DS : Boneka
*DS = Dark Story
Kalo gak mau berubah mood, lebih baik jangan dibaca. Sankyuu~*
Katanya, boneka itu imut, cantik, dan nyaman dipeluk.
Ya, itu benar. Tapi itu jika hanya dilihat dari posisi positifnya saja.
Kau tahu? Aku ini pernah dijuluki temanku dengan sebutan boneka. Ia bilang, aku mirip dengan boneka. Kami sama-sama imut. Kuakui, saat itu aku tersanjung.
Namun lama kelamaan aku mengerti maksudnya. Dia benar. Aku bagaikan boneka. Kami sama persis. Yang berbeda hanyalah ia tak bernafas, bergerak, maupun bicara.
Ah, meski aku memiliki mulut, entah kenapa aku tak bisa berbicara. Lidahku selalu kelu setiap kali ada orang yang membicarakanku baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kau ingat bukan, masa-masa dimana kau bermain dengan bonekamu? Kau selalu memeluknya, seakan tidak ingin kehilangannya. Kau selalu mengobrol dengannya meski ia tak menjawab, seakan kau takut ia akan kesepian jika tidak kau ajak bicara. Mungkin hanya itu yang kau ingat.
Tapi kau tidak pernah mengingat ini.
Seiring bertambahnya usiamu, kau semakin menjauh dari bonekamu. Kau sudah tak lagi memeluknya. Kau sudah tak lagi mengajaknya mengobrol. Semakin lama, kau semakin melupakannya. Semakin lama, ia hanya menjadi pajangan. Semakin lama, tubuhnya akan kotor. Disaat itulah kau akan menemukan dua pilihan.
Dicuci,
Ataukah
Dibuang?
Kau pikir kau sudah dewasa, sehingga tak memerlukannya lagi. Kau pun membuang boneka itu.
Membiarkannya mendapat tempat tinggal baru, yakni pinggir jalan atau disamping tong sampah. Membiarkannya basah karena hujan dan membiarkannya lapuk karena teriknya matahari. Membiarkannya digigit serangga apapun.
Namun apalah dayanya? Ia hanyalah seorang boneka yang malang.
Seorang boneka tidak bisa menolak apa yang akan dilakukan oleh pemiliknya terhadapnya. Karena ia tak lebih dari sebuah benda mati.
Andaikan semua boneka di dunia ini memiliki jiwa dan perasaan, maka akan kupastikan mereka akan menjerit sedih dalam tangis mereka.
Mereka diberi pertanyaan, "Lebih baik kubuang atau kusumbangkan saja ya?"
Tentu para boneka akan menjawab dengan perasaan terpaksa, "Sumbangkan saja."
Namun kau malah membuangnya.
Sama sepertiku.
Persis.
"Kuusir atau kutelantarkan saja ya?"
"Telantarkan saja."
"Ah, kuusir sajalah."
Kenapa? Kenapa selalu seperti itu? Untuk apa aku diberi pilihan jika pada akhirnya aku tak diperbolehkan memilih? Untuk apa memberikanku secercah harapan untuk percaya bahwa suatu saat nanti kau akan menemaniku kembali? Untuk apa aku dilahirkan jika pada akhirnya nanti aku akan mati juga?
Aku seperti boneka. Tak bisa membuka mulut disaat yang aku mau meski aku membutuhkannya. Tak bisa menolak apapun perlakuan yang aku terima dari orang lain. Tak bisa membangkang. Tak bisa melawan arus hidup. Terlalu penurut.
Lalu untuk apa kau membebaskanku untuk berkeinginan meski pada akhirnya kau yang menentukannya?
Untuk apa?
Untuk apa aku hidup?
Bahkan hidupku tak jauh berbeda dengan boneka yang ditinggalkan.
Untuk apa aku dilahirkan sebagai boneka berwujud manusia hidup?
Untuk apa..
Untuk apa..
Mengapa aku dilahirkan menjadi orang yang seperti ini?
Baik, tetapi buruk.
Mengapa kebahagiaan itu merupakan suatu hal yang fana?
Ah, lebih tepatnya apa itu kebahagiaan?
Bahkan aku sudah lama lupa caranya tersenyum tulus.
Lagipula.. apa seorang boneka harus tersenyum tulus? Toh, wajah mereka memang sudah tersenyum.
Biarkan kami hidup dalam senyum buatan. Itu lebih baik daripada kami tidak mengenal sama sekali apa itu senyuman.
Ironi memang, senyum tanpa kebahagiaan.
-The End-
-Asahina Mizu-
Rabu, 10 April 2019
513 words
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro