan teman perempuannya yang berambut hitam kelam dengan warna matanya yang sapphire. Mereka nampak bahagia berlari kesana kemari.
"Ayo tangkap aku, Kiria-chan!" Kata si bocah laki-laki.
"Ah, tunggu aku Urata-kun! Sulit sekali mengejarmu tahu!" Kata si bocah perempuan.
Akhirnya, si bocah perempuan berhasil menangkap si bocah laki-laki.
"Hei, bukankah seharusnya laki-laki yang mengejar wanita? Kenapa harus aku yang mengejarmu?" Tanya bocah bernama Kiria.
"Kata siapa? Aku hanya ingin membuatmu merasakan lelahnya mengejar seseorang. Percaya atau tidak, ketika sudah besar nanti, aku yang akan mengejarmu. Dan aku juga akan merasakan lelah yang sama sepertimu." Ujar Urata.
"Benarkah?" Tanya Kiria.
"Sebenarnya hanya bercanda sih, hahahaha!" Tawa Urata. Kiria mempoutkan bibirnya, lalu memukul punggung Urata dengan kesal.
"Mou! Kebiasaan deh!"
☆☆☆
Hari demi hari berlalu, kini mereka berdua sudah berada di kelas 2 SMP. Mereka berdua tetap menjadi sepasang sahabat tanpa pernah mengalami pertengkaran. Walau ada, biasanya itu pertengkaran kecil karena kejahilan Urata.
"Hei Kiria-chan, tugas sejarahmu sudah?" Tanya Urata di kelas pada pagi hari. Kebetulan, mereka berdua datang terlalu pagi.
"Sudah!" Jawab Kiria dengan riang.
"Kalau begitu, pinjam dong!" Kata Urata sambil menunjukkan cengirannya.
"Hee?! Mana bisa! Aku sudah rela tidur larut malam hanya demi menyelesaikan tugas ini lho! Masa dengan mudahnya kamu meminta tugasku dan dengan mudahnya kamu akan menyalinnya?" Cerita Kiria.
"Oh ayolah Kiria-chan~ Nanti kubelikan es krim limited editon yang kau mau itu di minimarket deh." Bujuk Urata.
"Hmm.. baiklah!" Kata Kiria.
Kiria memberikan buku sejarahnya pada Urata, Urata pun dengan senang hati menyalinnya. Seusai menyalin, Urata mengembalikan buku Kiria dan berdiri di depan pintu kelas.
"Tapi hanya bercanda! Ahahahaha!!" Kata Urata sambil berlari keluar kelas.
"URATA-KUUUUN!!!" Kiria mulai kesal kembali karena ulah sahabatnya itu. Kiria pun mengejar Urata di koridor.
"Hei! Jangan berlari di koridor!" Tegur seorang guru yang malah diacuhkan oleh sepasang sahabat kecil ini.
Akhirnya, Kiria tetap bisa menangkap Urata. Memang beginilah mereka. Urata akan berlari, namun secepat apapun Urata berlari, Kiria akan tetap mampu untuk menangkapnya.
"Hah.. hah.. ber.. hasil.. hah.." Ucap Kiria dengan nafas tersengal-sengal.
"Huh, kau selalu berhasil menangkapku. Ini, minum." Kata Urata sambil memberikan air mineral yang masih bersegel kepada Kiria.
"Terima kasih." Kata Kiria sambil meminum air mineral itu. Kemudian, Urata merebutnya dan meminumnya juga.
"Yuk, duduk." Ajak Urata sambil menarik tangan Kiria untuk duduk di kursi terdekat. Mereka saat ini berada di taman belakang sekolah.
"Hei! Ada apa dengan dirimu sih?!" Tanya Kiria.
"Apanya yang ada apa hah?" Tanya Urata balik. Kiria menyentil dahi Urata dengan keras, Urata meringis kesakitan.
"Ya kamu! Mengapa kamu sangat suka membohongiku?! Apa menariknya sih?! Lagipula, aku juga bodoh! Bagaimana bisa aku selalu terjebak dalam kebohonganmu?!" Kata Kiria dengan geram sambil menghentakkan kakinya.
"Hahaha, itulah menariknya! Ekspresimu saat berhasil kubohongi itu menarik. Walau senyummu juga menarik sih." Kata Urata sambil berekspresi bahagia. Kiria tertegun, sejak kapan Urata bisa membuat ekspresi yang membuat dirinya terpesona? Kiria segera menggelengkan kepalanya dan malah membuat Urata kebingungan.
"Kenapa?" Tanya Urata.
"Tidak. Bukan apa-apa. Ayo kembali ke kelas! Sebentar lagi masuk!" Kata Kiria sambil bangkit dari kursi. Kemudian mereka berdua pun kembali ke kelas.
☆☆☆
Tiga tahun berada di SMP yang sama, siapa yang akan menyangka kalau dua sahabat ini akan kembali dipertemukan pada SMA yang sama? Padahal mereka berdua jelas-jelas tak saling memberitahu ke SMA mana mereka mendaftar. Mungkin itulah yang namanya takdir.
"Ish, bosen deh! Masa kamu selalu ada sih? Padahal kan kita tak saling berjanji akan masuk SMA yang sama!" Kata Kiria sambil menggembungkan pipinya. Urata gemas, dicubitlah pipi yang menggembung itu.
"Kalau begitu, aku akan terus ada dan akan selalu ada di sampingmu, Kiria-chan." Kata Urata lembut sambil mengelus pucuk kepala Kiria.
"K-kenapa?" Tanya Kiria.
"Mungkin takdir? Bahkan Tuhan sekalipun enggan memisahkan kita. Ahahaha."
"M-maksudmu?"
Urata menarik hidung Kiria yang mungil, setelah itu tersenyum jahil padanya. "Kita akan selalu bersama, Kiria-chan."
"A-apa sih! Paling-paling hanya bercanda! Kali ini aku tak akan terjebak olehmu, Urata-kun!" Ujar Kiria sambil pergi meninggalkan Urata.
Siapa yang tahu, kali ini apakah benar-benar asli atau hanya candaannya? Meski sudah berfikir bahwa itu hanya candaan dari Urata, Kiria merasa sedih.
"Andai yang kamu katakan itu benar, Urata-kun.."
☆☆☆
Mungkin Tuhan menjawab pertanyaan yang mengendap di hati Kiria selama ini. Buktinya, ternyata setelah lulus SMA, Urata masih tetap bersamanya di universitas yang sama. Tapi pertanyaan itu seakan-akan sangat betah di hati Kiria. Apalagi sejak sahabatnya itu menginjak karier sebagai utaite. Ia mulai jarang mengobrol dengan Urata. Kekhawatiran itu pun muncul, bagaimana jika ternyata dahulu perkataannya memang benar-benar hanya candaan?
Kiria menggertakan giginya, dasar pembohong, dasar pembohong, dasar pembohong! Namun sekali lagi ia mengakui kebodohannya yang malah mencintai seorang pembohong. Kiria selalu frustasi ketika memikirkan Urata. Apa yang ia lakukan, apa yang ia nyanyikan, siapa saja temannya saat ini, siapa saja yang menjadi dekat dengannya, dan..
Siapa yang berada di dalam hatinya?
Tak hanya sekali dua kali Kiria melihat Urata berjalan sambil mengobrol dengan mahasiswi lainnya. Tapi Kiria tak bisa apa-apa. Ia hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Sebab, bagaimanapun, dirinya bukanlah siapa-siapa bagi Urata. Hanya sekedar sahabat kecil yang mungkin sebentar lagi akan ditinggalkan. Ia tak memiliki hak untuk melarang Urata bergaul dengan perempuan lainnya. Mengetahui itu, dada Kiria terasa sesak.
Namun, suatu hari terjadilah hari yang sangat bersejarah bagi Kiria. Hari dimana Urata berpamitan kepadanya. Tentu saja, setiap pertemuan ada perpisahan bukan?
"Kiria-chan, maafkan aku. Aku akan pindah ke kota XXX karena pekerjaanku." Ucap Urata.
"Sudah kuduga, kata-katamu saat itu hanya candaan bukan? Kau bilang kau akan selalu bersamaku. Saat kutanya kenapa, kau jawab itu takdir. Huh, betapa berperasaannya dirimu." Sindir Kiria.
"Ya, itu memang hanya candaan." Jawab Urata singkat tanpa merasa bersalah. Ia tak memikirkan perasaan Kiria yang kecewa karena kata-katanya. Mata Kiria sudah berkaca-kaca, ia akan menumpahkan air matanya sebentar lagi.
"Urata-kun.. Kau.. kau.. kau yang terburuk!" Jerit Kiria. Ia pun berlari meninggalkan Urata. Padahal.. padahal ia tahu itu semua hanya candaan. Tapi kenapa dadanya terasa begitu sakit?
Air matanya sudah tumpah, mengekspresikan betapa sesaknya dada itu.
Kiria terus berlari tanpa memerhatikan arah, hanya sampai kakinya lemas. Saat kakinya lemas, dia berada di sebuah padang rumput tempatnya bermain dengan Urata dulu. Ia sadar, ia telah berlari ke tempat yang salah. Tempat yang penuh kenangan antara dirinya dan Urata. Tapi, ia tetap memaksakan diri untuk memasuki padang rumput. Ia perhatikan keadaan sekitar. Meski sudah lebih dari 10 tahun lamanya, tempat itu tetap tidak berubah. Kiria berjalan mendekati pohon disana.
"Kiria and Urata is Best Friend Forever!"
Begitulah bunyi ukiran di pohon itu. Seketika Kiria tersenyum miris. Ya, hanya sahabat. Tapi lagi-lagi, Urata membuat candaan yang sama sekali tidak lucu. Mereka tidak akan menjadi sahabat selamanya. Karena, Urata sudah disibukkan oleh pekerjaannya. Kiria menangis, ia tempelkan jidatnya pada pohon itu.
"Mengapa? Mengapa kau selalu mempermainkanku dengan mengatakan hanya bercanda?" Gumam Kiria.
Tiba-tiba, Kiria merasakan seseorang yang mengelus pucuk kepalanya. "Karena aku hanya ingin kau memikirkanku. Karena dengan itu saja, kamu akan terus bertanya-tanya ada apa denganku. Dengan itu juga, kamu tidak akan pernah melupakanku, Kiria-chan."
Terkejut, Kiria segera membalikkan tubuhnya. "Apa maumu?! Bukankah kamu akan pergi? Cepat, pergilah sana! Untuk apa kau menemuiku, rakun bodoh?!" Ujar Kiria.
Urata menghapus air mata Kiria, setelah itu ia berbalik. Kiria sudah mengiranya bahwa Urata akan pergi. Tetapi, siapa sangka bahwa Urata justru kembali sambil membawa alat ukir kayu?
Ia mengukir sesuatu di pohon, kemudian tersenyum puas. "Nah, ini baru benar!"
Penasaran dengan apa yang Urata buat, Kiria mengintip apa yang Urata buat.
"Kiria and Urata is Best Friend Forever Always Together"
Kiria mengernyit heran. "Apa maksudmu?"
"Hm, bukankah aku sudah pernah bilang? Aku dan kamu akan selalu bersama. Aku tak bercanda soal itu." Kata Urata.
Geram, Kiria berteriak, "LALU APA MAKSUDMU KAU AKAN PINDAH KE KOTA LAIN?! BUKANKAH ITU SAMA SAJA MENINGGALKANKU? DIMANA PIKIRANMU BERADA? DAN SELALU BERSAMA? CIH! BOHONG! ITU SEMUA BOHONG! JIKA MEMANG ITU BUKAN SEBUAH CANDAAN, KATAKAN PADAKU, APA CANDAAN YANG KAU MAKSUD!"
"Aku tak bohong pasal pindah kota. Aku juga tak bohong akan selalu bersamamu. Yang mana candaanku? Biar kukatakan. Pertama, candaanku adalah aku akan meninggalkanmu."
"BAGAIMANA BISA KAU TAK MENINGGALKANKU SEDANGKAN KAU SAJA ADA DI KOTA LAIN?! AKALMU BERADA DIMANA HAH, URATA-KUN!"
"Yah, aku tak bercanda masalah itu. Aku tak akan meninggalkanmu dan aku akan tetap pergi ke kota lain. Bagaimana bisa? Sederhana saja, karena aku akan membawamu bersamaku."
Kali ini, Kiria yang terdiam. Lalu Urata melanjutkan perkataannya. "Dimana akal dan pikiranku? Huh, kurasa kau yang lebih tahu soal itu. Bukankah kau sudah mencurinya, wahai nona manis?" Tanya Urata sambil memegang dagu Kiria menggunakan jari telunjuk dan ibu jarinya. Belum sempat menjawab pertanyaan Urata, ia sudah langsung mengatakan hal yang berikutnya. "Lalu candaanku yang berikutnya adalah, kau akan menjadi sahabatku selamanya. Itu sejak dahulu sekali merupakan candaan. Karena, aku tak berniat menjadikanmu sebagai sahabatku. Tapi aku berniat menjadikanmu sebagai pasangan hidupku."
Ya, kenyataannya candaannya tak selalu pahit ataupun membuat kesal. Tapi candaan yang ia buat pun ternyata bisa semanis gula kapas.
-The End-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro