Bunuh Mantan
Ia berfikir untuk membunuh Riko mantannya karena ia pikir Riko ini gampang dijebak, dia memiliki nafsu birahi yang cukup tinggi.
Zerin berfikir untuk menjebaknya dengan itu.
Suatu malam Zerin menelpon Riko
"Ko?"
"Iya, kenapa nelpon? Tumben nih kangen ya?"
"Rumah ku lagi kosong biasalah papa mama aku pergi kerja dan aku sendirian, sepi rasanya. Mau gak temenin aku?"
"Otw"
Riko mematikan telponnya dan menuju rumah Zerin.
"Haha aku udah tau dia bakalan datang" ujarnya sembari melihat botol obat yang ia pegang
"Zerin, Riko datang"
"Iya masuk aja Ko"
Mereka duduk di sofa ruang tamu rumah Zerin.
"Menurut kamu enakan di sini apa di kamar?" ujar Zerin pada Riko sembari mendekatkan badannya pada Riko.
"Terserah, di kamar juga boleh" jawabnya sambil mendekat juga pada Zerin.
Mereka masuk ke dalam kamar Zerin dan Zerin menyuruhnya berbaring dengan santai sementara Zerin ke dapur untuk membuat minuman.
Setelah membuatnya ia kembali lagi ke kamar, di dalam minuman itu ia memberi obat bius pada Riko.
"Ko, ini minum dulu"
"Eh tumben"
"Hstt obat kuat" ujarnya menggoda Riko
Riko meminum segelas air yang diberikan Zerin, hanya beberapa menit ia sudah merasa pusing dan pingsan di kasur Zerin.
Zerin berjalan menuju lemari dan ia mengeluarkan pisau yang baru dia asah dari dalam lemari.
Ia gemetar dan takut untuk membunuhnya.
"A ... aku tidak bisa" ujarnya pada diri sendiri
"Tapi aku mau Boy" sambungnya lagi.
Ia pun langsung menusuk perut Riko sangat dalam lalu mencabut pisau itu perlahan.
Ia berlari ke dapur mengambil gelas bermaksud menampung darah yang keluar di perut Riko tapi darahnya tak begitu banyak hanya menempel di pisau saja.
"Aha aku tau supaya darahnya banyak"
Ia memotong jari-jari Riko satu persatu dari jempol hingga kelingking, ia memerasnya dan menampungnya di dalam sebuah gelas.
Setelah itu ia memejamkan matanya dan meminum gelas berisi darah itu.
Ia seperti ingin muntah tapi tetap ia tahan sampai darah di gelas itu habis.
Kemudian ia menyeret mayat Riko dan menguburnya di belakang rumahnya malam itu.
Ia membersihkan dengan sangat rapi bekas pembunuhan yang ia lakukan.
Usai kejadian itu heboh berita bahwa Riko hilang dan orang tua Riko mencarinya kemana mana.
Di kantin kampus yang sepi karena belum jam istirahat Zerin dan Trisa membolos pelajaran.
"Kamu kan Rin yang bunuh hehe?" ujar Trisa
"Gak" jawabnya santai sambil memakan permen
"Udahlah aku udah tau kok, akhir akhir ini Boy kayak cari cari kamu terus dan kemarin pas ke dukun aku liat ekspresi mu kok, ambisi mu tinggi aku tau kau orang seperti apa"
"Kalau iya kau mau apa Trisa?" jawab Zerin berdiri dari duduknya
"Eh santai dong"
Zerin kembali duduk dan memegang bahu Trisa lalu menariknya ke arahnya
"Jangan cerita ke siapapun, aku bisa aja bunuh kamu selanjutnya"
Zerin lalu pergi dari sana meninggalkan Trisa sendiri.
Setelah itu trisa berkata sambil menatap Zerin yang berjalan. "Kamu pikir aku gak bisa bunuh kamu juga apa?"
tengah malam itu Zerin pulang dari kampus bersama Boy.
Zerin menyuruhnya menunggu di tempat sepi dekat kampus karena ia tak mau orang tau hubungannya dengan Boy dan tak ingin membuat gosip berlebihan tentang mereka berdua.
Akhirnya Zerin sampai ke rumah dan Boy langsung pulang, seperti biasa rumahnya kosong.
Dia pun ke dapur dan meneguk segelas air
"Huh lelah sekali hari ini tugas banyak banget"
Ia pun berniat langsung tidur di kamarnya, ia membuka gagang pintunya tapi seperti tertahan.
"Klek ... klek" Dua kali ia menekan gagang pintunya tapi tetap tak bisa terbuka
"Loh?"
Ia pun berniat tidur di kamar satunya dan mulai berjalan menjauh dari pintu
***Krierttt***
Belum begitu jauh dia berjalan dari kamarnya terdengar suara pintu yang terbuka.
Ia pun menoleh ke belakang dan pintu kamarnya terbuka.
Ia pun mengangkat alis dan bahunya sembari berkata, "Mungkin pintunya udah tua jadi macet"
Ia pun menuju kamarnya, saat pertama ia membuka pintu terlihat sosok pria terbaring di kamarnya.
Ia melihat sekilas dan langsung menggosok matanya lalu tidak ada siapapun di sana.
Dia lalu berkata dalam hati "Mungkin aku terlalu lelah hari ini"
Zerin mulai melangkah menuju kasurnya, ia membuka sepatu yang dikenakannya dan bermaksud berbaring di bantal.
"Saatnya tidur," ujarnya
Ia berbaring dan merasa ada yang aneh, bantal yang harusnya terasa lembut dan empuk saat di pakai kini tiba tiba mengeras seolah dia sedang berbaring di bagian perut manusia.
"A ... apa yang terja..."
***Tek***
Jendela kamarnya terbuka dan angin bertiup kencang saat itu.
Ia perlahan duduk mencoba menoleh ke arah bantal yang tadi ia tiduri.
"Po ... Po ... poconggggg..."
Sesosok pocong dengan wajah hitam gosong, tak terlihat apapun di wajahnya kecuali bola matanya berwarna putih semua yang hampir keluar dari mata itu.
Zerin beranjak berdiri tapi pintunya tertutup sendiri dan lampu mulai berkelap-kelip, gemetar dan takut yang ia rasakan membuat badannya sedikit lemah seperti ingin pingsan tapi ia menguatkan diri berdiri dari kasur dan ingin menuju pintu.
***Tep***
Kedua kakinya tiba tiba di genggam dari arah bawah kasurnya oleh tangan yang terlihat hitam berlumpur.
"Aaaa .... aaaa ... tolong"
Ia mengeluarkan suara yang teramat sangat nyaring.
*Klek*
Terdengar suara pintu yang dibuka.
*Plakk*
Setelah tamparan yang sangat keras dari sang mama barulah ia tersadar
"Ma ... mama"
"Kamu kenapa teriak teriak dipanggil gak nyahut cuma teriak-teriak"
"A ... aku, aku tadi latihan buat partisipasi pentas seni ma, buat teater campus"
"Oo gitu, bagus bagus kamu menghayati sampai di panggil gak respon"
Mamanya hendak meninggalkan dia sendiri
"Ma, hari ini aku tidur sama Mama ya"
"Gak, udah tua juga"
Mamanya pun pergi dari kamarnya lalu Zerin melihat sekeliling nya dan merasa kehangatan tubuhnya lewat telapak tangannya.
"Mungkin aku demam" ujarnya sedikit takut
Dia pun tidur malam itu dengan lumayan nyenyak.
Mentari sangat bersemangat esok harinya dengan merdunya Kokok ayam jantan membangunkan tidur Zerin pagi itu.
Ia membuka matanya yang masih sayu dan di indahnya pagi ia melihat pemandangan yang buruk.
Kaki yang terkelupas dan berwarna abu-abu pucat menggantung di depan matanya tepat saat ia membuka mata.
"Aaa..." teriaknya
Ia berlari menuju keluar, saat berlari keningnya terhantam oleh sudut lemari yang ada di sebelah tempat tidurnya sehingga berdarah sedikit lalu dia menuju kamar mamanya.
"Maa.."
Mamanya membuka pintu dengan pakaian yang sudah rapi
"Eh kenapa kening mu?"
"Kena lemari Ma"
"Duh makanya hati-hati"
Mamanya memberi plaster pada Zerin dan pamit pergi.
"Ma, pergi sama sama aja tunggu aku siap siap sebentar" pintanya pada mamanya
"Mama sibuk ada meeting, ada ayah mu di dalam masih tidur"
Mamanya pun kembali meninggalkannya.
Dengan bergegas ia menuju kamar mandi untuk bersiap pergi ke campus, ia memakai baju ibunya yang terlihat seperti pakaian pegawai kantoran karena ia tak mau lagi masuk ke dalam kamarnya.
Di kamar mandi ia mandi dan saat selesai ia lupa menggosok gigi lalu kembali lagi untuk menggosok gigi sebelum pergi ke campus.
Saat menggosok gigi dia melihat dari balik tabir ada bayangan orang mandi di shower.
Ia mengira itu adalah ayahnya
"Ayah?"
Tapi semakin di perhatikan bayangan orang itu tak bergerak hanya diam mematung di bawah pancuran air yang mengalir.
Zerin mencoba memanggilnya sekali lagi dengan ragu.
"A... Ayah?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro