1
.
.
.
.
.
Tsukasa seharian menahan amarahnya. Cangkir teh yang ia gunakan, digenggamnya dengan erat, melampiaskan amarahnya pada benda kecil tak bernyawa itu. Matanya memanas ketika melihat oneesama-nya bersama dengan leader Knights. Ah ralat, mantan leader. Karena mereka semua memang telah lulus.
Entah hanya perasaannya saja, atau memang gadis yang berstatus pendamping hidupnya itu, akhir-akhir ini terlihat lebih dekat dengan Leo, sang mantan leader Knights.
"Positive thinking ... Positive thinking ...." Kata tersebut terus saja Tsukasa gumamkan. Ia tidak ingin jika pikiran negatif merasuki dirinya dan mengacaukan segalanya.
Namun, belum sempat dirinya berpikir jernih sepenuhnya, irisnya tak sengaja mendapati sosok orange itu mengecup pipi istrinya.
Crang!
Cangkir yang ia pegang hancur, pecah akibat genggamannya yang terlalu kuat. Suara pecah tersebut sama seperti hatinya, atau mungkin saja itu penggambaran suasana hatinya.
"Apa ... Apa-apaan itu?!"
Aku akui mereka berdua memang dekat sewaktu SMA, tapi ... Apa-apaan adegan tak bermoral itu, batin Tsukasa kesal. Maklum dirinya belum melakukan hubungan yang lebih jauh dengan [Name] selain status suami-istri.
"Eh? Apa ada sesuatu yang jatuh?" tanya [Name] ketika mendengar suara kaca yang pecah. Tsukasa hanya diam, masih sibuk dengan pikirannya.
Iris [Name] sedikit membelalak ketika melihat tangan Tsukasa yang dipenuhi dengan cairan merah. Apalagi namanya kalau bukan darah? [Name] menjadi panik ketika melihat hal itu. "Tsukasa-kun?! Daijoubu? Tanganmu berdarah ...."
Tsukasa sedikit tersentak ketika melihat wajah panik milik oneesama-nya. Senyum paksa sedikit ia sunggingkan, mencoba untuk menenangkan [Name].
"Bukan hal besar kok, oneesama. Hanya kecelakaan kecil," ujarnya.
Walaupun Tsukasa mengatakan hal itu, tetap saja tidak menghilangkan raut khawatir dari [Name]. Tsukasa merasa tidak nyaman dengan keadaan ini, terlebih lagi karena adegan tadi. Ia merasa malas untuk berduaan dengan [Name].
"Ah, leader bagaimana? Apa ia sudah pulang atau berkeliaran kemana-mana lagi?" tanya Tsukasa mencoba memecah keheningan juga mencoba menyembunyikan perasaannya.
"Leo-senpai? Tadi dia sudah pulang kok," jawab [Name].
Rasa penasaran Tsukasa muncul, tak ingin melewatkan kesempatan ini, ia bertanya lebih banyak mengenai leader-nya dan apa saja yang mereka berdua lakukan tadi. Toh, oneesama-nya tidak peka tentang inti dari pertanyaannya.
"Tadi, oneesama dan leader sedang apa?"
"Eh? Kita hanya membicarakan tentang sesuatu yang tidak terlalu penting kok," jawab [Name] dengan polos, tak menyadari nada interogasi dari pertanyaan Tsukasa.
"T-tapi tadi aku melihat kalian ..."
"Melihat apa, Tsukasa-kun?"
Tsukasa bungkam, mengurungkan kalimatnya untuk dilanjutkan. Senyum miris sedikit ia ulas, tangannya tertarik ke atas, mencoba mengusap kepala oneesama-nya dengan lembut.
"Tidak apa-apa, lupakan saja, oneesama." Bersamaan dengan perkataannya, Tsukasa kembali ke kamarnya, meninggalkan [Name] dalam kebingungan. Kepala [Name] tertoleh, sebelah alisnya terangkat.
"Ada apa dengan Tsukasa-kun?"
.
.
.
.
.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro