18. Unexpected Truth
Hello~ dulu pernah up chap ini tapi cuma bentuk draf, sekarang sudah diedit~
Selamat menikmati~
.
.
.
Semilir angin berhembus, menerbangkan beberapa daun kecokelatan di sebuah taman. Dua figur dewasa dan anak, duduk riang di ayunan. Bercengkerama riang dengan penuh senyuman hangat.
Menatap sang anak lekat, orang dewasa berambut cokelat panjang itu mengusap kepala si bocah lembut. "Viole sayang, saat besar nanti pastikan kau hidup bahagia. Aku tahu itu sulit karena kau memiliki gen keluarga Grace. Tapi ibu yakin jika kau akan tumbuh kuat." senyum manis terukir disertai tatapan teduh. Memandang sang anak yang berkedip lucu dengan pipi gembulnya.
"Gen keluarga Grace?" Tanyanya penasaran sekaligus bingung, keningnya mengerut menambah kesan imut hingga sang ibu tak tahan untuk mencubit.
Terkikik geli melihat sang anak yang mengembungkan pipinya kesal karena terus dicubit. Ia melanjutkan. "Ya, ibu akan menjelaskannya saat kau sudah besar. Ayo kita makan bersama. Ayah kelihatannya sudah pulang."
"Um!"
🌠🌠🌠
Baam berkedip melihat ingatan atau mimpi? Mengenai Viole saat masih kecil.
Ingatan Viole saat kecil tidak terlalu banyak, entah kenapa terasa tidak ingin diingat oleh Viole sendiri. Saat ini Baam tahu alasannya, sejak kecil Viole hidup bahagia dan begitu dimanja oleh orang tua aslinya.
Arlene Grace dan V.
Keluarga Grace terkenal akan gen mereka yang kuat. Baik Alpha, Beta atau Omega yang lahir dari keluarga Grace selalu memiliki fisik di atas manusia normal.
Saking terkenalnya keluarga Grace akan kekuatan mereka, banyak orang yang iri. Menjadikan siapapun yang menyandang nama Grace diincar. Itulah yang menyebabkan Arlene dan V meninggal.
Mereka berdua menderita kecelakaan lalu lintas akibat berseteru dengan pihak tak bertanggung jawab.
Ha Jinsung sebagai sahabat baik V dan Arlene, akhirnya mengadopsi Viole yang saat ini merupakan satu-satunya pemilik gen Grace. Untung saja keluarga Ha, sangat memiliki kekayaan yang luar biasa disertai kekuasaan terkenal di kota. Jadi Viole yang saat itu masih berumur 6 tahun, bisa terlindungi sampai sekarang.
Tanpa sadar Baam memperhatikan Arlene dan V yang tengah menggandeng Viole kecil seperti keluarga bahagia. Dirinya yang tak pernah mengetahui siapa atau wajah orang tua aslinya, termenung. Bertanya-tanya apakah orang tuanya di dunia asli juga mirip Arlene dan V.
Apakah mereka juga masih hidup?
Sudah meninggal? Apakah mereka sengaja meninggalkannya di panti asuhan?
Banyak pertanyaan yang tak sanggup ia tanyakan, namun semua itu tidak ada gunanya. Toh, ia sudah tak bisa kembali ke dunia aslinya. Dirinya sudah terjebak dan memutuskan hidup baru.
Bukan hal mudah saat Baam harus meneruskan kehidupan yang bukan miliknya. Meski di luar nampak tegar, sebenarnya ia masih enggan dan panik. Tidak bisa menerima begitu saja hidup barunya.
Jika saja ia tidak memfokuskan diri pada rencananya dengan Khun, mungkin Baam akan menghabiskan waktunya dalam hening sambil menatap kosong langit-langit ruangan.
Saat Baam berjalan mengikuti keluarga bahagia yang masih terlihat berbincang hangat. Ia melihat pemandangan di depannya yang berubah menjadi gelap, gambar di depannya mulai retak seperti sebuah kaca yang terpecah dan hancur.
Tubuhnya kemudian terhempas, jatuh ke dalam kegelapan. Tangan menggapai udara, mencoba menggapai cahaya kecil. Mata emas itu melebar, ketika dia melihat--
Melihat Viole yang terikat di kursi dengan Rachel yang tersenyum dan memberikan secangkir minuman aneh.
Ekspresi Viole nampak kosong, matanya meredup seperti orang yang tak sadarkan diri. Saat Rachel memberikan pil aneh ke dalam mulutnya, Viole menurut jinak. Tingkahnya seperti boneka yang dikendalikan.
Baam berusaha menggapai ingatan penting itu, sayangnya tubuhnya seperti ditarik oleh gravitasi. Ia semakin menjauh tanpa bisa melihat lebih, hal yang dia ingat hanyalah beberapa orang asing yang berada di sekitar Rachel sambil membawa beberapa suntikan.
Kuso, jangan bilang kalau Viole menjadi bahan eksprerimen. Itu kan ilegal!
Pikiran Baam berputar, sedikit pecahan informasi akhirnya didapat. Kini ia tahu mengapa ingatan Viole tidak sempurna, rasa sakit di kepala, juga indera penciuman Alpha-nya yang bermasalah.
Semuanya karena Viole telah dijadikan bahan eksperimen. Karena Viole adalah satu-satunya yang memiliki gen Grace saat ini.
Baam bangun dalam suasana hati yang buruk. Ia menghela napas berat lalu berniat bergerak jika saja dia tak menemukan--
Khun yang lagi-lagi tidur di dadanya.
Melirik arah jam yang sudah menunjukan pukul 6 pagi. Baam menggeser Khun pelan, lalu berjalan ke kamar mandi. Dia butuh air dingin untuk menjernihkan otaknya yang terasa terbakar oleh ingatan menyebalkan.
Sebagai polisi hal yang paling dia benci adalah, perbudakan, pembunuhan dan eksprerimen manusia.
Ia dulu pernah mendapat misi untuk memberantas organisasi hitam--bukan organisasi yang buat obat jadi anak kecil dengan tema 'shinjitsu wa itsumo hitotsu' berkacamata dengan dasi pengubah--lupakan--
Organisasi hitam yang tengah menculik beberapa anak yatim piatu untuk dijadikan bahan uji coba obat-obatan.
Ketika ia menemukan markas pelaku, Baam sangat marah. Dia melihat begitu banyak anak-anak tergeletak layaknya boneka terbuang.
Kumuh, kotor dan tak terawat.
Bahkan anak yang meninggal pun disimpan di satu ruangan, menambah kesan suram dan bau busuk menyengat.
Tsk, Baam tak ingin mengingat kejadian itu. Membuatnya kembali emosi dan kesal. Rasanya sudah lama sekali dia tidak merasakan gejolak amarah yang begitu besar, mungkin karena terlalu shock akan hidup barunya dan beberapa masalah (apalagi b*ichel) membuat mentalnya kurang stabil hingga ia sedikit kurang bisa menahan emosi.
Membasuh mukanya dengan air dingin, Baam memperhatikan wajahnya di cermin dengan tatapan suram. Entah kenapa semenjak terlahir kembali di dunia ini, hidup yang awalnya tak begitu rumit menjadi kacau balau dengan misteri tanpa ujung.
Yah, meski Baam cukup menyukainya. Cukup menantang untuk dijalani.
Sepertinya dia harus mencari bukti yang kuat mengenai Viole yang telah disalahgunakan, mencari orang-orang yang telah menghapus memorinya dan menangkap mereka untuk dihukum.
"Baam?"
Suara Khun di belakangnya, sontak membuat Baam berjengit dengan raut kejut. Tidak biasanya sang blunette bangun sepagi ini. Ia buru-buru membawa handuk dan mengelap wajahnya, mencoba rileks dan menghilangkan emosi buruknya.
"Ya? Ada apa?" Baam bertanya seraya berbalik. Amber-nya memperhatikan Khun yang masih terlihat mengantuk. Senyum kecil terukir, Baam mendapati Khun yang linglung dengan rambut sedikit berantakan. Bahkan piyama yang selalu terlihat rapih nampak melorot menampilkan tulang selangkanya yang indah.
Gulp. Err siapa yang meneguk ludah? Hah?
"Hm...," Khun berjalan mendekat, ia merentangkan tangannya dan memeluk Baam lembut. Bibirnya mencium sejenak leher sang brunette, sebelum menyandarkan kepalanya di bahu Baam. "Kau terlihat marah, ini masih pagi. Ada apa?" Gumamnya lembut, tangan ramping nan putih itu menelusuri punggung Baam dengan malas.
Mendengarnya Baam terhenyak, ia balas memeluk Khun erat. Sapuan malas Khun dipunggungnya entah kenapa sedikit membuatnya menggigil dengan getaran aneh, seolah sesuatu dalam dirinya merespon dengan agresif dan menyuruhnya untuk membalas lebih. Lebih? Bagaimana?
Namun pikiran itu segera terhapus saat ia ingat apa yang dilakukan si bintik kuning. "Kebenaran hubungan Viole dan Rachel." desis Baam dengan jengkel.
Khun mengangkat wajahnya seraya menatap Baam yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Dari ekspresi sang brunette, ia tahu bahwa itu bukanlah hal baik. Dirinya yang belum sadar sepenuhnya berkedip, sambil menikmati aroma Alpha kesukaannya.
Tidak senang akan emosi sang Alpha yang tak kunjung membaik--setelah ia dengan susah payah mengelus dan bertingkah manja? Khun menggerutu, ia kesal lalu dengan marah menggigit bahu Baam seraya membenamkan wajahnya--
"..." Baam berkedip.
Khun senang karena sang Alpha mengalihkan perhatian padanya.
"..."
".........."
Khun lalu mengingat jika Baam tadi berkata mengenai kebenaran hubungan Viole dan Rachel.
Coretdiajugaingatcoret saat dia kesal dan marah lalu tingkahnya yang Omega sekali. Tapi itu tidak penting, sekarang dia lebih membutuhkan penjelasan.
"Hubungan apa?" Khun yang akhirnya tersadar segera bertanya.
Baam tersenyum kecil saat melihat Khun yang begitu antusias. Padahal tadi sangat terlihat mengantuk layaknya seekor koala.
"Kita bicarakan nanti, lebih baik kau mencuci muka dan mandi. Aku akan memesan sarapan."
Khun melirik Baam yang menghilang di balik pintu. Ia lalu menutup wajahnya dengan kedua tangan untuk menutupi seluruh wajahnya yang memerah sampai ujung telinga. Bahkan kita bisa melihat asap imajiner mengepul dari puncak kepalanya.
Ia menatap dirinya di cermin, rona merah masih terlihat jelas. Aroma Alpha di sekelilingnya sangat tidak membantu.
Khun terus menatap cermin, azure-nya berkilau. Tak ada yang tahu apa yang sedang dipikirkannya.
🌠🌠🌠
Setelah itu, keduanya sarapan. Baam sampai saat ini masih tutup mulut, membuat Khun mendengus. Menunggu kapan sang brunette memberitahu hal yang diketahuinya.
Namun, Baam tetap diam. Dia hanya berkata jika dirinya perlu memastikan sesuatu dulu ke rumah sakit.
Saat Baam keluar dari rumah sakit dan menerima hasil tes mengenai indera penciumannya. Khun sedikit bergidik, ekspresi Baam saat itu terlihat agak menyeramkan. Tatapannya meredup dengan kilatan nyalang. Bahkan Khun sekilas melihat jika warna mata Baam menyala terang.
Dalam perjalanan akhirnya Baam menceritakan hasil tesnya. Dokter bilang jika dia tidak memiliki masalah apapun dan menyarankannya untuk pergi ke bagian psikologis.
"Psikologis?" Kening Khun berkerut mendengarnya.
"Ya, mereka bilang karena trauma." Baam menjawab pelan. Wajahnya tenang, tatapannya fokus pada jalanan.
"Tapi kau tidak mengingat apakah pernah mengalami trauma atau tidak kan?" Khun bertanya dengan hati-hati, meski Baam terlihat tenang dan santai. Ia bisa merasakan jika sisi Omega-nya cukup ketakutan dan terus berteriak untuk menenangkan sang Alpha.
"Ya. Sebenarnya itu bukan trauma. Tapi Viole dijadikan bahan eksprerimen untuk melihat seberapa kuat ketahanan gen keluarga Grace." Baam menghela napas berat, bola mata cokelat keemasannya menggelap. Suasana hatinya masih belum stabil sepenuhnya.
"Apa?!" Khun terkejut, ia mengerut lalu mengusap keningnya seraya bergumam tak jelas.
Baam tersenyum sedih, ia menghentikan mobilnya di sebuah tempat parkir dan menghela napas panjang. "Obsesi Viole pada Rachel, mungkin juga disebabkan oleh mereka."
"Anehnya, aku tidak begitu ingat mengapa Viole melakukan bunuh diri."
"Apa kau melihat siapa lagi orang selain Rachel?"
"Tidak, ingatan itu terlalu singkat. Aku berusaha untuk melihat namun malah terbangun." Frustasi dengan ingatan minimnya, Baam mengacak rambutnya kesal.
Melihat sang Alpha yang tengah berusaha menstabilkan emosinya, Khun tak bisa berkata banyak. "Pantas saja kau sangat kesal tadi."
Tersadar jika Khun sangat terpengaruh oleh feromonnya. Baam memucat, ia segera bergerak menjauh, bola matanya berkilau penuh rasa bersalah. "Uh, maaf. Pasti feromonku menguar tanpa sadar lagi."
Menggeleng tanda mengerti, Khun bertanya. "Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang?" Ia kemudian memperhatikan Baam yang terlihat merenung. "Satu-satunya petunjuk hanyalah wanita pirang itu."
"Aku ingin menyelidikinya lebih lanjut. Tapi aku tidak terburu-buru. Toh, aku lebih memilih untuk membalas Rachel terlebih dahulu. Sebelum dia mengakui semua kejahatannya." Baam kemudian merogoh ponselnya. Ia melihat beberapa postingan dan mematikan ponselnya. Hatinya yang masih kesal, jelas tidak mood untuk melakukan hal apapun saat ini.
Khun yang mengerti perasaan Baam saat ini juga tak nyaman. Viole yang dulu pernah ia sukai, ternyata tidak murni menyukai Rachel. Pemuda pendiam itu dikendalikan dan diperalat.
Kenapa ia tak menyadarinya dari dulu?
"Khun-san?"
"Ya?"
"Aku...," Baam menghentikan ucapannya. Ia menatap sang bluenette lekat--seolah ingin mengatakan sesuatu--namun ia mengalihkan tatapannya dengan helaan napas. "Tidak, lupakan saja." Lanjutnya lesu.
Ia tidak sanggup meminta pelukan atau ciuman. Mereka saat ini tidak berada di depan publik. Jadi ia tidak perlu melakukan itu.
Akan tetapi, rasa kalut di hati terasa menganggu. Cara paling cepat untuk menyingkirkannya hanyalah sentuhan sang bluenette. Namun, jika Baam meminta hal seperti itu, ia merasa jika dirinya hanya memanfaatkan keberadaan Khun sebagai pengangkat moral dan perasaannya.
Sudah cukup Khun selalu berada di sampingnya dan memperlakukannya dengan baik.
Baam tidak ingin menambah beban.
"Ada apa denganmu hari ini?" Khun bertanya, alisnya tertaut dengan wajah heran.
"Aku hanya kesal karena mimpi itu?" Baam menjawab kembali dengan pertanyaan, wajahnya polos bahkan terlihat bodoh.
"Ha?" Khun mencubit pipi Baam gemas. "Kenapa kau menjawab dengan pertanyaan lagi? Katakan, apa yang mengganggumu?"
"Uh, aku hanya berpikir bagaimana cara untuk membuat Rachel membuka suara agar aku tahu siapa dalang dibalik masalah Viole." Baam mengalihkan pandangannya ke samping, terlihat jelas bahwa ia tak ingin menatap Khun saat ini.
"Baam." Azure itu menyipit garang. "Kau sangat tidak pandai berbohong."
"Ugh."
"Katakan."
"Aku...," Baam meneguk ludahnya paksa. Ia melirik Khun lalu mengepalkan tangannya gugup. "Aku ingin menciummu, tapi ini bukan di depan publik. Jadi aku merasa bersalah karena menggunakan ciuman untuk membuat perasaanku lebih baik."
"..."
"Ugh, maaf! Lupakan saja apa yang kukatakan tadi!"
Khun menyeringai kecil, ia bergerak lalu dengan seenaknya duduk di paha Baam dengan posisi berhadapan. Tangannya terangkat, mengelus pipi sang Alpha dengan lembut.
"Bukankah aku juga sering memanfaatkanmu demi Omega-ku?" Ia mendekatkan wajahnya sampai kening mereka bersentuhan. "Aku tidak keberatan."
Meski Baam masih bingung dengan perasaannya, saat ini dia begitu terpesona akan tatapan Khun yang sedang memandangnya lekat.
Bergerak dengan insting masing-masing, keduanya jatuh kembali dalam ciuman manis penuh kasih. Diiringi desiran di hati dan buncahan emosi hangat yang menyebar ke seluruh tubuh. Membuat keduanya memagut candu dalam kebahagian.
Pagutan terlepas, mata saling menatap sebelum bibir kembali bertemu dalam hisapan dan tautan lidah panas. Mereka bergulat, berperang dalam invasi basah di mulut yang sudah dipenuhi saliva tercampur.
Suasana memanas, napas tengah memburu dengan wajah memerah. Azure dan amber kembali bertemu, seraya dipenuhi kabut hasrat.
Beberapa menit kemudian, Khun yang sudah memerah nampak menahan desahannya saat Baam menciumi leher dan bahunya dengan lembut. Ia yang sudah menyerah akan ego tingginya, sepenuhnya terbuai akan sentuhan sang Alpha.
Baam menghentikan ciumannya, ia melirik Khun yang mengerutkan kening. Dia sudah lebih baik semenjak ciuman kedua mereka. Namun, saat ia melihat Khun yang nampak tidak puas. Baam sengaja menambah jumlah kecupan bahkan bergerak ke arah leher.
Ia ingin membuat Khun menikmati kegiatan mereka, karena ia masih bersalah karena memanfaatkan sang bluenette.
"Khun-san?" Tanyanya dengan suara serak.
Khun bergerak gelisah di pangkuannya, ia meremas rambut kepala Baam dan segera menyatukan bibir mereka dalam ciuman panas penuh gairah.
"Baam...," Khun bergumam pelan, kepalanya yang agak pusing akibat stimulasi hormon berlebih. Membuatnya jatuh lemas, menyandarkan badannya pada Baam.
"Rencana kencan kita gagal lagi. Maaf ya Khun-san."
"Tidak masalah, kita masih memiliki banyak waktu."
.
.
.
Bangunan sederhana dengan 5 lantai, kini terlihat jelas di depan Baam dan Khun yang tengah berdiri di pintu masuk.
Baam melangkahkan kakinya, ia menemui pemilik gedung yang masih sama seperti di dunia aslinya. Memutuskan untuk membeli kamar yang dia tinggali dulu.
Sesampainya di pintu nomor 259, Baam membukanya dan melihat ruangan familiar yang membuatnya sedikit terenyuh.
Perasaan melankolis memenuhi hati, mengisinya dengan nostalgia semu yang membuatnya terdiam.
Hidupnya dulu terlampau bahagia, dipenuhi teman baik. Pekerjaan yang bagus dan orang yang dulunya dia suka.
Jika saja dia tidak begitu menyukai Rachel? Apalah hidupnya akan berubah?
"Aku..., benar-benar menyukai orang yang salah bukan?"
Khun tak menjawab, karena dia sendiri merasakan perasaan yang sama.
TBC
See you next time~
Yoru
[Edited+Published : 26 Feb 2021]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro